Minat terhadap jenjang pendidikan tinggi di Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara, mulai menunjukkan gejala penurunan sejak beberapa dekade terakhir. Akademisi menilai persoalan ini imbas dari kehadiran industri pertambangan nikel.
Dosen Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Agus Hi Jamal mengatakan, dampak kehadiran industri pertambangan di Halmahera Tengah saat ini makin kompleks. Selain lingkungan, persoalan lain yang cukup nyata adalah tergiurnya anak muda bekerja sebagai buruh tambang.
Agus menilai kecenderungan generasi muda bekerja di sektor tambang akan menimbulkan gejala baru dalam lanskap pendidikan di Negeri Fagogoru tersebut. Hal ini, kata dia, sejatinya bertolak belakang dengan visi pemerintah ihwal peningkatan sumber daya manusia.
Baca Juga: Dilema Gen Z di Maluku Utara, Antara Kuliah atau Jadi Buruh Tambang
“Animo anak muda bekerja di tambang makin tidak terkendali. Sehingga dapat dilihat bahwa minat mereka melanjutkan studi ke perguruan tinggi mulai menurun. Padahal di sisi lain, pemerintah daerah memiliki visi dan misi meningkatkan sektor sumber daya manusia. Ini tentu saja bertolak belakang,” papar Agus kepada cermat, Selasa, 29 Oktober 2024.
Perubahan terjadi pada pola berfikir masyarakat desa yang dekat dengan kawasan tambang. Menurut Agus, mereka cenderung berpikir instan, bahwa tambang menjadi satu-satunya jalan untuk menghasilkan uang daripada meniti kerier pendidikan.
“Bukannya membatasi anak muda ya, tetapi aspek pendidikan perlu diperhatikan. Kuliah itu bukan hanya soal belajar, tetapi bagaimana proses mendewasakan, menguji seseorang untuk bertahan hidup. Semua ada hukum kausalitasnya. Orang pasti melihat rekam jejak kita.”
Agus turut menyoroti fenomena menurunnya minat pendidikan tinggi yang dapat dilihat pada kuota penerimaan mahasiswa baru di kampus dibandingkan sebelum kehadiran industri tambang di Maluku Utara.
Tahun 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk usia kerja (PUK) Halmahera Tengah mencapai 43.032 jiwa dengan persentase 70 persen merupakan angkatan kerja. Dari jumlah ini, 32.074 adalah pekerja tambang yang berusia 15 tahun ke atas.
Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Daud Arif mengaku Halmahera Tengah masih memiliki keterbatasam sumber daya manusia. Namun, pemerintah terus membuka peluang bagi mereka yang ingin melanjutkan studi di perguruan tinggi.
“Setiap tahun kita anggarkan sekitar Rp 10 miliar untuk beasiswa. Mulai dari bantuan awal studi, akhir studi, hingga kuliah jenjang S-3. Tujuannya supaya ada peningkatan SDM yang nanti mengisi birokrasi di pemerintahan,” ucap Daud.
Dia menyarankan agar generasi muda Halmahera Tengah tetap melanjutkan kuliah di tengah ambisi peluang kerja yang ditawarkan oleh industri pertambangan nikel. Ia khawatir lulusan SMA banyak menjadi pekerja kasar.
“Izin tambang di kita ini kan sampai ratusan tahun. Karena itu kita tidak akan terlambat untuk kuliah dan bekerja lagi di sana. Yang dikhawatirkan adalah mereka yang lulus SMA ini hanya jadi pekerja kasar. Jadi perlu disiapkan dulu SDM yang kita miliki,” katanya.
Data Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menunjukkan, wilayah Halmahera Tengah terdapat 24 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan luas konsesi mencapai 37.952,74 hektar.
Konsesi terbesar juga dimiliki PT Weda Bay Nikel di kawasan industri Nikel PT IWIP dengan luas 45.065 hektar. Sejak beroperasi Agustus 2018, PT IWIP telah menyerap lebih dari 75.000 tenaga kerja lokal melalui rekrutmen langsung. IWIP juga menargetkan setidaknya 100.000 tenaga kerja pada tahun 2027 mendatang.