News

Penasihat Hukum Sebut Penyidikan Kasus Korupsi Muhaimin Syarif Tidak Sah

Penasehat hukum Muhaimin Syarif menyampaikan penetapan kliennya sebagai tersangka dan terdakwa tidak sah dan melanggar hukum acara pidana. Hal ini karena dakwaan Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap (obscuur libel).

“Penuntut Umum menafsirkan pasal suap secara berlebihan, sehingga terkesan hendak mengkriminalisasi perbuatan yang berada di ranah sosial keagamaan, seperti sumbangan yang diberikan Terdakwa untuk pembangunan pesantren atau madrasah, perguruan tinggi agama dan pemberian dalam hubungan kekerabatan, tanpa dasar bukti yang kokoh,” kata Febri Diansyah, ketua tim PH Muhaimin Syarif (MS) lewat note pembelaan (eksepsi) dalam sidang perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) perkara 24/Pid.Sus-TPK/2024/PN Tte, dengan terdakwa Muhaimin Syarif di Pengadilan Negeri (PN) Ternate, Rabu, 16 Oktober 2024.

Menurutnya, Penuntut Umum mencampur-adukan kapasitas Abdul Gani Kasuba sebagai Gubernur atau penyelenggara negara dengan kapasitas Abdul Gani Kasuba sebagai Ulama dan pihak yang dituakan dalam keluarga, sehingga seperti menerapkan jurus
“sapu-jagat” seolah semua pemberian pada Abdul Gani Kasuba adalah Suap.

“Bahwa perlu kami sampaikan, dihadirkannya Terdakwa dalam
persidangan yang mulia ini merupakan tindak lanjut dari laporan pengembangan penyidikan pada perkara Abdul Gani Kasuba yang saat ini telah diperiksa, diadili dan diputus pada perkara terpisah,” paparnya.

Sebagai delik berpasangan, kata ia, seharusnya pihak pemberi dan penerima suap diproses secara hukum. Karena dalam perkara a quo merupakan pengembangan dari Penyidikan perkara Abdul Gani Kasuba. Maka seharusnya sejak awal Penyidik telah menemukan bukti permulaan yang cukup tentang keterlibatan Terdakwa sebagai pemberi suap, kemudian melanjutkannya dengan mencantumkan nama Terdakwa sebagai salah satu pemberi suap pada Dakwaan terhadap Abdul Gani Kasuba.

“Namun demikian, setelah dicermati lebih lanjut, nama Terdakwa tidak tercantum sebagai pihak pemberi suap pada Dakwaan dalam perkara dugaan penerimaan suap oleh Abdul Gani Kasuba. Padahal terdapat 461 transaksi yang dilakukan oleh 371
pihak pemberi dalam Dakwaan Suap dan/atau Gratifikasi terhadap Abdul Gani Kasuba,” ungkapnya.

Terlebih lagi, sambung ia, dilihat dari urutan waktu, Dakwaan terhadap Abdul Gani Kasuba dilakukan setelah Terdakwa ditetapkan sebagai Tersangka dengan tuduhan pemberian suap terhadap Abdul Gani Kasuba.

“Sungguh tidak masuk akal ketika
Terdakwa yang justru tidak disebut sebagai pemberi suap pada Dakwaan terhadap Abdul Gani Kasuba, justru saat ini diposisikan sebagai Terdakwa dan dituduh memberikan suap terhadap Abdul Gani Kasuba. Sementara ratusan pemberi suap dan/atau gratifikasi lain belum diproses secara hukum,” sesalnya.

Selain itu, kata Febri, nama Terdakwa juga tidak ditemukan sebagai salah satu pihak pemberi suap terhadap Abdul Gani Kasuba pada Dakwaan terhadap Ramadhan Ibrahim. Padahal, Ramadhan Ibrahim dikonstruksikan di Dakwaan KPK pada kasus a quo sebagai pihak penampung aliran dana suap terhadap Abdul Gani Kasuba. Di sisi lain, dalam Dakwaan terhadap Terdakwa di perkara A Quo dicantumkan sejumlah pemberian terhadap Ramadhan Ibrahim yang disebut ditujukan pada Abdul Gani Kasuba.

“Hal ini menunjukkan adanya ketidakkonsistensi antara beberapa
perkara yang berjalan bersamaan dan menimbulkan permasalahan secara hukum. Kami memahami, jika perkara yang melibatkan Terdakwa merupakan pengembangan penyidikan, maka sekalipun tanpa proses Penyelidikan, KPK dapat melakukan Penyidikan terhadap Terdakwa dengan alasan sebagai pengembangan perkara sebelumnya,” paparnya.

Namun, hal ini tidak berlaku jika ternyata perkara a quo merupakan perkara berbeda dengan penyidikan awal yang dilakukan terhadap Abdul Gani Kasuba. Maka seharusnya Penyidikan terhadap Terdakwa diawali dengan sebuah proses Penyelidikan baru.

“Perlu Kami tegaskan, dalam proses hukum terhadap Terdakwa di perkara ini tidak pernah dilakukan proses penyelidikan. Sehingga Kami meyakini, penyidikan terhadap Terdakwa tidak sah dan tidak sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku. Hal ini berkonsekuensi dengan proses lanjutan yang juga tidak sah, termasuk pengajuan Muhaimin Syarif sebagai Terdakwa dalam perkara a quo,” ujarnya.

“Yang Mulia Majelis Hakim, selain kesalahan penetapan sebagai Tersangka dan Terdakwa dalam hukum acara pidana dan penafsiran berlebihan Penuntut Umum terhadap Pasal Suap. Kami berpandangan Surat Dakwaan Penuntut Umum disusun tidak berdasar ketentuan Pasal 143 KUHAP,” tutupnya.

cermat

Recent Posts

Jadi Tamu Spesial RRI Kendari, Sekda Taliabu Paparkan Pembangunan Daerah Kepulauan

Sekretaris Daerah Pulau Taliabu, Maluku Utara, Salim Ganiru berkesempatan menjadi narasumber utama dalam program talkshow…

6 jam ago

Pengurus DPD Gerindra Kunjungi Polda Maluku Utara

Pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Maluku Utara resmi melakukan kunjungan ke Polda dalam…

6 jam ago

Wakil Bupati Halut Sidak Kantor PDAM Usai Cekcok Karyawan dan Direktur

Wakil Bupati Halamhera Utara (Halut), Kasman Hi Ahmad, melakukan inspeksi mendadak ke Kantor Perusahaan Daerah…

6 jam ago

Pemda Morotai Gelar Pelepasan Jemaah Calon Haji

Pemerintah Daerah (Pemda) Pulau Morotai, Maluku Utara, resmi menggelar pelepasan Jemaah Calon Haji (JCH) tahun…

8 jam ago

Bikin Macet, Parkir Tepi Jalan di Kota Ternate Tuai Kritik

Kebijakan parkir tepi jalan di pusat perkotaan Ternate, Maluku Utara menuai kritik. Penataan parkir tersebut…

13 jam ago

Polisi: Banyak Pihak Akan Jadi Tersangka Kasus Tambang Ilegal di Halsel

Polisi memastikan terdapat banyak pihak yang akan menjadi tersangka dalam kasus aktivitas pertambangan emas ilegal…

13 jam ago