Sastra  

4 Puisi M Wahib Sahie

Senja di Pantai Marinbati, Jailolo, Halmahaera Barat. Foto: Heru Sri Kumoro

Meringis, Tanah Halmahera

 

menuju hutan membawa rakus

tinggal bau menyengat, mengudara

dibawa angin

 

dinding-dinding langit kian retak

menyisakan garis-garis peta

air laut, sungai berwarna

gunung-gunung meninggalkan jejak

gundul

 

burung-burung meninggalkan sangkar

tinggal keliaran dan tabah

bukan pamit atau pamrih

berulah dan kesal

 

di ujung tanah Halmahera

petua menangis,

tinggal janji-janji ditelan pahit

ditulis, dihitung tanggal

lewat buku-kecil di atas meja

seratus tahun lalu

 

di bawah pohon senja yang patah

sorak meriah membawa kabar

pongah dalam rima

kian tinggal janji-janji, lalu

meringis, Tanah Halmahera

 

Ternate, 23/03/2019

 ———–

 

Air Mata, Tuhan Tersenyum

 

giliran patah di hati

ingin pulang dipelukan

kelam, suram, kosong,

atas nama hantu-hantu

 

bayang-bayang dosa

kelak melambai 

sia-sia

tinggal belenggu di kaki langit

 

lara tinggal luka

air mata tinggal kiasan

cinta tinggal waktu

seperti sisa-sisa bangkai

Tuhan tersenyum

 

Ternate, 11/03/2023

———–

 

Sang Perindu

 

di batas kota

burung-burung

di atas kaki langit dan gunung

dikau memanggil namaku

ingin pulang dalam pelukmu, kekasih

 

Ternate, 05/07/2022

———–

 

Nasib

 

Tuhan tersenyum dan melucu

aku merayu-Nya

menulis baris-baris cinta

di langit dan bebatuan,

membual setengah harap

burung-burung mengadu

aku mengelak

 

Ternate, 29/08/2023

———–

*Penulis adalah lelaki asal Pulau Morotai yang suka berkelana

Baca Juga:  Perempuan yang Menolak Takdir