Foto Penulis: Agus SB
Oleh: Agus SB*
Berpuasa, mengeluarkan zakat (diri dan harta) dan saling memaafkan, merupakan tiga rangkai dari totalitas ibadah pada bulan Ramadhan. Menunaikan ketiganya mencerminkan kepatuhan seorang muslim kepada sang Pencipta-NYA.
Berpuasa mengondisikan setiap muslim menekan dan menjinakkan potensi negativitas dirinya (berlebihan dalam kehidupan materil dan merayakan syahwat), potensi yang bersisian dengan kesadaran kebajikan berupa nilai dan norma Ilahiah dalam diri.
Manifestasi potensi negativitas itu wujud dalam bentuk pelanggaran bahkan pembangkangan terhadap nilai dan norma yang digariskan sang Pencipta sebagai petunjuk, pedoman hidup, seperti: wujud dalam bentuk menyakiti orang lain dalam berbagai cara dan bentuk; wujud dalam bentuk penghancuran saling percaya (trust) di antara manusia melalui berbagai cara dan bentuk; wujud dalam penghancuran potensi dan sumberdaya alam yang bermanfaat bagi kehidupan bersama: wujud dalam pengingkaran terhadap hak azasi manusia lain. Potensi kebajikan wujud dalam cara dan bentuk kebalikan dari potensi dan wujud negativitas.
Dalam imajinasi, saya dapat mengatakan, dengan mengeluarkan zakat, diri dan harta, kita tidak serta merta mengubah nasib dari para penerimanya dari kondisi (serba) kekurangan kepada kondisi berkecukupan. Bukan hanya jumlah dari zakat yang diberikan dan diterima oleh yang berhak, tetapi juga hanya dalam momen Ramadhan (kecuali jika kita berpikir dan melakukan perubahan tatakelola zakat, bersama sedekah dan jenis aset terkait lain, dengan cara yang lebih radikal untuk tujuan mengubah kondisi kehidupan materil mereka yang papah).
Egoisme dan kikir merupakan satu di antara aspek-aspek lain dari potensi negativitas pada manusia. Perintah mengeluarkan zakat sama pentingnya dengan mendirikan shalat. Seorang muslim yang reflektif dapat menangkap pesan dari perintah mengeluarkan zakat diri dan harta lebih dari sekadar menyucikan jiwa dan hartanya.
Perintah itu serentak menyuruh kita untuk memikirkan dan bertindak solutif mengatasi ketimpangan atau kesenjangan tingkat kecukupan material yang terjadi di dalam dan di antara kaumnya. Upaya mengatasi hal itu membuat kehidupan ini layak diperjuangkan oleh seorang muslim, dan bagi mereka yang papah melihat kehidupan ini layak mereka jalani.
Dalam satu surah, Tuhan mengatakan, kurang lebih; “Kami tidak akan merubah nasib sebuah kaum kecuali mereka sendirilah yang mengubahnya”. Sebuah “kaum” adalah sebuah komunitas, sebuah bangsa. Tetapi mereka yang berada dalam kondisi papah tak memiliki banyak “kuasa” untuk dapat keluar dari kondisi kehidupan mereka.
Secara sosiologis, mereka adalah kategori dan atau kelompok sosial yang ada dan hidup di tengah tengah sebuah komunitas, sebuah bangsa. Kondisi kehidupan mereka sesungguhnya merefleksikan kehidupan keseluruhan komunitas atau bangsa, suatu keadaan kehidupan yang berjalan dengan meninggalkan sebagian dari kaumnya (kelompok sosial) tertatih dalam kondisi papah yang hampir mustahil dapat diatasi sendiri. Kata “papah” itu sendiri berarti “menumpukkan tangan pada bahu orang lain” (KBBI online).
Aspek ketiga yakni saling memaafkan. Dengan memaafkan kepada yang bersalah, serentak mengingatkan diri sendiri pun tak luput dari berbuat salah, keliru dan lupa pada sesuatu yang seharusnya tidak dilupakan, tidak seharusnya menyakiti, tidak seharusnya membuat kekeliruan. Bahkan, memaafkan yang tak termaafkan, seperti seseorang atau peristiwa atau kejadian yang melukai kita lahir batin, yang melampaui akal sehat yang memaklumi dan menerima bahwa setiap manusia dapat berbuat salah.
Hassan Hathout (Forgiveness In Islam. T.t: 7) mengisahkan, “suatu ketika Abu Bakar, Khalifah pertama, memiliki seorang kerabat bernama Mistah yang ia bantu secara finansial. Sebuah kejadian menyedikan terjadi ketika sekelompok orang munafik, termasuk Mistah, berencana menyebarkan rumor untuk mencoreng nama baik dan kehormatan Aisyah, puteri Abu Bakar dan isteri Nabi Muhammad. Krisis psikologis menimpa Nabi, isterinya, ayahnya, dan komunitas muslim. Sekitar enam mingggu kemudian sebuah ayat Al-Qur’an diturunkan yang melegakan semua pihak.
Tanggapan wajar Abu Bakar adalah menangguhkan bantuan keuangan kepada Mistah karena tindakan jahat Mistah. Beberapa waktu kemudian Nabi memanggil Abu Bakar dan memberitahunya, bahwa sebuah ayat diturunkan menentang sikapnya yang suka menghukum, sebagaimana Allah SWT katakan dalam Al-Qur’an: “Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan (rezeki) di antara kamu bersumpah (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(-nya), orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S. An-Nur: 22).
Abu Bakar pun segera memulihkan kebaikannya kepada Mistah. Kisah Abu Bakar dan ayat dalam surah An-Nur menunjukkan bahwa saling memaafkan merupakan norma yang mengatur hubungan-hubungan sosial yang merefleksikan nilai keharmonisan yang dikehendaki Allah SWT.
Dengan berpuasa, karena itu, setiap kita menjinakkan hingga melemahkan selemah lemahnya potensi negativitas yang kerapkali muncul menekan sisi kebajikan dalam diri; dengan zakat kita menjinakkan kekikiran dan egoisme diri sambil mengasah sifat altruistik kepada pihak lain yang berhak atasnya, agar semua orang atau kelompok sosial di dalam komunitas atau bangsa dapat hidup layak dan pantas disebut sebagai sebuah bangsa (ummah); dan, dengan memaafkan kita menyehatkan batin dari rasa bersalah sambil menerima (memaafkan) pihak lain kembali dalam suatu hubungan seperti sediakala, bahkan menerima yang tak terterima.
Ketiga aspek ibadah dalam bulan Ramadhan ini tidak dapat diceraikan, dan tentu, ketiga aspek juga tidak dapat diceraikan dari totalitas ajaran Islam. Namun khususnya ketiga aspek dari ibadah dalam ramadhan ini, menunjukkan metafmorfosis satu sama lain dari nilai dan norma Ilahiah, yang menjadi fondasi kehidupan bersama sebagai ummat yang satu, bangsa yang satu. Kehidupan bersama sebagai sebuah ummat Muhammad SAW, dan layak dinamakan sebagai sebuah bangsa, jika setiap warga dari ummat ini, bangsa ini: saling peduli, bekerjasama, dan berbagi kebajikan di bawah Rakhmat dan Pengampunan Sang Pencipta.
Allah SWT telah menetapkan shalat, berpuasa, mengeluarkan zakat dan saling memaafkan sebagai ritual yang dikehendaki-NYA , dan atas kehendak-NYA, ritual pada bulan ramadhan ini (puasa, zakat dan memaafkan—tentu saja berpuasa dan saling memaafkan dapat dilakukan di luar ramadhan) berjalan menurut penghitungan tahun hijriah.
Sebanyak 25 Nabi dan Rasul yang telah diutus ALLAH SWT hingga Nabi Muhammad SAW, dan ritual Ramadhan pada setiap tahun hijriah, kiranya cukup mengajarkan bahwa, potensi negativitas manusia kerapkali memenangkan dan mendominasi seterunya berupa potensi kebajikan Ilahiah dalam diri manusia.
Setiap momen Ramadhan, karena itu, adalah saat memulihkan kebajikan dalam diri sambil menjinakkan negativitas, demi kehidupan bersama sebagai ummat yang satu, sebagai sebuah bangsa yang satu di dalam kenyataan keragaman primordial.
Ketika takbir “Allahu Akbar” dikumandangkan ke angkasa pada 30 Maret kemarin, perang sesungguhnya barulah dimulai.
Ketika selubung puasa (dan Ramadhan itu sendiri) diseret oleh waktu ke masa lalu, semua yang ada pada diri setiap kita, yang nampak secara lahir maupun yang tak nampak di dalam batin, kembali terekspos di hadapan segala jenis “godahan” yang mengancam. Dan taqwa, dalam satu pengertian, adalah kehati-hatian terhadap godaan yang dapat melumat habis semua jerih yang telah diupayakan selama ramadhan. Astagfirullah, hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui.
——
*Penulis adalah Pengajar Antropologi, IAIN Ternate
Kejaksaan Negeri (Kejari) Ternate berpotensi menjemput paksa terdakwa kasus penyebaran berita bohong (hoaks) dan pencemaran…
Tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku Utara dalam waktu dekat akan menggelar…
Tim penyidik Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Ternate menyerahkan tiga anggota Satpol PP, yang…
Bupati Halmahera Utara Piet Hein Babua dan Wakil Bupati Kasman Hi Ahmad, secara resmi melepas…
Dua pemain bintang Malut United, Yakob Sayuri dan Yance Sayuri, secara resmi melaporkan sejumlah pemilik…
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, melantik 31 pejabat struktural…