Advetorial

Firman Soebagyo Dukung Menteri ESDM Tindak Tegas Perusahaan Perusak Lingkungan di Raja Ampat

Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, menyatakan keprihatinan mendalam atas kerusakan lingkungan akibat penambangan di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Menurut Firman, sejumlah perusahaan tambang telah melampaui batas kewajaran dalam aktivitasnya. “Kerusakan lingkungan terjadi serius dan mengancam ekosistem pulau-pulau di kawasan tersebut,” kata Firman, Minggu, 8 Juni 2025.

Ia menyebut ada beberapa perusahaan yang diduga terlibat beraktivitas di wilayah tersebut. Antara lain sebagai berikut:

  1. PT Gag Nikel: Beroperasi di Pulau Gag dengan konsesi seluas ±6.030 hektare.
  2. PT Anugerah Surya Pratama (ASP): Menambang di Pulau Manuran (±746 hektare) tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah.
  3. PT Kawei Sejahtera Mining (KSM): Membuka tambang di luar izin lingkungan di Pulau Kawe. Aktivitas mereka menyebabkan sedimentasi di pesisir.
  4. PT Mulia Raymond Perkasa (MRP): Beroperasi di Pulau Batang Pele tanpa dokumen lingkungan dan izin penggunaan kawasan hutan (PPKH). Kegiatannya kini dihentikan.

Firman, yang juga mantan Ketua Komisi IV DPR RI periode 2009–2014 ini menjelaskan, dampak kerusakan meliputi sedimentasi, adalah lumpur menutupi terumbu karang, menghambat fotosintesis, dan mengganggu kehidupan biota laut.

“Lalu pencemaran air, limbah tambang yang mengandung logam berat mencemari perairan laut dan merusak ekosistem,” jelasnya.

Ia menilai pengawasan pemerintah belum cukup. “Pemasangan plang peringatan tidak menyelesaikan masalah. Harus ada penindakan hukum, pencabutan izin, dan kewajiban pemulihan lingkungan oleh perusahaan,” tegas Firman.

Firman juga memberi dukungan kepada Kementerian ESDM dan aparat penegak hukum yang sudah turun langsung menangani kasus ini. Ia menyebut langkah tersebut sebagai bukti keseriusan pemerintah.

Firman mengingatkan, kerusakan lingkungan akibat tambang bukan hal baru. Ia menyinggung pengalaman kunjungan Komisi IV DPR ke wilayah Freeport pada 2014, yang saat itu bahkan dilarang masuk dan dijaga ketat. “Seperti negara dalam negara,” kata Firman geram.

Ia meminta pemerintah tidak tebang pilih dalam menindak pelanggaran. “Jangan sampai seperti kasus Kasuari Laut yang senyap. Ini mengecewakan kami di DPR yang serius menjalankan fungsi pengawasan, namun diabaikan karena perusahaan dikuasai oligarki,” tutup Firman, yang juga sebagai Ketua Umum Ikatan Keluarga Kan Pati Jawa Tengah.

cermat

Recent Posts

Berkah Iduladha, BKM Hikmatullah di Ternate Berbagi Daging Kurban

BKM Hikmatullah di RT19 Kelurahan Toboleu Kompleks Gipsy Puncak, Kota Ternate, Maluku Utara, menggelar pembagian…

8 jam ago

Pemerintah Segera Salurkan Bansos untuk Lansia dan Janda di Morotai

Pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pulau Morotai, Maluku Utara, tengah mematangkan proses verifikasi…

8 jam ago

Hari Raya Idul adha, PT NHM Bagikan 61 Ekor Sapi kepada Masyarakat Lingkar Tambang

PT Nusa Halmahera Minerals (NHM), pengelola Tambang Emas Gosowong menyalurkan 61 ekor sapi untuk masyarakat…

1 hari ago

Terima Hewan Kurban, Warga Gorua Selatan: Terima Kasih Kapolda Malut

Warga Desa Gorua Selatan, Tobelo Utara, Halmahera Utara, mendapat hewan kurban dari Kepala Kepolisian Daerah…

2 hari ago

Peringati Hari Lingkungan Hidup, NHM Gelar Kegiatan Bertema “Hentikan Polusi Plastik”

Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia (World Environment Day) yang jatuh pada tanggal 5…

3 hari ago

Ketua HIPMI Morotai Pertanyakan Keabsahan Muscab Versi Sutikno Ali

Ketua Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Pulau Morotai, Reagen R. Somampow,…

3 hari ago