News

Akademisi: Mangrove Mangga Dua, Hutan Kota Ternate yang Terancam Hilang

Akademisi Ilmu Kelautan dan Perikanan Univesitas Khairun Ternate, Maluku Utara, angkat bicara terkait penebangan pohon mangrove di Kelurahan Mangga Dua untuk reklamasi dan pembangunan Gedung modern.

Adalah Nurhalis Wahidin, pengajar pada program studi manajemen sumber daya perairan mengatakan, mangrove di lingkungan Siantan, Kelurahan Mangga Dua itu, adalah satu ekosistem yang sangat besar berfungsi sebagai hutan kota. Karena itu, mangrove tersebut menjadi penyerap karbon di tengah pemukiman yang padat dan mobilitas transportasi yang begitu tinggi di sekitarnya.

“Saya bukan warga sekitar tapi saya merasa kehilangan karena mangrove di situ sangat penting sebagai hutan kota,” tuturnya.

Dosen yang semasa kecil tinggal di lingkungan Kota Baru dan sering bermain di lokasi mangrove tersebut itu  cerita, sebelumnya areal itu pernah dilakukan konversi mangrove menjadi lahan pelabuhan perikanan nusantara. Mangrove yang dikonversi waktu itu seluas 2, 8 hektar. Dirinya sangat menyayangkan karena kawasan mangrove yang tersisa juga terancam hilang, digusur, oleh salah satu perusahaan.

Jika penebangan mangrove terus terjasi, katanya, warga Ternate akan kehilangan salah satu hutan yang berfungsi menyerap karbon. “Selain itu juga mangrove berperan untuk menahan gempuran banjir, baik itu banjir rob maupun banjir aliran air dari daratan, nah fungsi itu juga hilang,” tambahnya.

Nurhalis Wahidin ketika diwawancara kru cermat. Foto: Nurkhalis Djilfikar

Sejauh penelusuran di lapangan, selain penebangan mangrove, problem reklamasi di wilayah tersebut juga bermasalah dari aspek izin. Dihimpun dari beberapa pemberitaan, pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Ternate baru-baru ini menyatakan akan menghentikan proyek reklamasi tersebut karena izinya dinilai kedaluwarsa.

Menanggapi itu, Nurhalis menjelaskan, Dokumen lingkungan itu adalah pengendalian terhadap kerusakan lingkungan atas kegiatan tertentu. Entah itu amdal ataupun UPL-UKL. Kedudukan dokumen ini ada di awal. Jadi pada saat rencana itu akan dibuat maka dokumen ini harus direncanakan.

Meski begitu, ia menegaskan kecil kemungkinan dokumen kedaluwarsa. Dalam beberapa kasus, meski kegiatan pembangunan sudah berjalan namun dokumen lingkungannya belum ada seklipun tetap masih bisa dilanjutkan.

“itu namanya audit lingkungan atau dokumen evaluasi dampak lingkungan. Hal itu terjadi jika kegiatan sudah berjalan. Ataupun jika ada perubahan di lapangan yang tidak sesuai dengan analisis dokumen lingkungan sebelumnya,” terangnya.

“jika yang terjadi tidak dibuat dokumen lingkuan di awal. Jika itu terjadi maka harus segera buat dokumen evaluasi dampak lingkungan (DEDL) Evaluasi yang sudah dilaksanakan dan yang akan terjadi apa, itu dibolehkan dalam regulasi,” ujarnya.

Peneliti sistem informasi biografis dan penginderaan jaul kelautan ini juga mengatakan, semua kawasan mangrove adalah kategori hutan lindung di dalam peraturan tentang kehutanan. “Hutan lindung tidak bisa dilaksanakan kegiatan apapun,” tegasnya.

“Terakhir saya liat mangrove Manga Dua itu sudah tidak lagi masuk dalam PIPPIB, tapi dalam fungsi kawasan hutan dia masih kawasan lindung,” kata Nurhalis ketika ditanya jaminan pelestarian mangrove.

Selain karena fungsi kawasan hutan, jaminan pelestarian mangrove tercantum juga di dalam Penetapan Peta Indikatif Pengentian Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut (PIPPIB) atau yang dikenal dengan peta indikatif moratorium hutan. Adalah kebijakan dalam rangka perbaikan tata Kelola hutan alam primer dan lahan gambut, yeng memungkinkan adanya perbaikan terhadap izin yang tumpang tindih, hal ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 10 tahun 2011 tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata Kelola hutan alam primer dan lahan gambut.

Ia menyarankan, jika karena kebutuhan pembangunan hingga secara terpaksa  tetap melanjutkan reklamasi tersebut, harus taat pada regulasi.

“SetidaknyaIkuti tahapan yang diatur dalam UU tentang perlindungan lingkungan hidup. Siapkan juga dokumen lingkungan yang berkualitas. Kalau untuk mangrove ada di peraturan Menteri kelautan dan perikanan tentang izin pelaksanaan reklamasi pada daerah pesisir dan pulau-pulau kecil. Ada pasal yang mengatur tentang kompensasi lingkungan. Jadi jika itu terpaksa karena kebutuhan pembangunan, maka harus ada ketentuan kompensasi,” tambahnya.

Dokumen lingkungan juga harus memuat data pemanfataan mangrove oleh masyarakat tersebut. “Apakah mangrove tersebut melindungi mereka dari bencana alam. Data-data macam itu harus ada di dalam dokumen lingkungan. Jadi ada perubahan hilangnya mata pencaharian. Apakah identifikasi itu ada atau tidak di dalam dokumen lingkungan untuk pembangunan reklamasi di areal mangrove Manga Dua,” tutupnya.

cermat

Recent Posts

JATAM Ungkap Lingkaran Bisnis Tambang Sherly Tjoanda di Maluku Utara

Laporan terbaru Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) berjudul “Konflik Kepentingan di Balik Gurita Bisnis Gubernur Maluku…

3 jam ago

Bangunan Labkesmas di Morotai Berpotensi Molor, Begini Penjelasan PPK

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek pembangunan Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Labkesmas) di Pulau Morotai, Maluku…

20 jam ago

Mengenal Ilham, Lulusan Magister IPB Asal Morotai yang Meneliti Kerentanan Nelayan Tuna

DI ujung utara Provinsi Maluku Utara, terdapat sebuah pulau yang berbatasan langsung dengan Samudra Pasifik,…

1 hari ago

DPRD Akan Rekomendasi Kontrak Dokter Khusus Tangani Kekerasan Perempuan dan Anak di Tidore

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tidore Kepulauan meminta seluruh mitra kerja terkait untuk mengambil…

2 hari ago

Polda dan Kejati Maluku Utara Perkuat Sinergitas Penegakan Hukum

Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol Waris Agono, melakukan kunjungan silaturahmi ke Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati)…

2 hari ago

5 Jam Diperiksa Jaksa, Ketua DPRD Maluku Utara Mengaku Hanya Koordinasi

Ketua DPRD Maluku Utara, Ikbal Ruray, menjalani pemeriksaan selama sekitar lima jam oleh tim penyelidik…

2 hari ago