Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo. Foto: Istimewa
Pemerintah Indonesia mengajukan pinjaman luar negeri sebesar Rp6,49 triliun kepada Instituto de Crédito Oficial (ICO) dan Banco Bilbao Vizcaya Argentaria (BBVA) asal Spanyol.
Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai proyek Maritime and Fisheries Integrated Surveillance System (MFISS) yang digagas oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Berdasarkan surat pemberitahuan dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan kepada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, rincian pinjaman tersebut meliputi EUR 150.800.000 (sekitar Rp2,9 triliun) dari ICO dan EUR 189.082.010 (sekitar Rp3,6 triliun) dari BBVA. Totalnya mencapai Rp6,49 triliun.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, menyampaikan kritiknya. Menurutnya, pinjaman luar negeri untuk proyek MFISS belum memiliki urgensi yang cukup dan justru menambah beban utang negara di era pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Kalau dilihat dari sisi urgensi, proyek ini belum mendesak. Kementerian KKP seharusnya bisa memaksimalkan anggaran yang ada untuk penguatan program rutin, termasuk penggunaan produk dalam negeri untuk kebutuhan kapal. Meskipun anggaran belum optimal, setidaknya kita tidak perlu menambah utang yang bisa memperbesar ketergantungan terhadap pihak luar,” ujarnya saat dihubungi media ini, Minggu, 20 April 2025.
Firman juga mengingatkan bahwa Presiden Prabowo telah menyatakan komitmennya untuk mengurangi utang luar negeri dan mendorong kemandirian bangsa melalui penguatan produk dalam negeri.
“Presiden telah menginstruksikan agar penguatan produk dalam negeri menjadi prioritas. Jangan sampai budaya berutang ini terus dilanggengkan dan membuat bangsa tersandera,” tambahnya.
Ia menyoroti bahwa dalam kondisi anggaran negara yang terbatas serta penerapan sistem unified budget, pinjaman baru untuk proyek MFISS justru mengganggu alokasi anggaran dari Rupiah Murni (RM) yang seharusnya digunakan untuk kegiatan prioritas dan bersifat dasar (baseline).
Lebih lanjut, Firman menyayangkan minimnya transparansi dari KKP terkait skema pembiayaan proyek MFISS tersebut. Ia menyebut, proyek ini tidak pernah disampaikan atau dibahas dalam rapat bersama Komisi IV DPR RI.
“Aneh, proyek sebesar ini tidak pernah dibahas di rapat bersama kami. Ini menunjukkan ketertutupan KKP sebagai mitra kerja kami dalam hal pembiayaan dari pinjaman luar negeri,” tegasnya.
Ia bahkan mencurigai adanya permainan di balik pengajuan pinjaman ini.
“Kami menduga ada pihak-pihak tertentu yang bermain, termasuk kemungkinan adanya broker yang mencari keuntungan melalui fee dari proyek ini,” ucapnya.
Firman menegaskan bahwa Komisi IV DPR RI akan menelaah secara mendalam aspek untung rugi pembiayaan proyek MFISS dengan skema pinjaman luar negeri.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Ternate berpotensi menjemput paksa terdakwa kasus penyebaran berita bohong (hoaks) dan pencemaran…
Tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku Utara dalam waktu dekat akan menggelar…
Tim penyidik Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Ternate menyerahkan tiga anggota Satpol PP, yang…
Bupati Halmahera Utara Piet Hein Babua dan Wakil Bupati Kasman Hi Ahmad, secara resmi melepas…
Dua pemain bintang Malut United, Yakob Sayuri dan Yance Sayuri, secara resmi melaporkan sejumlah pemilik…
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, melantik 31 pejabat struktural…