Foto penulis. Dok pribadi
Oleh: Hijrasil*
BEBERAPA waktu belakangan pertumbuhan ekonomi Maluku Utara menjadi buah bibir di kalangan masyarakat setelah Badan Pusat Statistik merilis pertumbuhan ekonomi Maluku Utara tumbuh 32,9% di kuartal II tahun 2025. Tingginya pertumbuhan ekonomi menjadikan Maluku Utara tertinggi di antara provinsi se Indonesia.
Berdasarkan data, tiga sektor memberikan kontribusi terbesar bagi pertumbuhan ekonomi. Sektor listrik dan gas tertinggi sebesar 69,59 persen, diikuti sektor pertambangan 60,57 dan industri pengolahan 57,51 persen.
Sementara sektor perikanan, pertanian, dan kehutanan tumbuh 2,58 persen.
Pertumbuhan ekonomi Maluku Utara memberikan sebuah gambaran ketimpangan di antara struktur ekonomi lewat produksi. Sektor perikanan, pertanian, dan kehutanan yang menjadi lapangan usaha masyarakat belum menjanjikan peningkatan produksi dan cenderung terus merunduk di bawah sektor ekstraktif.
Dukungan pemerintah melalui program hilirisasi ekonomi di sektor pertambangan hingga menetapkan sebagai proyek strategis nasional adalah cerminan ekonomi politik negara. Langkah pemerintah tersebut telah ikut mendorong pertumbuhan ekonomi bagi Maluku Utara.
Di lain sisi, sektor perikanan, pertanian, dan kehutanan sebagai lahan pekerjaan dan sumber pendapatan utama masyarakat Maluku Utara yang secara geografis tinggal di wilayah kepulauan, belum tergambarkan pertumbuhan produksi dalam ekonomi.
Kebijakan ekonomi melalui program ketahanan pangan dari pemerintah seakan tidak berjalan sehingga jangan heran pertumbuhan sektor ekonomi (perikanan, pertanian, dan kehutanan )kerakyatan menghasilkan produksi yang rendah.
Kemiskinan
Ketimpangan produksi di struktur ekonomi dalam tingginya pertumbuhan ekonomi Maluku Utara, menjadi signal bagi tingkat kesejahteraan masyarakat.
Di tengah tingginya pertumbuhan ekonomi rupanya masih menyimpan masalah kesejahteraan bagi daerah berpenduduk sebanyak 1. 355, 62 juta jiwa. Tingkat kemiskinan berdasarkan data BPS di angka 5,81 persen dan rasio gini di angka 0,3. Sementara garis kemiskinan Maluku Utara sebesar Rp 662.397.
Jumlah penduduk miskin serta angka pengukurnya menggambarkan pertumbuhan ekonomi tinggi bukanlah ledakan ekonomi yang memberi dampak besar ke seluruh masyarakat. Justru sebaliknya hanya tetesan kecil yang di dapat masyarakat dari tingginya pertumbuhan ekonomi.
Fenomena kemiskinan di balik tingginya ekonomi Maluku Utara hanyalah fenomena gunung es dalam masalah ekonomi, di bawahnya masih banyak masyarakat masih belum terakses pekerjaan.
Data BPS mengkonfirmasi masalah pengangguran di angka 4,26 persen. Mengurai Masalah ekonomi mulai dari kemiskinan dan pengangguran adalah cara mengoreksi pertumbuhan yang dianggap epik, sekaligus melihat secara holistik ekonomi Maluku Utara.
Dominasi Ekonomi
Di balik tingginya pertumbuhan ekonomi Maluku Utara, perhatian ditujukan pada sektor ekonomi yang mendominasi struktur PDRB. Seperti disebutkan di atas, sektor pertambangan memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi Maluku Utara. Besarnya kontribusi ini menggambarkan tingginya produksi di ikuti tingginya tenaga kerja di sektor tambang.
Di samping itu, juga mencerminkan dominasi modal di sektor tambang terhadap sektor ekonomi lain. Relasi modal menunjukkan penguasaan terhadap sumber daya produksi seperti sumber daya alam, alat produksi dan tenaga kerja.
Begitu besarnya modal di sektor pertambangan memberikan dampak kepada sektor lain seperti tenaga kerja di sektor lain yang berimigrasi ke pertambangan. Iming-iming upah tinggi adalah alasan banyak tenaga kerja di sektor lain beralih ke sektor tambang. Dampak dari peralihan ini yaitu berkurangnya tenaga kerja di sektor lain seperti pertanian, perikanan, dan perkebunan sehingga produksi di tiga sektor ekonomi rakyat ikut terancam berkurang.
Keberlanjutan Ekonomi
Selain menunjukkan dominasi produksi, dominasi modal menunjukkan tingginya investasi di sektor pertambangan. Triwulan II 2025 nilai investasi di pertambangan mencapai Rp 14, 93 triliun atau 76,19% dari total investasi di Maluku Utara. Begitu besar nilai investasi menunjukkan sisi produksi yang tinggi di sektor pertambangan dengan pemaksimalan sumber daya produksi secara masif.
Pemaksimalan ini dapat dilihat melalui luas kawasan konsesi tambang yang mencapai 655.581,43 hektare. Luasnya lahan produksi berpotensi menimbulkan kerusakan ekosistem alam di wilayah sekitar tambang, sehingga pemaksimalan produksi perlu memperhatikan keberlanjutan lingkungan.
Keberlanjutan ekonomi di Industri ekstraktif bukan sekadar mengadakan manfaat ekonomi dalam jangka panjang, lebih dari itu diselenggarakan berdasarkan prinsip keseimbangan dengan menempatkan keadilan sebagai bentuk moral ekonomi yang mengedepankan aspek etika dalam berproduksi.
Kenyataannya moral ekonomi yang dihadirkan dalam proses produksi industri ekstraktif di Maluku Utara masih jauh api dari panggang. Sebaliknya pengejaran ekonomi lebih mendominasi dibandingkan mempertahankan keseimbangan lingkungan dan keadilan bagi masyarakat di lingkaran pertambangan.
Isu pencemaran limbah di teluk Weda, Halmahera Tengah dan Obi, Halmahera Selatan sebagai pusat aktivitas pertambangan, akibat dari masifnya aktivitas produksi yang dilakukan perusahaan menyebabkan sejumlah masyarakat dan nelayan terancam kelangsungan hidupnya baik ekonomi dan kesehatan.
Kabar penyerobotan lahan di wilayah adat desa Wayamli Maba Tengah, Halmahera Timur oleh perusahaan tambang ikut membenarkan pelanggaran moral ekonomi yang di dasarkan pada keadilan dan etika.
Ancaman Dominasi Modal
Pada akhirnya keberlanjutan ekonomi melalui akumulasi kapital oleh perusahaan lebih utama dibandingkan keberlanjutan ekonomi masyarakat di kawasan pertambangan. Di arena produksi keberpihakan pemerintah saat ini berada di persimpangan jalan antara memilih keberlanjutan modal atau keberlanjutan hidup masyarakat sebagai wujud eksistensi budaya, lingkungan dan ekonomi.
Krisis pangan akibat aktivitas modal lewat perluasan kawasan konsesi tambang di hutan Halmahera mengancam kelangsungan pangan bagi hidup O’Hongana Manyawa di Halmahera. Sedangkan di laut masyarakat dan nelayan terancam pemenuhan pangan dan ekonomi.
Narasi O’Hongana Manyawa, petani, nelayan dan Masyarakat di Halmahera dalam hingar bingar semu tingginya pertumbuhan ekonomi Maluku Utara redup dikalahkan dominasi modal. Pengejaran pertumbuhan ekonomi menutupi kabar ancaman hidup O’Hongana Manyawa, masyarakat Halmahera, dan produksi petani, serta para nelayan. Sehingga tingginya pertumbuhan ekonomi Maluku Utara sesungguhnya adalah wajah dominasi modal di arena produksi.
—–
*Penulis merupakan dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Khairun Ternate
Setelah lima tahun penyidikan, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Halmahera Timur akhirnya merampungkan berkas perkara…
Berdasarkan laporan We Are Social dan Meltwater edisi April 2025, Indonesia menempati peringkat keempat dunia…
Panitia Khusus (Pansus) mengungkap fakta baru kasus pinjaman pemerintah daerah Pulau Taliabu ke Bank Maluku-Malut…
Kecamatan Pulau Rao, Pulau Morotai, Maluku Utara menjadi tuan rumah pelaksanaan Sidang Majelis Sinode (SMS)…
Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Maluku Utara, Dr. R. Graal Taliawo…
Proyek rehabilitasi dua unit ruang kelas milik SMA Negeri 1 Pulau Morotai, Maluku Utara, hingga…