Penetapan Sherly Tjoanda sebagai calon Gubernur Provinsi Maluku Utara, menggantikan mendiang suaminya, mendapat sorotan tajam dari aktivis pergerakan di Maluku Utara, yang menamakan diri Front Persatuan Peduli Demokrasi Maluku Utara.
Para aktivis pergerakan itu menunjukkan sikapnya dalam bentuk aksi unjuk rasa di depan kantor Bawaslu Provinsi Maluku Utara, Senin, 28 Oktober 2024.
Para aktivis ini menuntut agar Bawaslu Maluku Utara segera menindaklanjuti laporan, informasi, dan aduan dari masyarakat Maluku Utara. Laporan itu berkaitan dengan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Maluku Utara dalam penetapan Sherly Tjoanda sebagai calon Gubernur Maluku Utara. Termasuk segera merekomendasikan perihal tersebut pada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia.
Koordinator lapangan Alan Ilyas dalam orasinya menyatakan, Keputusan KPU terkait dengan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Gatoto Subroto sebagai tempat pemeriksaan kesehatan Sherly Tjoanda, Calon Gubernur Maluku Utara telah menyalahi ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2020.
Selain itu, Alan bilang, KPU Provinsi Maluku Utara juga tidak menjalankan proses pemeriksaan kesehatan sesuai dengan Keputusan Komisi Pemilihan Umum, Nomor 1090 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota.
“Di mana dalam ketentuan tersebut jumlah juknis pemeriksaan kesehatan sebanyak 13, sementara waktu pemeriksaan yang ditetapkan selama 620 menit kurang lebih 10 jam. Selain itu terdapat 22 Kriteria Ganguan Kesehatan yang harus dipenuhi oleh Calon Pengganti Sherly Tjoanda,” ujar Alan.
“Atas itu kami sangat yakin dengan kondisi kesehatan jasmani dan rohani pasca insiden kecelakaan, hingga ditetapkan sebagai calon Gubernur Sherly Tjoanda tidak memenuhi 22 kriteria gangguan kesehatan tersebut,” cetusnya.
Sementara, berdasarkan data dan informasi yang diterima pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Gatot Subroto Jakarta hanya berlangsung 6 jam, atau dimulai pukul 08.00 hingga 14.00 WIB dinyatakan telah selesai.
Di sisi lain, menurut ia, pada saat pemeriksaan, Komisioner KPU Maluku Utara juga tidak berada di rumah sakit, bahkan Bawaslu Maluku Utara juga tidak diberikan akses.
Alan juga mengatakan, salah satu komisioner KPU Malut yang diutus ke Jakarta untuk menyaksikan proses dan tahapan pemeriksaan atas nama Iwan Kader juga tiba sekitar Pukul 16.00 WIB, sehingga hal ini tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Alam menambahkan, terkait surat permohonan dari Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara dengan Nomor: 023/REK.KES/X/2023 tanggal 17 Oktober 2024 tentang rekomendasi nama rumah sakit untuk pemeriksaan kesehatan calon pengganti dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara 2024 juga cacat hukum. Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara hanya boleh merekomendasikan rumah sakit yang berada lokus atau wilayah pemerintahan Provinsi Maluku Utara.
“Kami menduga ada permainan atau kong kalikong KPU Maluku Utara dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan calon pengganti Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda. Dengan demikian KPU telah menyalahi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. KPU Maluku Utara telah mencederai nilai-nilai demokrasi. KPU Maluku Utara harus bertanggung jawab penuh atas persoalan tersebut,” pungkasnya.
Berikut sejumlah point tuntutan Front Persatuan Peduli Demokrasi Maluku Utara:
- KPU Maluku Utara segera lakukan pembatalan keputusan/penetapan Sherly Tjoanda sebagai bakal calon Gubernur Maluku Utara, karena diniliai tidak memenuhi ketentuan dan pesyaratan sebagai calon Gubernur Maluku Utara.
- Mereka juga mendesak Bawaslu Maluku Utara segera menindaklanjuti laporan, informasi dan aduan dari masyarakat Maluku Utara, berkaitan dengan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Maluku Utara soal penetapan Sherly Tjoanda sebagai calon Gubernur Maluku Utara. Serta, merekomendasikan perihal tersebut pada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia.
- Massa aksi juga mendesak KPU Republik Indonesia segera memberhentikan Ketua dan Anggota KPU Provinsi Maluku Utara, karena diduga kuat telah melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau kode etik sebagai Ketua dan Anggota Komisioner KPU Maluku Utara.
- Mendesak DKPP Republik Indonesia segera menindaklanjuti aduan dan laporan masyarakat Maluku Utara, atas dugaan dan indikasi pelanggaran Kode Etik Ketua dan Anggota KPU Provinsi Maluku Utara.