Sebagai daerah penghasil sagu, Maluku Utara juga dikenal sebagai daerah yang memiliki beragam kudapan khas yang tidak kalah lezat untuk disantap. Salah satunya adalah kue talam atau talam sagu. Camilan berbahan dasar sagu ini mudah dijumpai di berbagai wilayah di Provinsi Maluku Utara.
Kecamatan Patani Utara, Halmahera Tengah, Maluku Utara, merupakan daerah yang masyarakatnya masih lestari membuat olahan talam sagu. Umumnya, jenis kue ini dihidangkan pada acara perkawinan, hakikat, serta hajatan besar lainya.

Komposisi pembuatan kue talam memang terbilang cukup instan dan mudah. Kue ini dibikin dari campuran tepung beras, susu cair, gula pasir dan garam yang dituangkan ke dalam cetakan lalu dikukus selama 15-20 menit.
Meski kelestarian kuliner tradisional ini masih terjaga, seiring waktu, pembuatan kue talam mulai langkah dikarenakan bahan dasarnya juga makin sulit didapatkan. Selain itu, produsen kue talam tidak melakukan inovasi terhadap produk. Maka preferensi konsumen kue talam akan menurun.
Penelitian Kue Talam Sagu
Penelitian tentang kue talam ini dikemukakan oleh sejumlah Dosen di Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) yakni Agus Hj Jamal, Fauji Koda, Naswan Hadila dan Aspiati dalam laporan pengabdian masyakat tentang “Deferensiasi Olahan Makanan Khas Daerah: Kue Talam Sagu Berbasis Nilai Bari untuk Meningkatkan Pendapatan Tani Fagogoru”. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Patani Utara, tepatnya di Desa Tepeleo yang dilakukan pada periode September-Oktober tahun 2024.

Merujuk laporan tersebut, fakor menurunnya produksi kue talam sagu nyatanya dilatarbelakangi oleh pendapat yang menyatakan bahwa suatu perusahaan yang hanya melakukan produksi yang sama dari waktu ke waktu akan mengalami degradasi nilai produk di mata konsumennya.
Dengan begitu, upaya mengantisipasi kondisi tersebut adalah melakukan inovasi, kreatifitas, dan diferensiasi produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen serta dapat melihat pesaing perusahaan, baik itu pesaing langsung maupun pesaing produk substitusinya sehingga siklus hidup produk akan bertahan lebih lama dan jangka waktu kepercayaan konsumen dapat meningkat.
Hal lain yang perlu dilakukan dalah tindakan diferensiasi terhadap kue talam berupa penambahan jagung manis yang dihaluskan sehingga cita rasa kue talam menjadi beragam.
Salah satu yang perlu dievaluasi adalah kualitas rasa yang perlu ditingkatkan sampai saat ini, pengetahuan masyarakat tentang olahan kue talam belum berkembang atau pengetahuan turun temurun, artinya belum ada inovasi kaitan dengan olahan kue talam. Upaya untuk menghindari meningkatnya permintaan konsumsi dan pengetahuan olahan kue talam yang belum berkembang perlu diinovasi, dan deferensiasi produk tersebut berbasis nilai bari.

Bahan dasar olahan kue talam itu dimiliki oleh dua kelompok tani. Pada saat pembuatan kue talam itu masing-masing kelompok tani menyediakan bahan dasar olahan kemudian dibuat bersama (bari).
Dijelaskan, kegiatan babari atau bari merupakan suatu kegiatan yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat pada umumnya di Kecamatan Patani.
Dalam laporan yang sama, dikemukakan bahwa data primer yang diperoleh dari hasil survey, tabulasi dan pengolahan data, maka dapat diperoleh biaya total dalam usaha agroindustri kue talam sagu sebesar Rp 1.995.168 yang terdiri dari biaya bahan baku sebesar Rp 879.135 biaya penyusutan alat sebesar Rp 32.449 biaya tenaga kerja sebesar Rp 704.640 dan biaya lain-lain sebesar Rp 378.944.

Kondisi ini menunjukkan bahwa biaya yang paling banyak dikeluarkan adalah untuk membeli bahan baku mencapai 44,06 %, hal ini karena bahan baku merupakan faktor utama dalam keberhasilan usaha pembuatan kue talam. Para peneliti juga berharap pelestarian kue talam tetap terjaga dengan pengembangan inovasi yang lebih mutakhir.