News  

Warga Kawasi Blokade Jalur Produksi Tambang Nikel, Tuntut Masalah Air Bersih dan Listrik

Warga Kawasi menutut perusahaan tambang untuk menyelesaikan masalah air bersih dan listrik yang mereka derita sejak tambang beroperasi. Foto: Walhi Malut/Istimewa

Puluhan warga Desa Kawasi di Halmahera Selatan, Maluku Utara, terpaksa memblokade kawasan jalur produksi nikel milik PT Harita Group, Sabtu, 15 November 2025.

Warga menuntut agar perusahaan tambang itu menyelesaikan masalah air bersih dan listrik yang mereka rasakan. Aksi Pemboikotan dilakukan sekitar 10.20 WIT hingga 18.13 WIT.

Aksi kedua ini dilakukan karena warga merasa tidak ada itikad baik pihak perusahaan saat melakukan pertemuan sebelumnya.

Nurhayati Nanlesi, salah satu warga memgatakan, kesepakatan yang dibuat bersama pihak perusahaan adalah desa kawasi harus menikmati sumber air bersih dan listrik.

Kesepakatan itu harus ditandatangani oleh toko agama, toko masyarakat dan pimpinan site Harita Group. “Namun, pihak perusahaan justru mengabaikan kesepakatan tersebut,” katanya.

Aksi blokade berlangsung kurang lebih 8 jam, sempat terjadi gesekan antara pihak keamanan dan warga kawasi lantaran dipicu beberapa oknum anggota TNI-Polri yang berupaya melakukan intimidasi terhadap Direktur Walhi Malut saat membela warga dalam proses negosiasi. Meski demikian, situasi kembali normal usai pihak keamanan menarik diri.

Mubalik Tomagola, Manager Advokasi Tambang WALHI Malut, mengatakan, warga Kawasi selama ini hidup dalam ancaman krisis ekologi dan sosial akibat aktivitas industri ekstraktif di wilayah mereka.

“Air bersih yang seharusnya menjadi kebutuhan dasar justru hilang karena aktivitas perusahaan. Padahal air bersih yang menjadi tanggung jawab perusahaan hanyalah Greenwashing di mata publik dan mata IRMA,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang dikutip cermar, Minggu, 16 November 2025.

Mubalik menegaskan bahwa tindakan intimidasi dan upaya kriminalisasi terhadap WALHI tidak akan meredamkan perjuangan masyarakat Kawasi untuk mendapatkan hak mereka.

“Kami mengecam keras tindakan represif yang dilakukan aparat. Pejuang lingkungan bukan penjahat, kami hadir untuk memastikan masyarakat tidak diperlakukan sewenang-wenang. Jika aparat terus bertindak dengan cara seperti ini, maka jelas ada upaya pembungkaman terhadap perjuangan warga,” tambahnya.

Baca Juga:  Kasus Pendeta Tembak Warga di Taliabu Masih Penyelidikan

Ditambahkan warga lainnya, Sanusi Samsir, dalam orasinya mengungkapkan bahwa masyarakat sudah terlalu lama bersabar. Ia menilai perusahaan hanya menampilkan narasi kemajuan tanpa pernah memerhatikan dampak terhadap warga kawasi.

“Kami tidak menginginkan lebih, kami hanya menolak diperlakukan seperti ini. Kalau listrik dan air bersih saja tidak bisa diberikan, bagaimana mungkin kami bisa percaya bahwa Harita peduli terhadap lingkungan dan sosial di desa kawasi?” tegasnya.

Kordinator aksi, Ucok S Dola juga menyampaikan bahwa pihak perusahaan tidak hanya mengabaikan kesepakatan, namun secara sistematis mengurangi ruang hidup dan ruang demokrasi warga.

“Kami sudah berulang kali mengajukan dialog, tetapi selalu dijawab dengan janji kosong. Yang terjadi justru intimidasi, bukan penyelesaian. Warga hanya ingin hidup layak di tanah mereka sendiri, bukan menjadi korban demi kepentingan ekonomi negara” tegasnya.

Selain krisis air dan listrik, warga juga ingin memperlihatkan terkait pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan kepada PT. Harita Group akibat debu industri yang terus meningkat selama satu dekade terakhir.

Sejumlah anak dan lansia yang mengalami infeksi saluran pernapasan turut hadir di tengah masa aksi, tetapi hingga masa membubarkan diri tidak ada langkah keseriusan yang dilakukan pihak perusahaan. Kondisi ini memperkuat alasan warga untuk terus melakukan aksi pemboikotan sebagai bentuk perlawanan.

Dalam kesempatan yang sama, WALHI Malut mengingatkan bahwa aksi warga Kawasi adalah bentuk ekspresi demokrasi yang dijamin oleh undang-undang. Pemerintah daerah dan aparat keamanan diminta bertindak netral serta tidak menjadi alat pembungkaman kepentingan korporasi.

Mereka juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Komnas HAM, dan Ombudsman RI untuk turun tangan menyelidiki kasus pelanggaran hak dasar dan dugaan pembiaran oleh perusahaan.

Baca Juga:  Hasby Yusuf Siap Perjuangkan 5 Poin Ini di DPD RI

Aksi ini rencananya akan kembali dilakukan dalam beberapa hari ke depan sampai ada kejelasan tertulis yang ditandatangani oleh pihak perusahaan. Warga bersama WALHI Malut siap membuka ruang dialog, namun menegaskan bahwa tidak akan ada negosiasi apa pun sebelum kesepakatan sebelumnya dipenuhi sepenuhnya.

Penulis: Tim CermatEditor: Rian Hidayat Husni