News  

Distan Halut Diduga Sewakan Traktor Jonder untuk Kepentingan Pribadi, Petani Keluhkan Tarif Tinggi

Ilustrasi operator jonder saat bongkar lahan petani. Foto: Istimewa

Dinas Pertanian Kabupaten Halmahera Utara (Distan Halut) diduga menyewakan alat pertanian berupa traktor Jonder kepada petani dengan tarif tinggi dan tidak transparan.

Dugaan ini mencuat setelah sejumlah petani mengeluhkan biaya sewa yang dinilai memberatkan, bahkan mencapai Rp1,5 juta hingga Rp3 juta untuk pengolahan lahan.

Keluhan tersebut datang dari sejumlah petani dan kelompok tani yang mempertanyakan dasar kebijakan penyewaan alat pertanian milik pemerintah daerah serta transparansi dalam pengelolaannya.

Seorang petani asal Kecamatan Tobelo Utara mengaku awalnya tarif disepakati sebesar Rp1 juta per hektare. Namun dalam praktiknya, biaya justru dihitung berdasarkan satuan mulsa, luasan lahan yang lebih kecil dari hektare, yang menyebabkan total biaya menjadi jauh lebih tinggi.

“Awalnya disepakati Rp1 juta per hektare, tapi kenyataannya dikenakan per mulsa. Kalau saya punya dua atau tiga mulsa, bisa sampai Rp3 juta. Kami harap Pak Bupati dan Wakil Bupati segera turun tangan,” ujar petani tersebut pada Kamis, 3 Juli 2025.

Ia menambahkan, mahalnya tarif sewa membuat petani kecil kesulitan membuka lahan. Ia berharap kebijakan ini segera ditinjau ulang agar tidak semakin membebani masyarakat.

“Kalau harga sewa seperti ini, kasihan petani kecil. Kami hanya ingin olah lahan, tapi malah terbebani biaya besar,” keluhnya.

Dugaan Setoran dan Pungli

Selain mahalnya tarif sewa, para petani juga mencurigai adanya praktik pungutan liar (pungli) di internal Dinas Pertanian. Mereka mendesak aparat kepolisian, khususnya Polres Halmahera Utara, untuk segera menyelidiki dugaan setoran bulanan yang dilakukan operator traktor kepada oknum pejabat dinas.

“Kami harap polisi segera bertindak. Jangan sampai petani kecil terus menjadi korban,” tegas seorang petani lainnya.

Seorang operator traktor yang bekerja di bawah koordinasi Dinas Pertanian mengaku diminta menyetor uang secara rutin kepada dinas. Besaran setoran, menurutnya, berbeda antara traktor bekas dan traktor baru, masing-masing Rp1,5 juta dan Rp3 juta per bulan.

Baca Juga:  DBH Rp 5 Miliar untuk Pemkot Ternate Sudah Ditransfer

“Memang ada kewajiban setor. Kalau tidak, traktor bisa ditarik. Di Tobelo saja ada lima unit yang beroperasi, dan setoran biasanya dilakukan tiap tanggal 8. Tapi kami tidak tahu apakah uang itu masuk ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau tidak, karena tidak ada kwitansi,” jelasnya.

Klarifikasi Dinas Pertanian

Menanggapi tudingan tersebut, Kepala Dinas Pertanian Halmahera Utara, Piet Hein Onthony, membenarkan adanya penyewaan traktor, namun membantah besaran tarif seperti yang disebutkan para petani.

“Yang benar, traktor Jonder bekas disewakan Rp1 juta, dan yang baru Rp1,5 juta,” kata Onthony.

Ia menjelaskan, biaya tersebut digunakan untuk membayar pihak ketiga yang memperbaiki traktor rusak, bukan untuk kepentingan pribadi. Dari tujuh unit traktor yang rusak, empat telah diperbaiki dan tiga lainnya masih dalam proses.

“Penarikan traktor dilakukan oleh pihak ketiga dengan surat dari saya agar unit yang rusak bisa segera diperbaiki. Ini inisiatif saya karena traktor di Halut memang masih sangat terbatas,” tambahnya.

Menurut Onthony, empat unit traktor yang kini beroperasi di Tobelo diwajibkan menyetor Rp1 juta per bulan untuk membantu melunasi utang kepada pihak ketiga yang telah menyelesaikan perbaikan.

“Satu unit Jonder baru itu merupakan pengadaan dari APBD. Jadi, sementara ini kita gunakan untuk membantu pembayaran ke pihak ketiga,” pungkasnya.

Penulis: Agus Salim AbasEditor: Ghalim Umabaihi