Bencana banjir kembali menerjang Desa Lukulamo, Halmahera Tengah, Maluku Utara pada Jumat, 8 Maret 2024. Banjir terjadi setelah kawasan lingkar tambang itu diguyur hujan.
“Banjir sekitar pukul 13.30 WIT tadi, tingginya sampai lutut. Wilayah Lukulamo ini memang sudah langganan banjir kalau curah hujan tinggi,” ucap Ramli, warga desa kepada cermat, Jumat, 8 Maret 2024.
Ramli mengaku banjir tersebut berdampak pada sebagian rumah warga. Luapan air bah itu diduga bersumber dari aliran sungai desa setempat.
“Sebagian kios dan rumah warga tergenang. Jadi torang (kami) berharap ada penanganan dari pemerintah, karena di sini sudah ulang kali. Kalau kondisinya terus begini warga terus terancam,” kata dia.
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Halmahera Tengah, Muhlis Tahir saat dikonfirmasi cermat mengaku baru mengetahui informasi banjir tersebut.
“Kejadiannya baru tadi ya? Kami juga belum dapat informasi. Nanti saya komunikasikan dulu ke pak kadis,” ucapnya. Cermat juga mengonfirmasi Kepala BPBD Halteng, Rais Musa, hanya saja berujung tak digubris hingga berita ini ditayangkan.
Sementara itu, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Forum Studi Halmahera (Foshal) Julfikar Sangaji menilai Lukulamo yang masuk kawasan tambang menjadi wilayah paling rentan diterjang banjir.
Julfikar menuturkan operasi tambang yang begitu masif di daerah hulu ditengarai telah mengakibatkan bencana ekologis tersebut.
“Kami melihat air begitu deras meluap dari badan sungai. Mengakibatkan gangguan lalulintas, bahkan juga berdampak pada warung-warung serta rumah warga sekitar,” kata Julfikar.” kata Zulfikar.
Hutan, kata Julfikar, punya peran penting terhadap pengendalian bencana ekologis seperti banjir. Namun, hutan telah hilang termasuk wilayah penyangga ataupun area resapan air.
“Melalui akar tegakan pohon, hutan mampu meminimalisir debit air yang masuk ke badan sungai, tapi sangat disayangkan tegakan itu tersingkir hingga membuahkan air banjir kerap terjadi, dan itu sangat berdampak pada warga sekitar,” ucapnya.
Ia menyebut, pada kawasan Lukulamo dan wilayah sekitar memang dikelilingi 19 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nikel dengan total area konsesi mencapai 103.363 ribu hektar.
“Dengan demikian, derasnya operasi tambang menjadi penyebab banjir. Kita bisa bandingkan sendiri kehidupan warga di sana, sebelum ada tambang banjir tidak pernah menjadi ancaman,” tuturnya.
“Jadi tentu sangat memungkinkan bahwa aktivitas tambang ini menjadi penyebab banjir. Kita bisa bandingkan sendiri kehidupan warga di sana, sebelum ada tambang banjir tidak pernah menjadi ancaman,” sambungnya.
Karena itu, kata dia, Foshal mendesak agar pemerintah daerah perlu mengevaluasi perusahaan tambang yang sering melakukan pelanggaran lingkungan.
“Pemerintah Halmahera Tengah tidak boleh membiarkan bencana ini terus terjadi. Ini bukan hal yang alami. Lebih daripada itu, ada kebijakan yang salah, keliru, sehingga warga terus dihajar bencana ekologis ini,” tutupnya.