Belasan ekor bangkai kuskus matabiru yang dimankan usai ditembak pemburu liar. Foto: Komunitas Pulo Tareba/cermat
Setidaknya 19 ekor kuskus mata biru (phalanger matabiru) yang merupakan fauna endemik dari Kota Ternate dan Tidore, Maluku Utara, tewas ditembak akibat perburuan liar.
Perburuan fauna endemik itu terjadi di kawasan hutan Kecamatan Ternate Barat, lokasi kuskus mata biru kerap ditemukan. Peristiwa ini terungkap setelah pemuda Komunitas Pulo Tareba di Kelurahan Takome berhasil mencegat para pelaku pada Senin, 29 Desember, dini hari.
Mulanya, aksi perburuan terjadi di hutan sekitar Danau Tolire Besar, Kelurahan Loto. Junaidi Abas, Koordinator Komunitas Pulo Tareba, menjelaskan bahwa kecurigaan bermula ketika ia melihat sorot lampu senter yang terus-menerus mengarah ke pucuk pepohonan.
“Awalnya dikira warga Loto yang sedang berjaga pohon durian, karena saat ini lagi musimnya. Namun diamati lebih lama, cahaya senter malah selalu mengarah ke atas pepohonan,” ungkap Junaidi dalam keterangannya, seperti dikutip cermat, Selasa, 30 Desember 2025.
Untuk memastikan hal tersebut, ia bersama rekan-rekannya menuju lokasi dan mendengar suara tembakan senapan angin yang semakin memperkuat dugaan mereka.
Setelah sempat kehilangan jejak di tepi tebing danau, tim akhirnya berhasil mengadang empat orang pelaku yang mengendarai dua sepeda motor saat hendak keluar hutan. Di sana, ditemukan karung berisi 19 ekor kuskus dan satu ekor biawak, serta dua pucuk senapan angin.
Menurut Junaidi, meski di tahun 2025 ini hanya tercatat satu kasus perburuan, jumlah korban kali ini adalah yang terbanyak dibanding tahun sebelumnya.
Pada 2024, terdapat dua kasus namun hanya melibatkan dua hingga tiga ekor satwa. Tragisnya, dari 19 ekor kuskus yang dibantai kali ini, empat di antaranya masih bayi. “Tahun ini paling banyak biar cuma satu kasus tapi 19 ekor,” kata Junaidi.
Ia memperingatkan bahwa Kuskus Mata Biru kini terancam punah jika perburuan liar terus berlanjut, mengingat habitat hutan yang lebat di Pulau Ternate kini hanya tersisa di wilayah Kecamatan Pulau Ternate dan Ternate Barat.
Junaidi menyebut, para pelaku yang berasal dari Jailolo, Halmahera Barat, mengaku nekat berburu untuk dijadikan santapan malam tahun baru.
Meski sempat ditahan dan diinterogasi dengan melibatkan Babinsa Takome, para pelaku akhirnya dibebaskan dengan peringatan, sementara senjata dan hasil buruan disita.
Seluruh satwa yang mati kemudian dikuburkan oleh para pemuda dengan rasa duka mendalam. Menanggapi lemahnya penegakan hukum, Junaidi yang juga menjabat sebagai Ketua RT 04 Kelurahan Takome ini mendesak Pemerintah Kota Ternate untuk segera menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) terkait perlindungan satwa endemik.
“Kami komunitas tidak punya dasar hukum yang kuat, yang punya itu pemerintah,” tegas Junaidi.
Ia meyakini bahwa jika pemerintah serius dan memberikan ancaman pidana yang berat, hal ini akan memberikan efek jera sehingga perburuan liar tidak akan terjadi lagi, baik di Takome maupun kelurahan lainnya.
Polda Maluku Utara memproses ratusan personelnya yang diduga melakukan pelanggaran disiplin, pelanggaran kode etik profesi…
Kepolisian Daerah (Polda) Maluku Utara mencatatkan prestasi membanggakan sepanjang tahun 2025 dengan meraih 13 penghargaan…
Kesalahan penyebutan nama tim perumus dalam upacara peringatan Hari Jadi Kota Ternate atau HAJAT, menuai…
Warga Kelurahan Sasa, Kecamatan Ternate Selatan, Kota Ternate, digegerkan dengan penemuan sesosok bayi yang diduga…
Peringatan Hari Jadi Ternate (HJT) ke-775 tahun 2025 dengan tema: "Melestarikan Budaya Tanah Leluhur" menjadi…
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pulau Taliabu, Maluku Utara, mulai melakukan rekonstruksi sejumlah ruas jalan untuk membantu…