Perspektif

Masyarakat Desa dan Kekuasaan Media Sosial

 

Ketika di desa-desa mulai terhubung internet, masyarakat mulai getol berupaya beradaptasi dalam ruang baru, yang dalam istilah lama MCLuhan disebut global village (desa global). Terlebih saat menggunakan media sosial, nyaris tak ada lagi yang mereka tutupi. Mereka tak lagi peduli dengan privasi saat menunjukkan eksistensinya.

Kecenderungan ini tampak juga terjadi di masyarakat pedesaan di Maluku Utara, terutama pendatang baru di ruang virtual. Barangkali karena memiliki keterbatasan wawasan dan minim keterampilan, penggunaan media sosial tak jarang terjadi di luar kendali.

Umumnya, ibu-ibu rumah tangga tampak aktif berselancar mengupload pelbagai macam aktivitas. Kegiatan-kegiatan itu seperti memasak, aktivitas makan, bermain dengan anak-anak, bahkan sedang beristirahat di kamar keluarga pun diposting.

Kebiasaan ini membuat mereka juga sering membagikan konten serupa dari warganet lain, terlebih postingan milik keluarga artis tentang rumah ideal dengan segala macam fasilitasnya. Juga menu makanan dengan pelbagai macam resepnya.

Mereka tak sadar, data yang disalurkan ke media sosial akan diklaim sebagai milik perusahaan untuk dikelola lewat algoritma, bahkan dieksploitasi melalui pelbagai macam jenis iklan. Dengan iklan rumah tangga ideal itulah, mereka dipengaruhi hidup menjadi masyarakat konsumtif. Dalam The Political Economy of Communication, Vincent Mosco mengistilahkan proses ini sebagai komodifikasi khalayak. 

Media sosial seperti Facebook, komodifikasi khalayak dilakukan melalui data pengguna saat registrasi dan beraktivitas, mulai dari membuat postingan, membagikan konten, hingga membuka konten dan mengklik like atau super. Data-data tersebut akan ditambang dan dijual ke pengiklan. Facebook dalam proses itu telah mengetahui kecenderungan kita, mulai dari hobi, selera makan sampai gaya hidup. Itu mengapa, iklan yang muncul di beranda pengguna sesuai dengan kecenderungannya yang diupload di media sosial.

Sayang, tak banyak warga yang tahu. Apalagi, yang telah terlanjur terpengaruh dengan propaganda media sosial, yang menurut Agus Sudibyo (2019), dianalogikan sebagai jalan raya. Dengan begitu, masyarakat bebas menggunakan media sosial tanpa menuntut tanggung jawab pemiliknya. Dan, ketika terjadi kecelakaan seperti kebocoran data pribadi, resiko ditanggung sendiri. 

Budaya Media

Keterhubungan dan intensitas interaksi masyarakat di media sosial, tak dapat pula menghindari pertukaran antar budaya satu dengan yang lain. Bahkan tak sekadar antar daerah di Indonesia, antar negara tak lagi bisa terbendung.

Budaya media seperti citra, suara, dan lensa dalam ruang ini berperan menghasilkan kehidupan sehari-hari, mendominasi waktu luang. Juga membentuk pandangan politik, sikap sosial, dan memberikan bahan yang digunakan orang untuk membangun identitas pribadi.

Radio, televisi, film, termasuk media sosial dan berbagi produk lain dari industri budaya memberikan contoh tentang makna dari menjadi seorang pria atau wanita, dari kesuksesan kegagalan, berkuasa atau tidak berkuasa.

Media juga memberikan bahan yang digunakan banyak orang untuk membangun naluri tentang kelas mereka, tentang etnis, ras, kebangsaan, dan seksualitas. Termasuk membantu mendefinisikan apa yang dianggap baik atau buruk, positif atau negatif, beradab atau biadap,

Menurut Douglas Kellner ( 2010), budaya media adalah lahan tantangan di mana kelompok sosial yang penting dan ideologi politik yang berkompetisi berjuang demi kekuasaan. Pun, orang hidup dalam pergulatan ini melalui citra, wacana, dan mitos.

Di pelosok kepulauan, ketika budaya media mendominasi budaya lokal, sikap dan cara pandang mereka mudah terganti. Hal yang umum kita temukan adalah perubahan nilai sukses di mata orang desa. Karena pengaruh media, mereka menganggap sukses bukan lagi berapa hektar kebun yang dimiliki, berapa kapal penangkap ikan sebagaimana identitas masyarakat di desa kepulauan Maluku Utara, misalnya, sebagai petani dan nelayan.

Paradigma sukses mulai bergeser ke pegawai berseragam dinas seperti ASN, anggota TNI/Polri, DPR, atau akademisi, hakim dan pengacara. 

Tempat liburan pun bergeser dari pegunungan dan pantai ke kefe dan taman kota. Pakaian pun begitu, dari yang tertutup ke yang terbuka. Makanan lokal apalagi, sudah mulai ditinggalkan sebagai makanan pokok.

Dengan perubahan sedemikian rupa, sikap alami masyarakat desa, seperti gotong royong, peduli sesama, solidaritas, saling percaya, akan tumbang terkalahkan dengan budaya media yang semakin kokoh.

Masyarakat Maluku Utara pada titik itu telah lama disebut kalah, karena tak sanggup mempertahankan kearifan lokal sebagai identitas diri. Jauh sebelum internet berkuasa, masyarakat di bagian Maluku sudah lebih dulu tertaklukkan, seperti ditulis P.M. Laksono dalam pengantar Orang-orang Kalah (2016). 

Ada tiga kekalahan orang Maluku di masa lalu yang bertahan hingga saat ini. Pertama, investasi di sektor ekstraktif yang bertujuan menguras kejayaan sumber alam (hutan, tambang, dan laut) demi akumulasi modal. Kedua, dipolitisasi lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi rakyat demi pemusatan kekuasaan.

Ketiga, adalah penjinakan para penghuni rimba atau para warga tempatan melalui pemaksaan nilai-nilai asing yang merusak lewat agama dunia. Pun lewat apa yang oleh Roem Topatimasang dkk. disebut agama sekuler baru, yaitu negara bangsa dan pembangunan ekonomi.

Kini, kekalahan terjadi dalam penguasaan budaya media kontemporer. Oleh karena itu, tercapainya kemelekan media yang kritis adalah sumber penting bagi individu warga desa dalam upaya bertahan di lingkungan budaya yang menggoda ini.

Belajar, menghidupkan budaya baca, mengkritik, adalah bagian dari cara bertahan dari manipulasi media dalam memelihara budaya dominan. Cara ini barangkali dapat memperkuat kedaulatan individu untuk mempertahankan budaya di lingkungan pedesaan. []

Ghalim Umabaihi, redaktur cermat kumparan

cermat

Recent Posts

Admin Status Ternate Terancam Dijemput Paksa Setelah Dua Kali Mangkir dari Panggilan Jaksa

Kejaksaan Negeri (Kejari) Ternate berpotensi menjemput paksa terdakwa kasus penyebaran berita bohong (hoaks) dan pencemaran…

9 jam ago

Polda Malut Segera Tingkatkan Kasus Dugaan Penyimpangan Distribusi MinyaKita ke Penyidikan

Tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku Utara dalam waktu dekat akan menggelar…

10 jam ago

Jaksa Tahan Tiga Anggota Satpol PP Tersangka Kasus Penganiayaan Jurnalis di Ternate

Tim penyidik Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Ternate menyerahkan tiga anggota Satpol PP, yang…

11 jam ago

Ini Pesan Piet-Kasman untuk 97 CJH Halmahera Utara

Bupati Halmahera Utara Piet Hein Babua dan Wakil Bupati Kasman Hi Ahmad, secara resmi melepas…

13 jam ago

Duo Sayuri Lapor Sejumlah Pemilik Akun Penebar Rasisme ke Polda Malut

Dua pemain bintang Malut United, Yakob Sayuri dan Yance Sayuri, secara resmi melaporkan sejumlah pemilik…

14 jam ago

Menteri ATR/BPN Lantik 31 Pejabat Struktural, Tegaskan Pentingnya Rotasi Berkala

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, melantik 31 pejabat struktural…

21 jam ago