Keluarga mendiang Burhan Abdurahman (Hi Bur) mengajukan eksekusi ke Pengadilan Negeri (PN) Ternate, Maluku Utara, terhadap dua bangunan dan tiga ruko yang masih dikuasai Nursia Abdul Haris, mantan istri dari mendiang yang merupakan Wali Kota Ternate dua periode itu.
Bangunan tersebut berupa sebuah perumahan di Kelurahan Soa, Ternate Utara, dan tiga bangunan ruko di Kelurahan Jati, Ternate Selatan.
Perbuatan Nursia Abdul Haris yang tidak mau menyerahkan uang sebesar Rp 2.000.000.000,00 yang merupakan harta gono gini kepada ahli waris almarhum Hi Bur adalah perbuatan melawan hukum.
Dalam amar putusan menghukum Nursia menyerahkan uang sebesar Rp 1.459.850.284,00 kepada para penggugat sebagai ahli waris dan ahli waris pengganti dari almarhum Hi Bur.
Tim Penasehat Hukum ahli waris, Bahtiar Husni mengatakan, dalam putusan ini sudah berkekuatan hukum tetap. Sekitar bulan Januari pihaknya sebagai tim kuasa hukum dari Fatma Adjaran yang merupakan ahli waris mengajukan permohonan eksekusi di PN Ternate.
“Kemudian dilakukan pemanggilan kepada Nursiah Abdul Haris dalam pertemuan itu. Ia mengiyakan untuk kemudian membayar. Namun meminta waktu sampai dengan tanggal 22 April 2024,” katanya.
Bahtiar menambahkan, meski demikian, waktu yang sudah disepakati bersama Nursiah justru meminta tambahan waktu kembali saat pertemuan annimanig di PN Ternate.
“Jika melihat dari isi putusan pengadilan, waktu yang diberikan cukup jauh kepada termohon. Karena dinilai tidak punya itikad baik, klien kami memutuskan untuk melanjutkan perkara ini pada proses eksekusi,” katanya.
Ketua YLBH Maluku Utara ini bilang, hari ini telah dilakukan proses konstatering objek yang akan dieksekusi terhadap objek yang telah pihaknya ajukan ke PN Ternate.
“Atas nama Fatma Adjaran dan ahli waris pengganti membuka diri berharap ada itikad baik dari ibu Nursiah. Berharap ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan sebelum eksekusi ini dilakukan,” pungkasnya.
Senada dengan Mirjan Marsaoly yang juga tim hukum, sesuai dengan permohonan eksekusi, ada dua objek yang telah dilakukan konstatering dan sebagainya amar putusan pengadilan nilai uang sebesar Rp 1 miliar lebih.
“Intinya kita menunggu itikad baik dari termohon eksekusi, kalau tidak, proses eksekusi dilakukan,” tegas pengacara kondang itu.
Abdullah selaku tim hukum menambahkan, pihaknya menilai termohon eksekusi tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan pembayaran sebagaimana amar putusan.
Sehingga langkah ini diambil, sebab termohon pada kesempatan aanimaning sebelumnya meminta perpanjangan waktu yabg cukup lama.
“Makanya klien kita meminta dilakukan permohonan eksekusi, kalau termohon memiliki itikad baik semestinya membayar sejumlah uang sebagaimana tertera dalam isi amar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap,” tandasnya.
—-
Penulis: Samsul Laijou
Editor: Ghalim Umabaihi