Sofyan Daud
Oti se Paji — perahu dan panji atau bendera, bukan saja simbol yang tersemat pada perahu-perahu angkatan perang kesultanan atau simbol yang tersemat pada perahu-perahu dalam parade laut kesultanan Tidore. Praktik ini ditemukan juga pada perahu-perahu nelayan.
Di kampung nelayan Tomalou, Tidore, sebuah perahu nelayan yang kembali dari melaut, pada jarak masih seperempat mil dari pantai, Paji telah ditegakkan di atas perahu pada posisi tertentu, dan itu telah menginformasikan kepada warga di sepanjang pantai, berapa banyak ikan hasil tangkapan, dan berapa bagian yang menjadi hak para nelayan, masnait atau awak perahu itu.
Bahasa simbolik dan metafor memang banyak ditemukan dalam sistem bahasa dan komunikasi masyarakat di Tidore dan masyarakat Maluku Utara pada umumnya. Hal itu bukan saja menunjukan ketinggian adab kebahasaan, tetapi juga kehalusan budi (budi se bahasa), bahkan estetika sastrawi.
Doti Befa, satu ungkapan tua bahasa Tidore yang memiliki pengertian bebas, “potongan, tebasan menyamping”, atau tidak langsung menebas ke tengah benda atau obyek. Doti Befa adalah istilah yang secara relatif mewakili penjelasan bagaimana leluhur di jazirah ini memiliki kemampuan dan kepekaan mumpuni menyirati hal-hal penting atau bernilai di dalam bahasa komunikasi simbolik atau metaforik.
Nelayan Tomalou yang di masa lalu tentu masih mengandalkan perahu-perahu tradisional, antara lain Oti horu atau perahu yang didayung dan kadang dibantu dengan layar; Johati atau Oti Yoma Range, Perahu Lepa, Dai, atau tipe perahu dagang, hingga armada-armada perahu mereka berkembang menggunakan mesin tempel dan mesin dalam.
Kebiasaan menariknya, ketika perahu-perahu itu kembali dari melaut, alunan Kabata atau Boba, pemacu semangat lamat terdengar dari kejauhan, sealun riak ombak dan embus angin. Syair-syair moro-moro berisikan satra lisan tentang etos, kesyukuran, dan kerinduang pada sanak keluarga, bersipacu ritmis irama ketukan panggayung (penggayuh) ke dinding perahu atau tepukan tangan ke bibir perahu. Bertalu-talu, teratur.
Dari kejauhan itu pula, perahu yang dikayuh ke arah pantai menaikkan “Paji” memberi tanda kepada sanak saudara di sepanjang pantai, tentang hasil tangkapan yang akan didaratkan.
Bila posisi Paji di haluan menandakan hasil tangkapannya sebanyak 40 ekor. Posisi Paji di buritan menandakan hasil tangkapannya sebanyak 60 ekor, dan posisi Paji di tengah, menandakan hasil tangkapannya sebanyak 80 ekor.
Jika perahu menaikkan sekaligus 2 buah Paji, satunya ditegakkan di haluan dan satunya lagi di buritan, maka itu menandakan hasil tangkapannya sebanyak 100 ekor.
Jika perahu menaikkan sekaligus 2 buah Paji, dan pada masing-masing Paji diikat 2 bedera, satu Paji ditegakkan di haluan dan satunya lagi ditegakkan di buritan, maka itu menandakan hasil tangkapannya sebanyak 200 ekor.
Tak hanya itu, posisi Paji sekaligus menjadi dasar pembagian hasil yang merupakan hak para nelayan, masnait atau awak perahu.
Posisi Paji di haluan, atau hasil tangkapan sebanyak 40 ekor, para masnait atau awak perahu mendapat bagian masing-masing 2 ekor. Posisi Paji di buritan, atau hasil tangkapan sebanyak 60 ekor, para masnait atau awak perahu mendapat bagian masing-masing 3 ekor. Posisi Paji di tengah, atau hasil tangkapannya sebanyak 80 ekor, para masnait atau awak perahu mendapat bagian masing-masing 4 ekor.
Pada praktiknya sejauh ini, setiap perahu atau kapal nelayan di Tomalou hanya mengerjakan 10-13 masnait atau awak. Bila sepuluh masnait atau awak, maka hasil tangkapan ikan dalam sekali pemancingan akan di bagi 2. Satu bagian untuk pemilik perahu atau lazim disebut tuan perahu, dan satu bagiannya lagi untuk para masnait atau awak. Satu bagian yang menjadi hak pemilik perahu atau tuan perahu akan dibijaksanai lagi sebagai bonus untuk Saihu, pimpinan perahu atau kapal.
Ada nilai kejujuran, keterusterangan dan kepastian, istilah yang sekarang lazim dikenal dengan transparansi. Para Nelayan Tomalou sejak dulu kala telah mempraktikkannya, telah mampu mengkonstruk sebuah sistem komunikasi dalam sektor usaha atau kerjasama usaha sedemikian terbuka sehingga dapat diketahui bukan saja di antara Saihu, masnait atau awak perahu dengan pemilik perahu, tetapi juga oleh khalayak.
Sejauh pengetahuan saya yang awam dan minim, prakatik kearifan demikian sangat jarang dijumpai, barangkali, sebagai kebiasaan para pelaku usaha di bidang apapun juga, di lain daerah, apalagi pada era moderen sekarang.
Dalam Festival Kampung Nelayan Tomalou (FKNT) 2022, Parade Nelayan menjadi salah satu kegiatan utama. Di dalamnya akan ada rekonstruksi kearifan “Simbol Paji” ini, juga beberapa praktik dari kurun panjang pergumulan para nelayan Tomalou. Pergumulan yang menumbuhkan banyak nilai etos dan kearifan, pengetahuan, teknologi dan peralatan yang efektif mendukung produktivitas mata pencaharian mereka.
—
Penulis: Sofyan Daud
Warga Kehormatan Kampung Nelayan Tomalou. Panitia Pengarah FKNT 2022
Kejaksaan Negeri (Kejari) Ternate berpotensi menjemput paksa terdakwa kasus penyebaran berita bohong (hoaks) dan pencemaran…
Tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku Utara dalam waktu dekat akan menggelar…
Tim penyidik Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Ternate menyerahkan tiga anggota Satpol PP, yang…
Bupati Halmahera Utara Piet Hein Babua dan Wakil Bupati Kasman Hi Ahmad, secara resmi melepas…
Dua pemain bintang Malut United, Yakob Sayuri dan Yance Sayuri, secara resmi melaporkan sejumlah pemilik…
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, melantik 31 pejabat struktural…