News  

Risi Berpolemik, Malut United Rencana Pindah Kandang di Luar Maluku Utara

Manajemen Malut United tinjau Stadion Gelora Kie Raha jelang renovasi. Foto: Facebook Asgar Salen

Wakil Manager Malut United, Asghar Saleh merespons polemik status stadion Gelora Kie Raha yang belakangan melibatkan Pemerintah Kota Ternate dengan Pemda Halamahera Barat.

Menurutnya, saat MoU untuk kepentingan renovasi dibuat awal tahun 2024, status GKR adalah milik Pemkot Ternate sebagaimana penjelasan yang didapat PT. Malut Maju Sejahtera.

“Kita lakukan renovasi karena GKR diklaim sebagai aset Pemkot Ternate. Kita berani keluarkan dana besar karena ada penjelasan Pemkot dan semua di atur dalam MoU. Soal belum adanya sertifikat kepemilikan, seharusnya jadi kewenangan Pemkot karena ini aset mereka,” jelas Asghar, kepada cermat, Senin, 18 Agustus 2025.

Ia bilang, semua biaya renovasi murni menggunakan dana PT. MMS. Tak ada sepeserpun dana pemerintah yang digunakan. “Tujuan kita renovasi adalah untuk bermain di Ternate. Kita ingin Malut United pulang ke rumahnya di Maluku Utara. Sejak awal kan tim ini dibentuk untuk membahagiakan warga yang butuh tontonan sepakbola. Biar Malut United jadi kebanggaan,” tambahnya.

Malut United juga memiliki visi dan rencana besar untuk membangun sepakbola di level usia dini. Saat ini Training Ground sedang dibangun. Sudah 90 persen proses kerjasama dengan Benfica Portugal yang merupakan akademi sepakbola nomor satu di dunia. Tahun depan mulai berjalan akademi Malut United yang berusia 8-12 tahun.

“Prioritas kita ke anak yatim piatu dan mereka yang tidak mampu. Targetnya harus ada anak Maluku Utara yang bermain di kompetisi Eropa,” kata Asghar. “Jadi bukan cuma tentang Liga 1. Ini tentang sepakbola yang bersaing di level dunia,” sambungnya.

Dulu, kata Asgar, aset ini tidak terurus. Penuh semak belukar. Rumputnya seperti kubangan kalo hujan. Tribunnya nyaris roboh. Tak ada satu pihak pun yang mengklaim ini miliknya. “Mengapa setelah kami bangun, jadi bagus dan digunakan tiba-tiba jadi masalah? Kemana mereka selama ini yang hari ini menyulut polemik?” tanya Asgar.

Baca Juga:  Polisi Ringkus Seorang Pemuda di Ternate Gegara Kedapatan Ambil Narkoba

Di level nasional, stadion GKR hasil renovasi selalu dipuji publik sepakbola tanah air sebagai salah satu stadion dengan kualitas terbaik. Nama Ternate dan Maluku Utara terdongkrak dan jadi salah satu destinasi sepakbola nasional. Ironisnya, di Ternate, perdebatan soal GKR justru terus dipertanyakan. “Kami tak ingin GKR jadi motif politik. Tak ada urusan kami dengan politik. Malut United hanya fokus mengurus sepakbola,” tegasnya.

Soal SLF dan PBG, dokumen ini akan tetap didaftarkan sesuai proses jika status kepemilikan sudah diterbitkan oleh pihak yang berwenang. “Kita tidak bisa mengurusnya saat ini karena kendala aset,” jelas Asghar.

Ia menambahkan, saat proses awal MoU, pihaknya ingin GKR segera direnovasi karena Malut United butuh kandang untuk bermain di Liga 1 sejak musim lalu. Renovasinya juga dilakukan secara cepat. Karena itu, ia berharap semua dokumen untuk aspek legal Gelora Kie Raha bisa diselesaikan secepatnya.

Ia juga sangat menyesalkan munculnya polemik yang membawa nama PT. MMS dan Malut United seolah-olah ada unsur kongkalikong dalam proses renovasi.

“Kita sangat rugi kalo berhitung finansial. Tak ada keuntungan apa pun sejak Gelora selesai direnovasi. Main di Ternate juga butuh biaya yang sangat besar. Tapi kita memilih bermain di sini karena ingin daerah ini punya kebanggaan bersama,” tegasnya.

Sejak Gelora Kie Raha digunakan, yang muncul selalu polemik yang merugikan Malut United. Tak ada dukungan dari siapa pun. Kalau kondisi seperti ini terus berlanjut dan mengganggu kenyamanan tim, opsi keluar dari Ternate adalah pilihan paling rasional.

“Pemain butuh fokus. Tim butuh dukungan tanpa batas. Jika hal seperti ini tidak ditemukan di Ternate maka untuk apa Malut United ada di sini?” ujarnya.

Baca Juga:  Gunung Ibu Level III, Kapolres Halmahera Barat Imbau Masyarakat Ikut Arahan Pemda

“Manajemen lagi lakukan evaluasi, bisa jadi kami pindah ke Ambon. Sponsor tim juga saat ini dari Maluku. Soal biaya renovasi yang mencapai puluhan miliar biarlah jadi kerugian kami. Kami pindah karena merasa tak ada dukungan dari pemerintah maupun masyarakat,” kata Asghar.