Anggota DPD RI Dapil Maluku Utara, Graal Tilao. Foto: Istimewa
Setelah sebelumnya bertemu dengan jajaran Kementerian Kelautan dan Perikanan, anggota DPD RI asal Maluku Utara, Dr. R. Graal Taliawo, melanjutkan Safari Politik Kerja-nya dengan menyambangi Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada akhir Mei 2025.
Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan-pertemuan awal dengan para menteri terkait guna membuka akses program pemerintah untuk mendukung pembangunan di Maluku Utara.
Sebagai representasi daerah di tingkat pusat, Dr. Graal membawa sejumlah catatan aspirasi masyarakat yang ia himpun saat turun ke lapangan, termasuk tantangan di sektor pertanian, industri kecil, serta dampak dari ekspansi pertambangan yang masif di provinsi kepulauan tersebut.
Hilirisasi Pertanian Rumah Tangga Jadi Fokus
Pada 26 Mei, dalam pertemuan dengan Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Dr. Yudi Sastro, Dr. Graal memaparkan sejumlah permasalahan sektor pertanian di Maluku Utara. Antara lain menurunnya minat generasi muda menjadi petani, terbatasnya ketersediaan bibit unggul seperti kelapa genjah, lemahnya hilirisasi pertanian, hingga minimnya infrastruktur penunjang seperti jalan tani dan sarana produksi lainnya.
“Banyak anak muda di Maluku Utara enggan bertani dan lebih memilih sektor tambang. Bahkan jurusan pertanian di perguruan tinggi mengalami krisis peminat. Ini karena kebijakan pertanian belum memberikan prospek yang menjanjikan,” kata Graal.
Ia menegaskan pentingnya mendorong hilirisasi pertanian berbasis koperasi dan UMKM, bukan industri besar. “Negara harus memfasilitasi agar warga berdaya dan mampu bersaing dengan mengolah sumber daya berkelanjutan di sekitarnya,” tambahnya.
Pertanian sebagai Masa Depan, Bukan Sekadar Tradisi
Dalam pertemuan terpisah pada 27 Mei dengan Direktur Tanaman Semusim dan Tahunan serta Direktur Tanaman Sawit dan Aneka Palma, Dr. Graal juga menyoroti persoalan sempitnya lahan pertanian di tengah ekspansi tambang. Dari total 3,3 juta hektare daratan di Maluku Utara, sekitar 655.000 hektare telah dikapling untuk konsesi tambang, sedangkan lahan pertanian pangan berkelanjutan hanya sekitar 27.000 hektare, dengan lahan produktif tersisa sekitar 7.300 hektare.
“Lama-lama kami di Maluku Utara makan nikel dan emas, bukan lagi hasil pertanian,” sindirnya.
Ia juga mengkritisi stagnasi dalam pengembangan produk turunan kelapa. “Selama puluhan tahun, kelapa hanya diolah menjadi kopra. Padahal dari situ seharusnya bisa dihasilkan VCO, sampo, kecap, dan produk lain yang bernilai ekonomi tinggi,” ujarnya.
Minta Dukungan Kemenperin untuk UMKM dan IKM
Masih pada 26 Mei, Dr. Graal menyampaikan kegelisahannya kepada jajaran Kementerian Perindustrian. Ia meminta dukungan nyata dari Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) untuk mendorong hilirisasi produk pertanian dan perikanan berbasis rumah tangga, koperasi, dan UMKM di Maluku Utara.
“Dulu warga hanya menjual bongkahan kelapa, lalu berkembang menjadi kopra. Tapi sekarang malah kembali menjual bongkahan karena masuknya industri besar. Budaya ekonomi kita stagnan. Ini harus diubah,” jelas Graal.
Ia meminta Kemenperin untuk melakukan pendampingan, serta mendorong pemerintah kabupaten agar aktif menyusun proposal dan menghidupkan kembali sentra IKM yang telah dibangun.
Pihak Kemenperin pun menyatakan kesiapan untuk mendukung penguatan industri kecil dan menengah di daerah, asalkan pemerintah daerah proaktif mengajukan usulan sesuai kebutuhan masyarakat.
Mitigasi Dampak Pertambangan Jadi Sorotan
Dalam kunjungannya ke Kementerian ESDM pada 27 Mei, Dr. Graal mengangkat persoalan serius seputar dampak negatif pertambangan di Maluku Utara. Ia berdiskusi langsung dengan Dirjen Mineral dan Batubara dan mempertanyakan implementasi kebijakan pertambangan yang kerap menimbulkan kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan kesenjangan ekonomi.
“Pemerintah Pusat sebagai pemberi IUP harus bertanggung jawab terhadap kerusakan dan ketimpangan yang ditimbulkan. Negara harus hadir dan berpihak pada rakyat,” tegasnya.
Dirjen Minerba menyampaikan bahwa Kementerian tengah berupaya memperkuat peran inspektur tambang di setiap provinsi, serta menggunakan teknologi untuk pengawasan lingkungan dan implementasi AMDAL. Mereka juga mengakui bahwa banyak IUP di Maluku Utara merupakan warisan dari kepala daerah terdahulu, yang dalam praktiknya menyisakan berbagai persoalan.
Sinergi Pusat-Daerah Kunci Pembangunan
Melalui rangkaian pertemuan ini, Dr. Graal menegaskan pentingnya sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menjawab tantangan pembangunan di Maluku Utara. Ia berharap kunjungannya dapat membuka jalan bagi penguatan sektor pertanian dan UMKM, sekaligus memitigasi dampak negatif pertambangan yang telah lama dirasakan masyarakat.
“Pertanian dan perikanan adalah sumber daya berkelanjutan yang seharusnya menjadi sandaran masa depan. Namun itu tidak akan tercapai tanpa kolaborasi dan kebijakan afirmatif dari pusat,” pungkasnya.
Viral sebuah video di media sosial terkait polisi di Kota Ternate, Maluku Utara yang menangis…
Tim Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Tobelo berhasil melaksanakan operasi Wirawaspada…
Warga Sofifi yang tergabung dalam Majelis Rakyat Sofifi (Markas) menggelar unjuk rasa dan penandatanganan petisi…
Festival Morotai 2025 resmi dibuka oleh Bupati Pulau Morotai, Rusli Sibua, dengan semangat menggelora melalui…
Menjelang pembukaan Festival Morotai 2025, Pemda Pulau Morotai, Maluku Utara mengungkap sejumlah rangkaian yang akan…
Ornamen dinding atau Aluminium Composite Panel (ACP) yang berada di sebelah barat Plaza Gamalama rusak…