Agus R Tampilang, Kuasa Hukum Kadis PUPR Pulau Taliabu. Foto: Samsul L
Tim Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Pulau Taliabu, Maluku Utara, diminta tidak tebang pilih saat menetapkan para tersangka kasus dugaan korupsi MCK fiktif.
Dalam kasus ini jaksa baru menetapkan 4 orang tersangka, mereka masing-masing inisial MR yang merupakan Direktur PT DSM, S selaku Kadis PUPR yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), MRD selaku pelaksana, dan HU selaku Direksi.
Kuasa Hukum Kadis PUPR Taliabu, Agus Salim R. Tampilang, mendesak Kejari Taliabu segera menetapkan 3 orang lainnya yang diduga kuat terlibat dalam kasus ini.
“3 orang tersebut yang layak ditetapkan tersangka itu, yakni Kepala BPKAD Pulau Taliabu Abdul Kadir Ali, kontraktor Yopi Pasirau dan makelar proyek, La Ode Abdul Haris,” tegas Agus, Selasa, 25 Febuari 2025.
Agus menambahkan, 3 orang ini dinilai sangat berperan dalam kasus tindak pidana korupsi MCK Fiktif di 21 Desa di Kabupaten Taliabu. Kasus ini bermula dari Kepala BPKAD, Abdul Kadir Ali alias Dero mencairkan anggaran senilai Rp 4 miliar lebih secara serentak tanpa ada pekerjaan.
“Proyek pekerjaan ini merupakan penunjukkan langsung, dan tiba-tiba Kepala BPKAD Taliabu mencairkan anggaran tanpa ada pekerjaan. Padahal seharusnya pekerjaan selesai dulu baru dicairkan,” ungkapnya.
Agus bilang, Kepala BPKAD Pulau Taliabu sendiri mencairkan anggaran ini tanpa ada pertanggung jawaban atau tanpa ada dokumen-dokumen untuk pekerjaan di lapangan.
“Dokumen yang diserahkan ke BPKAD itu adalah dokumen fiktif bahkan tak dilengkapi, kemudian tidak ada tanda tangan dari mantan Kepala Dinas PUPR Suprayidno atau klien kami,” katanya.
Dalam proyek ini kliennya selama jadi Kadis PUPR tidak mengetahui terkait pencairan anggaran proyek. Pencairan ni dilakukan Kepala BPKAD berdasarkan perintah orang tertentu.
Hasil keuntungan dari proyek ini diserahkan kepada La Ode Abdul Haris yang merupakan makelar proyek. Karena itu, La Ode Abdul Haris mendapatkan uang senilai Rp1,8 miliar.
“Yopi menyerahkan uang ini melalui Joni, orang suruhan Yopi. Kemudian Joni menyerahkan lagi ke dua orang saksi yang adalah pegawai Dinas PUPR dan mereka menyerahkan uang Rp1,8 miliar ini kepada La Ode Abdul Haris di salah satu Hotel di Kota Manado,” katanya.
Selain itu, uang dari sisa-sisa anggaran proyek senilai Rp 1 miliar lebih mengalir ke salah satu PNS bernama Hayatuddin, yang mengerjakan proyek fiktif ini.
“Kemudian, sisa uang Rp 500 juta ada pada La Ode Abdul Haris, dan mengendap di rekening Yopi tapi sayangnya sampai saat ini Kejari tak mampu kembangkan kasus ini,” pungkasnya.
Pemerintah Daerah Pulau Morotai, Maluku Utara, resmi menggelar Musrenbang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)…
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menerima penghargaan Popular Government Institution 2025 dari…
Setelah lebih dari 20 tahun beroperasi di Halmahera Timur, Maluku Utara, PT Aneka Tambang (Antam)…
PT Apollu Nusa Konstruksi melayangkan surat tagihan dan somasi kepada PT Hapsari Nusantara Gemilang untuk…
Setiap 10 Agustus, Indonesia memperingati Hari Konservasi Alam Nasional sebagai momen refleksi pentingnya menjaga kelestarian…
Kongsi Gigs: Music, Football, Culture di Ternate, Maluku Utara, bukan sekadar acara manggung. Acara ini…