Herman Oesman, Sosiolog Maluku Utara
Pemerintah Kota Ternate baru saja gembira, dengan perolehan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang menorehkan 83 poin, tertinggi dari seluruh kabupaten/kota di Maluku Utara. Lalu, bagaimana IPM itu dalam perspektif sosiologi?
Herman Oesman, Sosiolog Maluku Utara mengatakan, IPM selama ini dipahami sebagai ukuran kemajuan suatu wilayah yang bersifat kuantitatif dan teknokratis. Dalam kategori UNDP, IPM menggabungkan tiga dimensi utama: umur panjang dan sehat, pengetahuan, serta standar hidup layak. Dalam praktik kebijakan, IPM kerap dijadikan indikator keberhasilan pemerintah.
Menurutnya—dalam perspektif sosiologi, IPM tidak sekadar angka statistik, melainkan cermin dari relasi sosial, struktur kekuasaan, dan ketimpangan yang bekerja di dalam masyarakat.
“Secara konseptual, IPM berangkat dari gagasan human development yang menekankan perluasan pilihan hidup manusia. Dalam pandangan sosiologi, perluasan pilihan tersebut tidak terjadi di ruang hampa. Akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan pendapatan (ekonomi) sangat ditentukan kelas sosial, gender, etnisitas, dan wilayah geografis,” ujar Dosen Universitas Muhammadiah (UMMU) ini kepada cermat, Rabu 24 Desember 2025.
“Karena itu, IPM yang meningkat secara agregat belum tentu mencerminkan perbaikan kualitas hidup seluruh kelompok sosial. Di sinilah sosiologi memberi kritik terhadap kecenderungan IPM yang menutupi ketimpangan internal,” tambahnya.
“Dimensi pendidikan dalam IPM, misalnya, kerap direduksi menjadi rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah. Padahal, sosiologi pendidikan menunjukkan bahwa sekolah bukan hanya ruang transfer pengetahuan, tetapi juga arena reproduksi ketimpangan social,” ujar HerOes, sapaan akrab Herman.
HerOes menilai, anak-anak dari keluarga kelas menengah dan atas, misalnya, memiliki modal budaya dan ekonomi yang lebih besar untuk meraih pendidikan berkualitas dibandingkan kelompok miskin.
“Mari kita lihat sekolah-sekolah favorit Kita di Ternate hanya dapat dimasuki mereka yang punya modal cukup. Dengan demikian, kenaikan angka pendidikan dalam IPM bisa saja bersifat elitis dan tidak menyentuh kelompok marginal”.
Hal serupa terjadi pada dimensi kesehatan. Angka harapan hidup yang meningkat tidak selalu berarti keadilan kesehatan. Perspektif sosiologi kesehatan menekankan adanya Social Determinants of Health, seperti kondisi kerja, lingkungan, dan akses layanan publik. Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir atau daerah terpencil kerap memiliki IPM lebih rendah karena mereka berada dalam struktur sosial yang merugikan. IPM, dalam konteks ini, merefleksikan ketimpangan struktural, bukan semata kegagalan individu.
Ia juga menjelaskan dalam pandangan sosiologis, dimensi standar hidup layak, yang diukur melalui pendapatan perkapita, juga menuai kritik. Pendapatan rata-rata kerap menyamarkan jurang antara kaya dan miskin. Dalam masyarakat yang mempraktikkan model kapitalistik, pertumbuhan ekonomi dapat berjalan seiring dengan meningkatnya ketimpangan.
“IPM yang naik karena peningkatan pendapatan agregat tidak otomatis berarti peningkatan kesejahteraan sosial, terutama bagi pekerja informal; petani dan nelayan kecil, serta masyarakat terpencil,” kata HerOes.
Dari perspektif sosiologi pembangunan, IPM seharusnya dibaca sebagai indikator relasional. Artinya, angka IPM harus dianalisis bersama konteks sosial, politik, dan budaya yang melingkupinya.
Herman bilang, pembangunan manusia, menurut akademikus James Midgley (2014), tidak hanya soal capaian numerik, tetapi juga tentang keadilan sosial, partisipasi warga, dan pengakuan terhadap kelompok rentan. Tanpa pendekatan ini, IPM berisiko menjadi alat legitimasi politik yang mengaburkan realitas ketimpangan.
“Dengan demikian, secara sosiologi diingatkan, bahwa IPM bukan tujuan akhir pembangunan, melainkan alat diagnosis sosial. Angka IPM perlu dibaca secara kritis untuk mengungkap siapa yang diuntungkan dan siapa yang tertinggal. Pembangunan manusia sejati bukan hanya meningkatkan indeks, tetapi juga membangun struktur sosial yang adil, inklusif, dan berkelanjutan,” tutupnya.
Kepala Museum Rempah Kota Ternate, Rinto Taib secara aktif mendorong percepatan pembangunan Museum Alferd Russel…
Pemerintah Kota Ternate, Maluku Utara memastikan kesiapan pelaksanaan HAJAT (Hari Jadi Ternate) 2025 dengan konsep…
Pemerintah Kota Ternate, Maluku Utara beri layanan transportasi publik gratis jelas Natal 2025 dan tahun…
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Ternate resmi menggelar seminar nasional dan musyawarah cabang ke-6…
Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, menggelar gerakan pangan murah sebagai upaya mengantisipasi inflasi daerah…
Arus mudik Natal dan Tahun Baru di Pelabuhan Ahmad Yani, Kota Ternate, Maluku Utara terpantau…