Sastra  

Puisi Ovi Hayatuddin

Ilustrasi: Pixabay

Haleyora

Tuhan adalah cinta

saat satu kutukan menjadi  berkah

Telunjuk yang menjadi sakti

di atas tanah penuh kelapa

 

Tuhan adalah cinta

Saat langit menurunkan titah

atas tanah, yang penuh suka cita

meski darah telah jadi air

 

Tuhan adalah cinta

Saat hujan mencumbu tanah, dan pucuk kelapa

menggeliatkan kehidupan ulat

lantas ia jadi rebah

 

haleyora

saat titah Tuhan menjelma tanah, luruh

lantas tumbuh jadi gunung dan bukit

mengapa kita mengabaikan rayuan daun paku, seumpama ulat

yang menggulung, menjanjikan fase baru

 

sebab Tuhan adalah cinta

dan haleyora adalah kita

Juli 2016

 

Anak yang Bertopeng Dagu

Ada anak yang duduk bertopang dagu, di bawah rembulan

Padang sagu bagai laut, membujuk agar tak merajuk

Tapi ia bertangan kosong, tak ada gumala juga nilon

 

Ada anak yang duduk bertopang dagu

Usianya sembilan, usia wajahnya dua lima, usia matanya lima puluh

Sedang rembulan membisikkan kisah para raja dan boki

 

Ada anak yang duduk bertopang dagu

Menyeduh hidup dengan air mata

Mencuci luka dengan mata air

 

Ada anak yang duduk bertopang dagu

Mencintai laut yang membawa bapak, pada Dunia Penuh Cahaya

Usianya sembilan, usia hatinya tak lagi terekam jaman

Dahan pohon pala yang subur, dedaunannya menyanyi

Suaranya nyanyian nina bobo ibu

Sedang daun sagu menjerit tertahan

 

Ada anak yang duduk bertopang dagu

Matanya merah darah tombi-tombi, tangannya juga

Di dahan pohon pala yang bernyanyi, ibunya

Mati bunuh diri

Baca Juga:  Di Dada ini Ada Kata-kata
Penulis: Ovy Hayatuddin