Pemandangan dari jalan antar desa yang melintasi daerah operasi PT IWIP di Halmahera Tengah. Foto: Opan
Kehadiran industri pertambangan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Halmahera Tengah memicu kekhawatiran serius kerusakan lingkungan, termasuk penurunan kualitas udara.
Warga seperti di Desa Gemaf, Lelilef, dan Sagea melaporkan perubahan signifikan pada kondisi udara, ditandai dengan kabut tebal dan fenomena langit berwarna merah pekat, yang sebelumnya tidak pernah mereka alami.
Rifya, seorang warga Desa Sagea, saat ditemui Selasa, 12 Februari 2025 mengungkapkan bahwa dalam seminggu terakhir, udara di desanya terasa berbeda dibandingkan minggu-minggu sebelumnya. “Setiap hari terlihat kabut tebal melintasi Sagea,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa dedaunan di pekarangan rumahnya kini sering tertutup debu yang menyerupai fly ash bottom ash (FABA).
Laporan dari Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) pada Agustus 2023 mengindikasikan bahwa kualitas udara di sekitar area pertambangan telah menurun drastis. Di jalan kabupaten yang membelah Desa Lelilef Sawai dan Desa Lelilef Woebulen, konsentrasi debu terdeteksi tinggi, dengan kadar particulate matter berdiameter kurang dari 10 mikrometer (PM10) mencapai 101 µg/m³. Angka ini melampaui baku mutu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021.
Sementara, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara, Faizal Ratuela, menjelaskan bahwa kondisi udara di wilayah pertambangan Halmahera Tengah saat ini berstatus waspada.
Hal ini disebabkan oleh emisi yang dihasilkan oleh smelter dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT IWIP.
“Smelter dan PLTU PT IWIP berbahan baku batu bara dan belerang, menghasilkan buangan kandungan berbahaya seperti Nitrogen Dioksida (NO₂), Sulfur Dioksida (SO₂), dan Particulate Matter (PM2.5),” jelasnya.
Selain penurunan kualitas udara, warga juga menghadapi masalah lingkungan lainnya. Sungai-sungai yang dulunya menjadi sumber air bersih, seperti Sungai Kobe dan Ake Jira, kini tercemar dan tidak lagi layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Air sungai berubah menjadi cokelat dan keruh akibat sedimentasi dari aktivitas penambangan.
Kondisi ini memerlukan perhatian serius dari pihak terkait untuk memastikan bahwa aktivitas industri tidak mengorbankan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat setempat,” pungkasnya.
—–
Penulis: Opan
Kejaksaan Negeri (Kejari) Ternate berpotensi menjemput paksa terdakwa kasus penyebaran berita bohong (hoaks) dan pencemaran…
Tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku Utara dalam waktu dekat akan menggelar…
Tim penyidik Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Ternate menyerahkan tiga anggota Satpol PP, yang…
Bupati Halmahera Utara Piet Hein Babua dan Wakil Bupati Kasman Hi Ahmad, secara resmi melepas…
Dua pemain bintang Malut United, Yakob Sayuri dan Yance Sayuri, secara resmi melaporkan sejumlah pemilik…
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, melantik 31 pejabat struktural…