Categories: News

100 Hari Kerja Sherly Tjoanda Dinilai Abaikan Kerusakan Ekologi, JATAM: Sibuk Memoles Citra


Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai pemerintahan Sherly Tjoanda dan Sarbin Sehe mengabaikan keberpihakan terhadap kerusakan lingkungan akibat operasi pertambangan di Maluku Utara. Alih-alih melindungi warga terdampak, JATAM menyebut Sherly justru sibuk memoles citranya di media sosial.

“Kekuasaan Sherly Tjoanda pada 100 hari kerja ini dibarengi peristiwa pilu yang patut dibaca sebagai kejahatan negara dan korporasi terhadap warga yang berjuang mempertahankan sumber hidupnya yang hendak dihancurkan industri ekstraktif,” kata Julfikar Sangaji, Koordinator Simpul JATAM Maluku Utara kepada cermat, Sabtu, 31 Mei 2025.

Julfikar menyebut, salah satu peristiwa penting yang diabaikan pemerintah provinsi adalah tindakan kriminalisasi terhadap warga Maba Sangaji di Halmahera Timur yang mempertahankan hutan adatnya dari ekspansi tambang.

Sejumlah kerusakan lingkungan seperti pencemaran sumber air di kawasan pertambangan, menyisakan luka bagi warga sekitar. “Alih-alih melindungi dan menjawab persoalan, pemerintahan Sherly Tjoanda justru bertindak sebaliknya,” ucap Julfikar dalam siaran tertulis.

“Pencemaran Sungai Sangaji di Halmahera Timur, misalnya, yang berada tepat di permukiman warga. Kini dirintangi beberapa perusahaan pertambangan nikel, dua di antaranya adalah PT Weda Bay Nickel (WBN) dan PT Position. Akibat operasi pertambangan, bentang hutan berubah, termasuk lenyapnya bukit-bukit yang kokoh. Padahal, hutan dan bukit-bukit ini adalah wilayah penyangga kampung.”

Ia bilang, operasi pertambangan di Maluku Utara turut menghancurkan wilayah tradisional warga sekitar. Namun, perlawanan atas kerusakan tersebut kerap diadang aparat keamanan hingga berujung pada tindakan kriminalisasi.

Julfikar juga menyinggung penangkapan terhadap 11 warga Maba Sangaji buntut aksi protes mereka terhadap perusahaan tambang. Usai ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Maluku Utara, kini mereka ditahan di Lapas Ternate.

“Polisi bahkan melabelkan perjuangan rakyat atas hak mereka sebagai aksi dan tindakan premanisme,” ujarnya.

Soal kriminalisasi dan penangkapan 11 warga Halmahera Timur, Ketua Salawaku Institute M Said Marsaoly mengatakan, kebijakan pemerintah provinsi Maluku Utara yang dipandu Sherly Tjoanda justru menunjukkan bias keberpihakan.

Menurut Said, hal ini tercermin dalam rapat bersama pada April 2025 lalu di Kantor Gubernur Maluku Utara di Sofifi. Rapat tersebut dihadiri sejumlah pihak termasuk Wakil Gubernur Maluku Utara Sarbin Sehe, Kapolda Malut, Kapolres Haltim, Dandim Haltim, Bupati Haltim dan Direktur PT STS.

Di bawah wewenang gubernur perempuan pertama di Malut ini, Said menilai bahwa keputusan yang diambil sangat arogan dan mengorbankan keselamatan warga.

“Dalam rapat tertutup tersebut pemerintah Maluku Utara yang merupakan perpanjangan tangan negara berlagak seolah-olah hendak melindungi warga dan mengutamakan kepentingan warga. Namun, keputusan rapat menunjukkan sebaliknya,” kata dia.

Said menyebut setidaknya terdapat tujuh poin keputusan yang menunjukkan watak sebenarnya dari pemerintahan Sherly Tjoanda, yakni memperkuat kehadiran korporasi dan membiarkan kriminalisasi terhadap warga berlanjut.

 

Di sisi lain, JATAM melihat abainya pemerintah provinsi melindungi warga terdampak tambang di Maluku Utara penuh kejanggalan. Menurut Julfikar, hal itu tak lain karena Sherly juga merupakan pebisnis sektor tambang.

“Gubernur Maluku Utara ini semakin menampakan dirinya yang sebenarnya. Dia tidak hanya berperan sebagai centeng korporasi, tapi juga sebagai seorang pebisnis industri ekstraktif,” kata Julfikar.

Ambisi pemerintah menjaga ekonomi Malut tetap di angka dua digit tapi mengabaikan kerusakan alam, kata Julfikar, sejatinya menunjukkan watak asli dari para pengekstrak, “mereka senantiasa meraup keuntungan di atas kerusakan yang tiada pulih. Di saat yang sama, dengan culasnya mendegungkan atas dan demi kemajuan ekonomi yang tanpa henti digaungkan sebagai mantra dari sihir yang paling mujarab.”

Sebelumnya, JATAM mencatat jejak bisnis Sherly Tjoanda yang memiliki perusahaan pertambangan nikel bernama PT Wijaya Karya. Perusahaan ini berlokasi di Pulau Gebe, Halmahera Tengah. Pada 20 Mei 2025, perusahaan tersebut ditengarai menyerobot lahan warga.

“PT Wijaya Karya juga diduga telah mendapatkan perpanjangan waktu operasi penambangan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tepat ketika Sherly telah menduduki kursi empuk sebagai Gubernur Maluku Utara,” katanya.

Sherly Tjoanda turut memiliki perusahaan pertambangan pasir besi dan mineral di Desa Wooi, Pulau Obi, Halmahera Selatan. Perusahaan bernama PT Bela Sarana Permai ini memiliki konsesi seluas 4.290 hektar yang menduduki wilayah Wooi. Celakanya, pendudukan konsesi mencakup seluruh pemukiman warga. Warga dengan keras menolak perusahaan dan mendesak untuk hengkang.

Omon-Omon Sherly Tjoanda

Pada 29 April 2025, laporan investigasi kolaborasi The Gecko Project bersama OOCRP, DW News, News Tapa dan The Guardian mengungkap bagaimana Harita Nickel—perusahaan yang menjalankan penambangan sekaligus pengolahan nikel—ini telah mencemari perairan di Pulau Obi, selama lebih dari satu dekade.

Pengujian internal Harita sendiri yang bocor menunjukkan bahwa polutan—zat karsinogenik beracun—telah masuk ke air minum di desa setempat. Paparan terhadap kromium-6 itu dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal, erosi gigi, iritasi kulit, dan berpotensi kanker.

Sementara itu, di Halmahera tepatnya di Teluk Weda, Halmahera Tengah, selain sejumlah sungai yang rusak sekaligus telah terkontaminasi dengan logam berat juga biota laut yang terkontaminasi logam berat di perairan sekitar kawasan industri pengolahan nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP).

Laporan terbaru hasil penelitian Nexus3 Foundation dan Universitas Tadulako dirilis pada Senin, 26 Mei 2025, menunjukkan bahwa warga setempat dan buruh telah terpapar dan terkontaminasi dengan dua logam berat yakni merkuri dan arsenik yang melebihi batas aman.

“Kasus kejahatan lingkungan dan kemanusiaan ini, mengingatkan kembali dengan pernyataan Sherly Tjoanda saat debat kedua yang berlangsung di Auditorium Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) pada Selasa 19 November 2024—dalam proses pencalonan Gubernur Maluku Utara,” lanjut Julfikar.

Sherly berbicara soal pentingnya menjadikan pelestarian lingkungan sebagai prioritas dalam kepemimpinannya jika terpilih. Ia lalu menyoroti sejumlah kerusakan lingkungan yang terjadi di Teluk Weda, Halmahera Tengah dan Teluk Buli, Halmahera Timur sebagai akibat dari dampak aktivitas tambang nikel disertai pengelolaannya.

Dengan mengatakan kalau ia tak hanya berbicara tetapi lebih daripada itu ia akan mengambil tindakan konkret dalam melakukan rehabilitasi lingkungan ketika menjabat sebagai Gubernur Maluku Utara, “kami tidak hanya berbicara, tetapi juga akan bertindak dengan langkah konkret untuk merehabilitasi lingkungan Maluku Utara.” Meski pernyataan itu sebelumnya telah dibantah, melalui laporan Catatan Akhir Tahun 2024 dan Proyeksi 2025: Bencana Ekstraktivisme yang Terorganisir di Maluku Utara.

Pernyataan yang diucapkan Shery dalam debat itu, kata Julfikar, tak bisa dipegang, dan hanyalah pepesan kosong. “Kami mengamati perjalanan 100 hari kerja Sherly justru mengkonfirmasi bahwa ia senantiasa menghindar dari persoalan krusial yang dihadapi warga saat ini: krisis sosial-ekologis yang didalangi oleh operasi pertambangan serta gempuran industri nikel yang kian buas,” tandasnya.

cermat

Recent Posts

Pemerintah Pastikan Pembangunan SPBU Kecamatan Terluar di Ternate Rampung 2025

Pemerintah Kota Ternate memastikan sejumlah kecamatan terluar memiliki Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) satu…

1 jam ago

Polda Malut Beri Dua Pilihan untuk Warga Ubo-Ubo yang Tempati Lahan Milik Polri

Pemerintah Kota Ternate bersama perwakilan warga Ubo-Ubo dan Polda Maluku Utara menggelar pertemuan membahas penyelesaian…

3 jam ago

Oknum Polisi Tipu Orang Tua Casis, ini Pernyataan Kapolda Maluku Utara

Oknum Anggota Polisi inisial Brigpol MA alias Amrul Kababa yang bertugas di Direktorat Pengamanan Objek…

4 jam ago

Air Laut, Panen Hujan, hingga Daur Ulang: Inovasi Pengelolaan Air Harita Nickel

Di tengah meningkatnya tekanan perubahan iklim dan pertumbuhan industri, pengelolaan air menjadi salah satu indikator…

4 jam ago

5 Orang Ditetapkan sebagai Tersangka Kasus Pertambangan Ilegal di Halmahera Timur

Polres Halmahera Timur, Maluku Utara, menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pertambangan emas…

6 jam ago

Lapas Tobelo Deklarasi Komitmen Bersama Bebas Narkoba dan Handphone Ilegal

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Tobelo, Kanwil Ditjen PAS Maluku Utara, menggelar deklarasi komitmen bersama…

6 jam ago