Peserta workshop dan diskusi minyak cengkih di Pulau Hiri. Foto: Istimewa
Tradisi penyulingan minyak cengkih kembali menjadi ruang belajar bersama dalam Workshop & Diskusi “Minyak Cengkih: Pemajuan Kebudayaan berbasis Pengetahuan dan Teknologi Tradisional Pulau Hiri” yang diselenggarakan sebagai bagian dari Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan Tahap II oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XXI Maluku Utara.
Perwakilan Kepala BPK Wilayah XXI, Faoudziah, membuka kegiatan dengan menegaskan komitmen Kementerian Kebudayaan melalui Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XXI, Maluku Utara untuk terus mendukung upaya pelindungan dan pengembangan pengetahuan tradisional Maluku Utara.
Ia menyampaikan bahwa penyulingan minyak cengkih adalah contoh nyata bagaimana masyarakat, khususnya KTH Buku Manyeku Pulau Hiri yang masih terus menjaga warisan pengetahuan yang langka sebagai sebuah produk budaya.
“Kami berkomitmen memastikan praktik seperti ini tetap hidup, tetap dipelajari, dan dikembangkan, BPK Wilayah XXI membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siapa saja yang ingin berkontribusi pada upaya pemajuan kebudayaan, sebagaimana Junaidi Dahlan,” ujarnya.
Faoudziah turut mengapresiasi langkah Junaidi Dahlan yang menginisiasi workshop ini sebagai bagian dari upaya masyarakat sendiri untuk memperkuat praktik penyulingan. Menurut Faoudziah, inisiatif lokal seperti ini merupakan fondasi penting dalam pemajuan kebudayaan, karena tumbuh langsung dari pengalaman dan kebutuhan komunitas.
Kegiatan ini menghadirkan tiga narasumber, yaitu budayawan dan akademisi kebijakan publik Sahroni A. Hirto membahas posisi minyak cengkih dalam kebijakan pemajuan kebudayaan, sejahrawan Rasno A. Waiola menguraikan jejak sejarah rempah dan peran Hiri dalam jaringan perdagangan Maluku, dan juga pemerhati sosial Wawan Ilyas menjelaskan penyulingan sebagai praktik sosial yang membentuk identitas dan solidaritas masyarakat.
Diskusi berlangsung hangat, disertai demonstrasi penyulingan tradisional yang diikuti oleh penyuling minyak cengkih, tokoh budaya, tokoh agama, pemuda, serta siswa SMP dan SMA se-Pulau Hiri.
Banyak peserta muda baru pertama kali melihat langsung proses penyulingan, dan kegiatan ini memberi mereka pemahaman baru tentang akar budaya dan juga bagaimana proses penyulingan minyak cengkih berlangsung.
Workshop ini menegaskan bahwa minyak cengkih bukan semata produk ekonomi, melainkan warisan pengetahuan yang menyimpan sejarah, nilai, dan masa depan kebudayaan Pulau Hiri.
Oleh: Sophia* SEPERTI lomba balapan, setiap kepala pemerintahan baik presiden, gubernur, wali kota, maupun…
Malut United menargetkan kemenangan keenam beruntun saat bertandang ke markas Persita Tangerang pada pekan ke-13…
Himpunan Mahasiswa Agribisnis (Himagri) Universitas Khairun (Unkhair) Ternate sukses menyelenggarakan rangkaian acara Dies Natalis Ke-IX…
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mendapatkan penghargaan atas upayanya bertransformasi dalam memberikan…
Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Ternate, Maluku Utara, berhasil meringkus dua orang terduga pelaku dalam…
Gamalama Corruption Watch atau GCW Maluku Utara, mendesak kejaksaan tinggi mengusut dugaan korupsi pengadaan 30…