Advetorial

Simbol Adat Penerimaan Mohoka Diangkat Lagi Saat Kampanye MK-BISA di Halmahera Utara

Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara, Nomor Urut 3, Dr. H. Muhammad Kasuba-Basri Salama (MK-BISA), melanjutkan kampanye mereka pada hari kedua di Desa MKCM, Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara, Sabtu (28/09/2024).

Acara kampanye ini dimulai dengan penyambutan rombongan menggunakan tarian tradisional cakaleke, serta upacara adat penerimaan Mahoka, yang dalam budaya Tobelo-Galela dikenal sebagai upacara penerimaan anak menantu.

Upacara ini merupakan simbol penghormatan dan penyambutan bagi para tamu kehormatan atau pihak yang akan menjadi bagian dari keluarga besar dalam tradisi masyarakat Togale.

Husni Bajah, salah satu tokoh Togale mengatakan, dalam konteks pernikahan adat Suku Galela, tradisi serupa juga berlaku bagi setiap wanita yang menikah dengan laki-laki dari Galela, Halmahera Utara.

“Wanita yang menikah dengan pria dari suku ini akan menjalani tradisi “dohu tiodo” atau “cuci kaki” sebagai bagian dari acara penerimaan menantu, yang dalam bahasa setempat disebut sebagai “motdoka”,” ujarnya, Minggu 29 September 2024.

Tradisi ini menurut dia, memiliki makna mendalam sebagai simbol pembersihan dan perlindungan bagi menantu perempuan. Melalui ritual ini, sang menantu diperkenalkan kepada keluarga suaminya (o geri doroa) dan masyarakat luas (o kawasa).

Husni bilang, tujuan dari tradisi ini adalah untuk memastikan bahwa menantu perempuan tersebut mendapatkan perlindungan adat dan tidak mengalami perlakuan yang tidak sopan dari masyarakat sekitar.

“Dohu tiodo” adalah warisan leluhur Suku Galela yang telah ada sejak lama dan dianggap sebagai bagian penting dari identitas budaya. Tradisi ini tidak hanya melambangkan penghormatan kepada perempuan, tetapi juga menegaskan peran perempuan sebagai pemegang unsur kehidupan, atau “o gikiri,” karena perempuan dianggap sebagai sumber kehidupan melalui rahim dan air susu yang memberikan kehidupan. Perempuan juga dilihat sebagai lambang kesuburan dalam masyarakat Galela,” papar Husni.

Menurut Husni, upacara cuci kaki ini biasanya dilaksanakan di depan rumah keluarga suami, di bawah sabua (tenda) yang didirikan khusus untuk acara tersebut. Masyarakat setempat turut berpartisipasi dan menyaksikan pelaksanaannya sebagai wujud kebersamaan dan solidaritas. Tradisi ini dapat dilaksanakan pada pagi, sore, atau malam hari, tergantung pada kesepakatan keluarga.

“Saat tradisi ini dilaksanakan, menantu perempuan akan mengenakan pakaian adat Galela, yang terdiri dari kebaya (kokotu) dan rok bunga (o gado ma leru), serta aksesoris adat lainnya. Penampilan ini menambah kesakralan dari acara “motdoka” dan memperkuat ikatan antara keluarga dan tradisi,” pungkasnya. (tim)

cermat

Recent Posts

Admin Status Ternate Terancam Dijemput Paksa Setelah Dua Kali Mangkir dari Panggilan Jaksa

Kejaksaan Negeri (Kejari) Ternate berpotensi menjemput paksa terdakwa kasus penyebaran berita bohong (hoaks) dan pencemaran…

8 jam ago

Polda Malut Segera Tingkatkan Kasus Dugaan Penyimpangan Distribusi MinyaKita ke Penyidikan

Tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku Utara dalam waktu dekat akan menggelar…

9 jam ago

Jaksa Tahan Tiga Anggota Satpol PP Tersangka Kasus Penganiayaan Jurnalis di Ternate

Tim penyidik Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Ternate menyerahkan tiga anggota Satpol PP, yang…

10 jam ago

Ini Pesan Piet-Kasman untuk 97 CJH Halmahera Utara

Bupati Halmahera Utara Piet Hein Babua dan Wakil Bupati Kasman Hi Ahmad, secara resmi melepas…

12 jam ago

Duo Sayuri Lapor Sejumlah Pemilik Akun Penebar Rasisme ke Polda Malut

Dua pemain bintang Malut United, Yakob Sayuri dan Yance Sayuri, secara resmi melaporkan sejumlah pemilik…

13 jam ago

Menteri ATR/BPN Lantik 31 Pejabat Struktural, Tegaskan Pentingnya Rotasi Berkala

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, melantik 31 pejabat struktural…

20 jam ago