Sampah bukan cuma urusan pemerintah, tapi tanggung jawab kita semua. Harus ada gerakan yang melibatkan  masyarakat”, tutur salah satu peserta dalam diskusi tematik sampah LSM Sabuah Rakyat, 26 Juli 2019.

KETIKA selesai shalat Idul Fitri seorang Ibu, satgas penyapu rumput Dinas Lingkungan Hidup Kota Ternate, menjatuhkan pandangannya ke badan jalan depan  halaman mesjid. Memungut selembar demi selembar kertas koran yang berserakan. Kertas-kertas itu dikumpulkan dan dimasukan ke dalam karung. Pekerjaan yang lazim. Tak ada yang luar biasa dari aktivitas Ibu ini.

Tapi bagi saya ini ironi. Terlalu sederhana. Dari lorong ruang sosial itu kita lalu menyederhanakan “peran Ibu penyapu rumput” sebagai sesuatu di luar mainstream hidup kita.  Seolah kita memiliki keyakinan yang begitu absolut pada sebuah proses keseimbangan; ada yang membuang, ada yang mengangkat. Padahal, kata agama,  “kebersihan adalah sebagian dari iman”.

Ini cuma potret kecil, yang  kerap kita saksikan pada  kegiatan-kegiatan religius – selalu meninggalkan sampah-sampah berserakan tidak pada tempatnya. Seperti juga secara sadar kita melihat timbulan sampah yang berserakan di area pemukiman, fasilitas publik, perkantoran, kawasan pasar, pesisir pantai , saluran drainase dan sepanjang alur barangka (kali mati).

Soal sampah perkotaan, banyak yang berwacana, tapi sedikit yang peduli, khususnya bila dikaitkan dengan langkah-langkah pengelolaan. Semua orang yang mengerti tentang transformasi “ruh kota’, terutama untuk fungsi hunian tiba-tiba harus menjalankan fungsi sebagai ruang produksi yang dijejali beragam problem akut kesemrautan, yang oleh Habermas (1989) disebut “exclusion”, ruang yang dibuang. Akibat yang harus dibayar adalah semua limbah aktivitas manusia dibiarkan berserakan.

Intensifnya pertumbuhan penduduk Ternate serta diiringi pembangunan perumahan dan pertokoan menyebabkan peningkatan timbulan sampah kota. Menurut data sampah (2019 : 10), setiap hari timbulan sampah di kota Ternate sebesar 559 meter kubik. Tingkat layanan hanya mampu mengangkut sekitar 65 persen atau sekitar 371 meter kubik sampah yang masuk ke TPA. Itu berarti masih tersisa 188 meter kubik yang belum dapat terangkut setiap hari. Di sana ada bagian sampah yang ditimbun, diolah menjadi kompos dan sampah anorganik yang didaur ulang.

Rendahnya tingkat layanan angkutan sampah, disebabkan  oleh  faktor klasik keterbatasan armada angkutan. Pemerintah kota Ternate, tentu amat menyadari problem ini. Dalam kapasitas  pengelolaan kota sehat, bahkan menjadi prasyarat mekanisme pembangunan bersih. Agar peningkatan kapasitas tata kelola sampah menjadi efektif dan berkesinambungan,  diperlukan paling tidak intervensi seperti :  komitmen dan sistem tata kelola pengelolaan sampah berdasarkan cluster; optimalisasi sarana dan prasarana;  pembagian tugas bagi masing-masing dinas, camat dan lurah yang diikuti evaluasi pengelolaan sampah secara berkala dan yang lebih penting adalah peningkatan program 3 R (Reduce, Reuse, Recycle) misalnya dengan pengomposan sampah organik di tingkat kelurahan.

Jika selama ini sistem pengelolaan sampah dan sekaligus pengawasan kebersihan lingkungan,  hanya berada di Dinas Lingkungan Hidup, maka sejalan dengan kompleksitas  perkembangan  kota diperlukan sinergitas pengawasa dinas terkait  seperti :

Pertama, untuk kebersihan di jalan-jalan protokol, arteri taman-taman dan pasar, pengelolaan dan tanggung jawab pengawasan  diserahkan pada Dinas Perindag, PERKIM, Perhubungan dan Satpol PP. Kedua, kebersihan lingkungan pemukiman masyarakat diserahkan pada camat dan lurah dengan melibatkan peran serta masyarakat. Ketiga, kebersihan rumah sakit diserahkan kepada Dinas Kesehatan. Keempat, untuk kebersihan drainase dan bantaran kalimati (barangka) dikelola oleh dinas PUPR. Kelima, untuk kebersihan sekolah diserahkan pada Dikjar.

Salah satu tolok ukur dalam menimbang kualitas sebuah pemerintahan adalah dengan menilai kadar pengelolaan lingkungan perkotaan.  Ini penting, mengingat tak sedikit pemerintahan yang mampu menciptakan sistem yang dianggap berhasil dari sisi ekonomi dan politik namun tidak peka terhadap masalah degradasi lingkungan.

Tantangan pengelolaan sampah ke depan bagi Ternate jauh lebih kompleks dari apa yang kita pikirkan hari ini. Oleh karenanya, lingkungan perkotaan  sebagai tempat hidup manusia  dengan makhluk lainnya (biotic), ataupun bagian-bagian alam lainnya yang bersifat non-biotic, sudah seharusnya dijaga kualitas keseimbangannya.

Banyak alasan mengapa peningkatan kualitas lingkungan ini harus dilakukan. Pertama, Kota Ternate mestilah menjadi kota yang sehat, di mana masyarakat hidup di lingkungan yang tidak saja aman dan nyaman tetapi juga sehat, baik di lingkungan pemukiman, perdagangan maupun industri. Lingkungan yang sehat ini akan menciptakan suasana sosial  yang kondusif bagi berbagai aktifitas keseharian masyarakat.

Kedua, pembangunan dan peningkatan kualitas lingkungan adalah kerja bersama dan tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah saja. Pemerintah di satu sisi memang bertanggung jawab dalam hal manajemen pengelolaan kualitas lingkungan serta pembangunan sarana dan prasarananya. Akan tetapi, karena masyarakat merupakan pemakai dari sarana dan prasarana tersebut pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Masyarakat perlu memiliki tingkat kesadaran yang  smart agar langkah-langkah pengelolaan yang dilakukan pemerintah bisa berdaya guna.

Untuk itu, salah satu ukuran  yang bisa dilihat dalam rangka menciptakan Ternate yang bersih, mulai dari lingkungan rumah tangga hingga  seluruh wilayah kelurahan adalah : Pertama; tidak terdapatnya sampah yang  di lingkungan rumah tangga,  perkantoran, tempat-tempat usaha dan fasilitas umum atau fasilitas sosial dalam kondisi berserakan. Kedua; tidak tercemar dan tersumbatnya drainase atau  saluran air. Ketiga; tidak terdapatnya kotoran limbah di lingkungan usaha atau industri yang tidak tertangani. Keempat, berfungsinya seluruh perangkat, sarana dan prasarana kebersihan dan partisipasi masyarakat.

Akhirnya, untuk mengatasi  masalah sampah  sesungguhnya sudah banyak kegiatan yang dilakukan pemerintah kota. Namun kegiatan-kegiatan itu masih belum dapat menjawab penanganan dalam mengurangi timbulan sampah kota. Pola pengelolaan sampah dengan pendekatan Kumpul-Angkut-Buang, semestinya dikaji kembali agar tak hanya membuang, tapi juga mengolah dan memanfaatkan sampah.[*]

cermat

Recent Posts

Admin Status Ternate Terancam Dijemput Paksa Setelah Dua Kali Mangkir dari Panggilan Jaksa

Kejaksaan Negeri (Kejari) Ternate berpotensi menjemput paksa terdakwa kasus penyebaran berita bohong (hoaks) dan pencemaran…

3 jam ago

Polda Malut Segera Tingkatkan Kasus Dugaan Penyimpangan Distribusi MinyaKita ke Penyidikan

Tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku Utara dalam waktu dekat akan menggelar…

4 jam ago

Jaksa Tahan Tiga Anggota Satpol PP Tersangka Kasus Penganiayaan Jurnalis di Ternate

Tim penyidik Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Ternate menyerahkan tiga anggota Satpol PP, yang…

5 jam ago

Ini Pesan Piet-Kasman untuk 97 CJH Halmahera Utara

Bupati Halmahera Utara Piet Hein Babua dan Wakil Bupati Kasman Hi Ahmad, secara resmi melepas…

7 jam ago

Duo Sayuri Lapor Sejumlah Pemilik Akun Penebar Rasisme ke Polda Malut

Dua pemain bintang Malut United, Yakob Sayuri dan Yance Sayuri, secara resmi melaporkan sejumlah pemilik…

8 jam ago

Menteri ATR/BPN Lantik 31 Pejabat Struktural, Tegaskan Pentingnya Rotasi Berkala

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, melantik 31 pejabat struktural…

15 jam ago