WDGafoer saat membaca puisi "Manyawa" di MIWF 2025. (Foto: dok. Makassar International Writers Festival).
Makassar International Writers Festival (MIWF) 2025 menjadi momen penting bagi WDGafoer atau Wahyuddin D Gagur sebagai penyair pertama asal Kota Ternate, Maluku Utara yang berpartisipasi pada event internasional tersebut.
WDGafoer menjadi satu dari 150 peserta yang terdiri dari penulis, seniman, aktivis komunitas dari seluruh Indonesia yang turut andil dalam MIWF 2025 yang digelar di Benteng Rotterdam, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada 28 Mei hingga 1 Juni 2025 lalu.
Event internasional yang digagas oleh Rumata’ Artspace ini mengangkat tema “Land & Hand” yang menekankan pentingnya menjaga dan merawat ruang hidup, serta melawan segala bentuk perampasan dan penindasan terhadap komunitas dari tanah.
Kesempatan tampil di ajang bergengsi seperti MIWF 2025 menjadi panggung bagi WDGafoer untuk membacakan puisi tentang kisah komunitas adat O Hangana Manyawa atau orang Tobelo Dalam di hutan-hutan perawan Halmahera dengan judul “Manyawa”.
WDGafoer sendiri sangat senang bisa mendapat kesempatan tampil di MIWF 2025 setelah namanya terpilih sebagai Emerging Makassar Writers 2025, dan turut mengisi panel diskusi, termasuk pembacaan karya dan diskusi tematik yang mengangkat isu krusial dari kawasan timur Indonesia.
“Saya senang dan tegang sekaligus. Apa yang saya bayangkan adalah pertemuan dengan banyak penulis-penulis terbaik, yang tentu saja punya jejak kekaryaan mumpuni,” ujar WDGafoer kepada Cermat, Rabu, 4 Juni 2025.
Menurutnya, bisa turut andil dalam event internasional sebesar MIWF 2025 adalah kesempatan yang sangat berharga baginya karena dapar menguji karya serta kemampuannya sebagai penulis dan penyair.
“Saya rasa ini bisa menjadi kesempatan untuk menguji batas kemampuan saya sebagai penulis, bertemu dan berbagi pengalaman dengan mereka dari berbagai pelosok Indonesia bisa jadi kesempatan berharga untuk mamicu energi kreatif saya,” ungkapnya.
Tak hanya membacakan puisi berjudul “Manyawa”, WDGafoer juga mengisi panel diskusi bertajuk “Anatomy of A Land Grab”, yang mengupas krisis tanah dan ekologi akibat mafia tanah dan ekspansi tambang di kawasan timur Indonesia.
Melalui puisi “Manyawa” tersebut penulis buku “Munira” dan “Gapolida” tersebut ingin mengenalkan dataran Halmahera di Maluku Utara sebagai ruang geografis, tetapi sebagai lanskap kehidupan, pengetahuan, dan perlawanan.
Komunitas Forum Karyawan Lokal Kristen NHM dan Mitra Kerja (Forkaloka) merayakan ibadah pra-Natal bersama masyarakat…
PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) menerima penghargaan Kie Raha Award dari Bank Indonesia…
Setelah melakukan rapat kerja dengan Menteri Pertanian, Dr. R. Graal Taliawo, S.Sos., M.Si. lanjut melangsungkan…
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyoroti proses pembahasan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) milik perusahaan…
Sedikitnya enam kecamatan di Pulau Morotai, Maluku Utara, berpeluang mendapatkan kuota minyak tanah pada tahun…
Petugas Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Ternate, Maluku Utara, menggagalkan upaya penyelundupan narkotika jenis ganja…