Diskusi online bertajuk “Digitalisasi Ekonomi: Mengenal Potensi Web3 dalam Mendorong Kesejahteraan” yang diselenggarakan oleh Institut Demokrasi & Kesejahteraan Sosial (INDEKS), Friedrich Naumann Foundation (FNF) Indonesia, dan Kemenham RI pada 7 Oktober 2025
Berdasarkan laporan We Are Social dan Meltwater edisi April 2025, Indonesia menempati peringkat keempat dunia dengan 223,26 juta pengguna internet atau 78,3 persen dari populasi.
Pertumbuhan tahunannya mencapai 9,9 persen, menunjukkan adopsi digital yang pesat serta potensi besar bagi perkembangan ekonomi digital di Indonesia. Namun, ketimpangan akses informasi, dominasi segelintir “raksasa teknologi”, serta inefisiensi sistem ekonomi terpusat masih menjadi hambatan utama bagi pemerataan kesejahteraan.
Isu tersebut diangkat dalam diskusi online bertajuk “Digitalisasi Ekonomi: Mengenal Potensi Web3 dalam Mendorong Kesejahteraan” yang diselenggarakan oleh Institut Demokrasi & Kesejahteraan Sosial (INDEKS), Friedrich Naumann Foundation (FNF) Indonesia, dan Kemenham RI pada 7 Oktober 2025.
Diskusi ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Nanang Sunandar (Ketua Perkumpulan Lembaga INDEKS) dan Ajeng (Kepala Pemasaran Konten Xellar & Pembuat Konten Web3), serta dimoderatori oleh Dedi Irawan (Staf Program Lembaga INDEKS).
Tujuan diskusi ini untuk menganalisis keterkaitan antara kebebasan ekonomi, digitalisasi, dan kesejahteraan, serta menjelaskan konsep Web3 dan desentralisasi bagi masyarakat luas. Diskusi tersebut juga mengidentifikasi peluang karir, kewirausahaan, dan inovasi bisnis di ekosistem Web3 Indonesia, sekaligus mengkaji tantangan regulasi, risiko, dan kesenjangan literasi yang dihadapi.
Pada sambutan pertama, Erlangga Kristanto (Analis Hukum Biro Perencanaan dan Kerja Sama, Kemenham RI), menyampaikan betapa pentingnya melihat digitalisasi ekonomi dari sisi manusia.
“Kami menyakini digitalisasi ekonomi ini bukan semata tentang teknologi melainkan tentang manusia, ini harus digarisbawahi,” ungkap Erlangga. Ia juga menambahkan bahwa diskusi publik yang diselanggarakan FNF dan INDEKS ini sangat relevan, dengan harapan dapat menumbuhkan pemahaman bersama lintas sektor dalam membangun ekosistem digital yang setara, aman, dan berkeadilan.
Kemudian sambutan kedua oleh Elgawaty Samosir (Program Officer FNF Indonesia), menyoroti diskusi yang saat ini selaras dengan alur pemikiran global dan pentingnya inovasi digital dalam hubungannya terhadap kesejahteraan.
“Teknologi berkaitan dengan demokrasi dan partisipasi warga. Kita sedang berjalan selaras dengan alur pemikiran global, tentang bagaimana inovasi digital dapat menjembatani kesejahteraan dan kebebasan,” ujar Elga.
Narasumber pertama Nanang Sunandar, menjelaskan pengertian mendasar mengenai kebebasan ekonomi. Menurutnya, kebebasan ekonomi ialah hak setiap orang untuk menjalankan aktivitas ekonomi dan mengambil manfaat ekonomi yang berasal dari dirinya maupun harta benda pribadinya. Selain itu, ia menekankan hubungan kebebasan ekonomi dan kesejahteraan.
“Jika masyarakat memiliki kebebasan dalam menggunakan apa yang dimiliki, untuk kepentingannya, maka itu akan menghasilkan kesejahteraan bagi dirinya sebagai pelaku ekonomi. Mengapa demikian? Karena unit primer dalam kebebasan ekonomi adalah individu, bukan kelompok,” ungkap Nanang.
Selanjutnya, narasumber kedua Ajeng yang dikenal sebagai Web3 Content Creator, memberikan pemaparan mulai dari hal mendasar, termasuk transformasi dari Web1 sampai Web3. Menurutnya, adanya Web3 bukan bermaksud untuk menggantikan generasi sebelumnya, melainkan lebih berfungsi memberikan nilai tambah atau solusi lebih dari yang generasi sebelumnya miliki. Sebab baginya, Web generasi terdahulu, tidak mempunyai kepemilikan penuh terhadap aset.
Terdapat empat ciri utama Web3, yaitu tidak ada otoritas tunggal seperti bank atau perusahaan besar (decentralized), transaksi dan data dapat diverifikasi publik (transparent), pengguna benar-benar memiliki aset digital (ownership), dan partisipasi pengguna dihargai melalui token ekonomi (incentive-driven).
Lebih jauh lagi, Ajeng menyoroti peluang nyata dalam ekosistem Web3, baginya banyak sekali kesempatan dalam berkarir di Web2.
“Peluang karier di Web3 bukan hanya dikhususkan untuk role teknologi saja, tapi juga pada skill lain misalnya membuat konten, strategi pemasaran, legal dan konsultan, serta pada jasa seperti project manager, moderator, event organizer, researcher,” ujar Ajeng.
Ia menutup sesi materi dengan sebuah pesan penting. “Web3 bukan cuma soal teknologi baru, tapi cara baru kita membangun kepercayaan, kepemilikan, dan masa depan yang lebih adil,” tutup Ajeng.
Dedi Irawan sebagai moderator, juga menutup dengan mengatakan betapa pentingnya diskusi ini, serta memuat beberapa tujuan yang mendasar dan jangka panjang.
“Diskusi ini penting untuk diadakan guna mengurai kompleksitas, mengidentifikasi peluang nyata, dan merumuskan peta jalan partisipasi Indonesia dalam ekonomi digital masa depan yang lebih inklusif dan sentralistik. Dalam manfaat jangka panjang, ini mendukung transparansi hukum dan hak asasi manusia dalam hal kebebasan kepemilikan aset,” ungkap Dedi.
Panitia Khusus (Pansus) mengungkap fakta baru kasus pinjaman pemerintah daerah Pulau Taliabu ke Bank Maluku-Malut…
Kecamatan Pulau Rao, Pulau Morotai, Maluku Utara menjadi tuan rumah pelaksanaan Sidang Majelis Sinode (SMS)…
Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Maluku Utara, Dr. R. Graal Taliawo…
Proyek rehabilitasi dua unit ruang kelas milik SMA Negeri 1 Pulau Morotai, Maluku Utara, hingga…
Nestor Gabriel, seorang nelayan Desa Leo-Leo Rao, Pualau Morotai, Maluku Utara yang sebelumnya dikabarkan hilang…
Festival Nyao Fufu yang digagas oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku Utara dan…