Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta resmi menolak gugatan yang dilayangkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan tujuh individu mayarakat adat lainnya.
Dalam gugatan bernomor 542/G/TF/2023/PTUN.JKT itu, AMAN menggugat Presiden dan DPR RI terkait perkara dugaan perbuatan melawan hukum karena tidak kunjung mengesahkan RUU Masyarakat Hukum Adat sejak 20 tahun lalu.
Tim kuasa hukum masyarakat adat sekaligus Ketua Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PP MAN) Syamsul Alam Agus mengatakan, majelis PTUN yang mengadili perkara no 542/G/TF/2023/PTUN.JKT membenarkan atau setuju atas sikap atau tindakan negara yang mengabaikan permohonan masyarakat adat di indonesia untuk membentuk UU Masyarakat Adat.
“Bahwa PTUN sebagai kontrol terhadap penyelenggaraan fungsi pemerintahan berdasarkan UU Administrasi pemerintahan telah membuktikan dirinya gagal menjalankan amanat UU,” kata Samsul dalam keterangannya yang diterima cermat, Jumat, 17 Mei 2024.
Olehnya itu, Samsul bilang, para penggugat dan Masyarakat Adat di Indonesia akan tetap menuntut kepada negara untuk melaksanakan kewajiban konstitusionalnya untuk membentuk UU Masyarakat Adat.
“PTUN Jakarta yang mengadili perkara dimaksud gagal menjadi sarana bagi pencari keadilan untuk mewujudkan hak-hak konstitusionalnya,” tegas Samsul.
Sementara itu, Aktivis lingkungan Faris Bobero sekaligus anggota adat O’Hoberera Manyawa (suku Tobelo di luar hutan) dari Maluku Utara mengakui bahwa kondisi masyarakat adat di daerah Halmahera sangat kesulitan bersuara terkait hak dan asal usul tanah leluhur mereka.
“Ini termasuk di daerah kami. Kasus yang menimpa Komunitas O’Hongana Manyawa, Suku Tobelo Dalam di Hutan Halmahera. Wilayah mereka kini dikuasai izin pertambangan yang juga berstatus Proyek Strategis Nasional (PSN),” ucap Faris.
Ia bilang, kriminalisasi sering terjadi pada Komunitas O’Hongana Manyawa, terlebih stereotipe pun terus terjadi karena komunitas ini jauh dari akses pendidikan formal.
“Meski begitu, kita punya falsafah hidup, budaya, hingga adat istiadat. Sebab itu, UU Masyarakat adat tetap kami suarakan,” tutur Faris.