News

Sosialisasi Pembebasan Lahan Buntu, Warga Minta Prioritaskan Geopark Gua Bokimaruru

Sosialisasi pembebasan lahan oleh PT. First Pasific Mining (FPM) di Desa Sagea dan Desa Kiya, Kecamatan Weda Utara, mengalami kebuntuan. Pasalnya sejumlah warga pemilik lahan menolak melepas kebunnya.

Salah satu pemilik lahan, Supriyadi Sudirman, menyatakan tidak akan menjual tanah dan kebunnya, apalagi kepada perusahaan.

“Saya selaku pemilik kebun bersikap menolak, berapapun harganya karena kebun ini masa depan kami,” ujarnya usai sosialisasi pada Sabtu (6/8/2022).

Katanya, saat ini, PT. FPM rencananya membebaskan lahan seluas 1000 hektar di sekitar Danau Legaelol dan Goa Bokimoruru di Desa Sagea. Adapun perusahaan menentukan harga lahan masyarakat sebagai berikut. Harga tanah di gunung senilai Rp. 12.500 per meter persegi, tanah miring dan rawa Rp. 15.000, dan tanah datar atau lahan kering senilai Rp. 20.000.

Warga saat menolak sosialisasi pembebasan lahan. Foto: Istimewa

“Kebun kami ini produktif ada tanaman pala yang menjadi komoditas andalan warga di sini,” ujarnya.

Jamaluddin, pemuda setempat, yang juga pemilik kebun di wilayah tersebut juga menolak melepas tanahnya.

“Saya juga tolak menjual kebun kami,” katanya.

Sementara itu juru bicara Koalisi Selamatkan Kampung Sagea (SKS), Adlun Fiqri, mempertanyakan tujuan peruntukan lahan di kawasan itu.

“Sejauh ini tidak ada penjelasan sebelumnya dari perusahaan, soal perijinan, planning perusahaan, dan kajian Amdalnya,” katanya.

Adlun menilai perusahaan tersebut tidak jelas karena melaksanakan pembebasan lahan di bekas konsesi PT. Zong Hai yang izinnya telah dicabut oleh pemerintah pusat.

“Data ESDM yang kami kantongi, wilayah itu bukan konsesi FPM melainkan ZongHai yang sudah dicabut. Konsesi FPM itu jauh dari situ. Ini menunjukkan perusahaan tersebut tidak jelas,” kata Adlun.

Adlun menambah jika ada aktivitas perusahaan di lokasi tersebut akan berpengaruh pada ekosistem bentangan karst Bokimoruru sebab lokasinya sangat dekat. Padahal, kata Adlun, kawasan itu telah diputuskan sebagai wilayah pengembangan geopark yang diprioritaskan oleh pemerintah daerah.

“Jelas kami minta perlindungan karst diprioritaskan daripada dibangun industri yang tidak menjamin keberlangsungan lingkungan di masa depan,” tegas Adlun.

cermat

Recent Posts

Disdik Pulau Taliabu Dorong Bahasa Daerah Masuk Pelajaran Sekolah

Dinas Pendidikan (Disdik) di Pulau Taliabu, Maluku Utara, berkomitmen mendorong kurikulum bahasa daerah masuk dalam…

10 jam ago

Unkhair dan IPB Bahas Kerja Sama Bidang Riset

Universitas Khairun (Unkhair) Ternate menerima kunjungan Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Pemberdayaan Masyarakat Agromaritim…

10 jam ago

Ini Pesan Kasat Lantas Polres Ternate di HUT ke-70 Lalu Lintas

Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Ternate, AKP Farha, mengimbau seluruh masyarakat, khususnya para pengendara, untuk…

10 jam ago

Kantah Halmahera Barat Hadiri Peringatan 65 Tahun UUPA di Kanwil BPN Maluku Utara

Dalam rangka memperingati 65 Tahun Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960, jajaran Kantor Pertanahan (Kantah)…

11 jam ago

Mulai 2026, Pengelolaan Anggaran Desa di Morotai Wajib Berbasis Online

Pemerintah Daerah Pulau Morotai, Maluku Utara, menegaskan bahwa mulai tahun 2026 seluruh proses pengelolaan anggaran…

16 jam ago

Rumah Makan Ayam Bakar Pak RT di Ternate Terbakar, Kerugian Capai Rp 200 Juta

Dapur Rumah Makan Ayam Bakar Pak RT yang terletak di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Muhajirin,…

19 jam ago