Feature

Kota Tua dan Jejak Toleransi di Ternate

Jejak arsitektur tua di Kampung Tenga, Kota Ternate, Maluku Utara, yang dipengaruhi oleh beragam agama dan budaya menjadi bukti bahwa sejak abad ke-18 sudah terbentuk struktur sosial dan toleransi antar umat beragama.

Rosydan Arby, Peneliti Kawasan Kota Tua di Ternate, mengatakan, dari struktur bangunan di Kampung Tengah, Ternate Tengah, apabila dilihat dari peta ada garis imajiner antara rumah ibadah dari berbagai agama seperti masjid, gereja dan klenteng yang dibangun berdekatan.

“Jejak ini diteliti dari sumber-sumber pasca kolonial, abad ke-18. Rumah ibadah adalah simbol terbentuknya struktur sosial sejak saat itu,” kata Rosydan pada cermat, Senin (13/5)

Penelitian Kota Tua yang dilaksanakan bersama Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Ternate ini, bertujuan untuk memetakan kembali kawasan Kota Tua yang dahulunya menjadi activity space dan membentuk dua sektor utama yakni sektor perdagangan dan sosial.

Setelah mengumpulkan data, para peneliti melakukan diskusi dan ditemukan adanya korelasi data di lapangan oleh tim peneliti dan narasumber dari pihak komunitas Arab di Ternate. 

Alwi Alhadaar, salah satu anggota komunitas Arab, mengatakan, ada garis teoritis antara Benteng Oranje, Masjid Muttaqin, klenteng, dan Gereja Batu di Ternate Utara. Menurutnya, hal ini menjadi bagian tidak terpisahkan sejak abad ke-18. 

“Dari penentuan garis imajiner tersebut, mungkin bisa kita temukan korelasi antara sektor perdagangan dan penyebaran antara etnis komunitas China, Arab, dan Sarani lewat pembentukan pemukiman,” ujar Alwi.

Hingga saat ini, banyak ditemukan hunian tua di kawasan Kampung Tenga dengan gaya klasik bermaterial kayu. Menurut Rosydan, gaya hunian tersebut adalah corak arsitektur lokal, tapi bisa menjadi gaya arsitektur Vernakular karena bentuk jendela dan pintu sama besarnya dan ini termasuk gaya bentukan arsitektur yang langka. 

“Tetapi kalau dilihat dari hasil wawancara, hunian-hunian tersebut dirancang dengan keseragaman. Dan arsiteknya itu orang Gorontalo. Karena rata-rata rumah orang Arab seperti itu, sama persis di kampung Arab di Manado dan Gorontalo, dan beberapa daerah lainnya yang adanya penamaan Kampong Arab,” kata Rosydan.

Kampung Palembang

Dalam beberapa catatan sejarah, berdirinya Kampung Tenga ini tidak lepas dari cerita pengasingan Sultan Mahmud Badaruddin II bersama keluarga dan pasukannya ke Ternate dari pemerintah Belanda.

Beberapa sumber menyebutkan, Sultan Mahmud Badarudin II tiba di Ternate pada 1822 dan ditawan Belanda di dalam Benteng Oranje. Namun akhirnya karena kompromi dengan Kesultanan Ternate, ia bersama pengikut dan keluarga diperkenankan tinggal dan berbaur dengan komunitas lainnya.

“Dulu orang mengenal kawasan ini dengan sebutan Istana Palembang,” tutur Maulana.

cermat

Recent Posts

Kementerian ATR/BPN Raih Penghargaan Popular Government Institution 2025 dari The Iconomics

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menerima penghargaan Popular Government Institution 2025 dari…

20 menit ago

Ketika Antam Tinggalkan Kerusakan Tanpa Kontribusi Berarti di Halmahera Timur

Setelah lebih dari 20 tahun beroperasi di Halmahera Timur, Maluku Utara, PT Aneka Tambang (Antam)…

2 jam ago

Ghifari Bopeng Kena Somasi PT Apollu Nusa Konstruksi soal Utang 1,3 Miliar

PT Apollu Nusa Konstruksi melayangkan surat tagihan dan somasi kepada PT Hapsari Nusantara Gemilang untuk…

14 jam ago

Jejak Harmonis Alam dan Tambang Emas Gosowong

Setiap 10 Agustus, Indonesia memperingati Hari Konservasi Alam Nasional sebagai momen refleksi pentingnya menjaga kelestarian…

15 jam ago

Kongsi Gigs dan Suara Perlawanan dari Right Chambers untuk 11 Warga Adat Sangaji

Kongsi Gigs: Music, Football, Culture di Ternate, Maluku Utara, bukan sekadar acara manggung. Acara ini…

16 jam ago

FORMAT PRAGA Serahkan Dokumen Laporan Mafia Tambang ke KPK

Perwakilan massa Aksi Front Mahasiswa Maluku Utara Pro Warga Maba Sangaji (FORMAT PRAGA) akhirnya menyerahkan…

17 jam ago