Tim Advokasi untuk Keadilan Masyarakat Tobelo Dalam resmi mendaftarkan permohonan pra Peradilan ke Pengadilan Negeri Kelas II Soasio, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, Rabu (5/4). Foto: Istimewa
Tim Advokasi untuk Keadilan Masyarakat Tobelo Dalam resmi mendaftarkan permohonan pra Peradilan ke Pengadilan Negeri Kelas II Soasio, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, Rabu (5/4).
Permohonan pra Peradilan dengan nomor 1/Pid.Pra/2023/PN.Sos itu ditujukan kepada Polres Halmahera Timur sebagai Termohon.
Sebelumnya, anggota Polres Haltim selaku Termohon menangkap dan menahan dua warga Suku Tobelo Dalam bernama Alen Baikole dan Samuel Baikole.
Alen diamankan di tempat kerjanya, lingkungan SP3 Desa Subaim. Sedangkan Samuel di rumahnya, Dusun II Smean, Kecamatan Buli, Haltim.
PPMAN dan LBH Marimoi yang tergabung dalam tim advokasi menilai, langkah Polres Haltim tidak sesuai prosedur hukum.
Bahkan, proses penggeledahan atau penyitaan dinilai keliru dan bertentangan dengan ketentuan serta undang-undang yang berlaku.
Ketua PPMAN, Syamsul Alam Agus, menilai tindak pidana yang disangkakan kepada para Pemohon sarat rekayasa yang seharusnya tidak dapat disangkakan.
“Langkah penangkapan, penahanan, hingga penetapan tersangka sarat pelanggaran HAM,” ucap Syamsul dalam keterangan tertulis kepada cermat, Kamis (6/4).
Menurutnya, dari banyaknya temuan pelanggaran itulah yang menjadi dasar tim advokasi mengajukan permohonan pra Peradilan.
Bagi Syamsul, praktik penegakkan hukum dan profesionalisme polisi sangat penting dalam menjalankan tugas dan fungsinya
“Tentu berdasarkan undang-undang, dan ini sebagai salah satu langkah korektif bagi Termohon dalam menjalankan tugasnya,” tandasnya.
Ketua Tim Advokasi untuk Keadilan Masyarakat Adat Tobelo Dalam, Maharani Caroline, mengatakan dalam penangkapan, Termohon tidak memiliki surat penangkapan.
“Padahal KUHAP mengatur bahwa penangkapan tanpa surat perintah hanya dapat dilakukan saat seseorang tertangkap tangan,” jelasnya.
Di samping itu, sambung Maharani, Temohon menangkap para Pemohon disertai tindakan kekerasan. “Agar Pemohon mengakui perbuatannya,” katanya.
Selain itu, tindakan Termohon melakukan penyitaan telah melanggar aturan dalam KUHAP. Sebab, langkah penyitaan harus mendapat izin dari pengadilan.
“Tindakan Termohon menyita sebuah handphone milik Alen Baikole merupakan tindakan yang telah melanggar aturan KUHAP,” jelasnya.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Ternate berpotensi menjemput paksa terdakwa kasus penyebaran berita bohong (hoaks) dan pencemaran…
Tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku Utara dalam waktu dekat akan menggelar…
Tim penyidik Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Ternate menyerahkan tiga anggota Satpol PP, yang…
Bupati Halmahera Utara Piet Hein Babua dan Wakil Bupati Kasman Hi Ahmad, secara resmi melepas…
Dua pemain bintang Malut United, Yakob Sayuri dan Yance Sayuri, secara resmi melaporkan sejumlah pemilik…
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, melantik 31 pejabat struktural…