Warga melakukan protes penghentian proyek jetty milik PT STS di Halmahera Timur. Mereka membentangkan spanduk dan menilai proyek ini ilegal. Foto: Dok. Warga
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut pembangunan terminal khusus atau jetty milik PT Sambaki Tambang Sentosa (STS) di Dusun Memeli, Desa Pekaulang, Maba, Halmahera Timur, Maluku Utara, terbukti menabrak aturan pemanfaatan ruang laut. KKP juga menyatakan jetty PT STS tidak mengantongi izin terkait pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam balasan surat dari Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia yang diterima oleh Salawaku Institute.
Dalam surat dengan nomor B.250/DJPRL.6/PRL.140/VI/2025 itu, menyebutkan bahwa berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU 6/2023) yang mengubah ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 (UU 27/2007) tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Yang pada Angka 12, Pasal 16 ayat (2) menyebutkan bahwa, “Setiap Orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari Perairan Pesisir wajib memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari Pemerintah Pusat”. Dan pada Angka 13, Pasal 16A menyebutkan bahwa “Setiap Orang yang memanfaatkan ruang dari Perairan Pesisir yang tidak memiliki kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut dikenai sanksi administratif”.
Surat itu juga menyebutkan bahwa PT STS telah mengajukan permohonan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) kepada Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut, KKP, namun hingga saat ini KKPRL belum dapat diterbitkan berkaitan dengan adanya kebutuhan kajian teknis lebih lanjut terkait potensi konflik sosial dan pencemaran lingkungan.
Berkaitan itu, KKP menegaskan, dengan belum terbitnya KKPRL yang dimohonkan oleh PT STS maka yang perusahaan seharusnya menghentikan sementara kegiatan operasional Terminal Khusus sampai KKPRL diterbitkan oleh Lembaga OSS.
Menanggapi itu, M Said Marsaoly, Ketua Salawaku Institute mengatakan, surat resmi dari KKP ini sebagaimana memperjelas bahwa Jetty yang dibangun PT STS di Memeli adalah pelanggaran hukum yang nyata. Dan lebih daripada itu, ini tidak sekedar perihal izin administratif melainkan soal masa depan pesisir, laut, dan masyarakat adat yang hidup dari ruang itu.
“Perusahaan sangat tidak menghargai aturan dan hukum yang berlaku, dan ini juga harus dipandang sebagai pelanggaran serius. Karena itu, kami mendesak pemerintah bertindak tegas. Tidak boleh ada kompromi terhadap pelanggaran ruang hidup,” ujar M. Said Marsaoly yang juga warga Halmahera Timur.
Senada dengan itu, Julfikar Sangaji, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Maluku Utara mengatakan, bahwa Pemerintah harus mencabut izin usaha pertambangan PT STS. Selain itu juga, aparat penegak hukum, KKP, Dinas Lingkungan Hidup dan Pemda Haltim agar tidak bungkam.
“Mereka tidak harus menjadi alat pembenaran dari kejahatan korporasi. Penegakan hukum harus ditegakkan kepada perusahaan, bukan hanya kepada rakyat yang mempertahankan hak-haknya,” ujar Julfikar Sangaji.
Salawaku Institute dan JATAM Maluku Utara kemudian mendesak Polres Halmahera Timur dan Polda Maluku Utara untuk segera melakukan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana lingkungan, pelanggaran tata ruang. Dan meminta kepada KKP melalui Ditjen PRL untuk menerbitkan Surat Resmi Penolakan atau Pembatalan atas permohonan KKPRL yang diajukan PT STS. Oleh sebabnya Jetty tersebut sudah dibangun tanpa dokumen KKPRL yang sah.
“Kami juga meminta Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Halmahera Timur mengeluarkan Surat Resmi Penghentian Aktivitas (SPP) di lokasi Jetty Memeli, serta memproses sanksi administratif hingga pencabutan izin kegiatan berdasarkan UU Lingkungan Hidup. Pun meminta Bupati Halmahera Timur bertindak tegas dengan menerapkan Perda RTRW, sebab pembangunan Jetty Memeli adalah pelanggaran tata ruang,” kata Julfikar.
Untuk diketahui, Salawaku Institute tertanggal 02 Juni 2025 melayangkan surat ke Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan nomor 015/SI/V/2025 perihal permohonan keterangan resmi terkait legalitas terminal Khusus.
Upaya Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Maluku Utara, IRJEN POL. Drs. Waris Agono, M.Si untuk menjadikan…
Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Maluku Utara, Irjen Pol. Waris Agono, melaksanakan kunjungan kerja ke Polres…
Oleh: Gufran A. Ibrahim [Ibrahim Gibra]* Inti buku Relasi Kwasa, Politik Identitas, dan Modal…
Polisi Perairan dan Udara (Polairud) di Pulau Taliabu memberi imbauan waspada untuk masyarakat imbas cuaca…
Polres Pulau Taliabu menyebut bahwa dugaan kasus pengancaman dan pencemaran nama baik yang dialami Ketua…
Hasil seleksi PPPK tahap kedua di Pulau Morotai, Maluku Utara, masih belum diumumkan oleh Badan…