Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dikelola oleh Badan Gizi Nasional (BGN) melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPP), bekerja sama dengan Yayasan Maria Van Deyken Soentpiet, kembali menjadi sorotan.
Kali ini, makanan yang dibagikan kepada siswa SD Negeri 1 Halmahera Utara itu ditemukan mengandung ulat dan sempat dikonsumsi sejumlah siswa hingga menyebabkan mual.
Kepala SD Negeri 1 Halmahera Utara, Hj. Hartini Hi. Ahmad, membenarkan temuan tersebut saat dikonfirmasi pada Rabu, 30 Juli 2025.
“Iya, tadi beberapa guru menemukan ulat di dalam makanan yang dibagikan. Padahal beberapa siswa sudah sempat mengonsumsinya,” ungkapnya.
Hartini menyebut, ini bukan kejadian pertama. Sebelumnya, pihak sekolah juga pernah menerima makanan, buah, dan lauk yang sudah dalam kondisi basi.
“Kami sudah beberapa kali menegur petugas pengantar makanan, tapi teguran kami tidak pernah diindahkan. Hari ini kejadian itu terulang lagi,” tegasnya.
Pihak sekolah berharap agar penyedia makanan MBG dapat lebih memperhatikan aspek kebersihan dan higienitas makanan yang diberikan.
“Harapan kami ke depan, program MBG ini benar-benar steril agar kejadian yang tidak kita inginkan tidak terulang,” ujarnya.
Respons BGN: Tarik Makanan, Perketat Prosedur
Menanggapi hal tersebut, perwakilan dari BGN-PPG, Hizkia J.S., menjelaskan bahwa setelah menerima laporan dan video dari pihak sekolah, pihaknya langsung menarik kembali makanan yang telah terdistribusi.
“Setelah kami mendapatkan informasi dan video, semua makanan langsung kami tarik. Untuk sekolah-sekolah yang masuk siang, hari ini kami tidak distribusikan makanan,” jelas Hizkia.
Ia menduga keberadaan ulat bukan berasal dari makanan, melainkan dari wadah makan (ompreng) yang tidak dicuci dengan baik.
“Dari bentuknya, ulat itu lebih mungkin berasal dari sisa makanan yang menempel di ompreng. Kalau dari makanan, bentuk ulatnya berbeda. Namun video tersebut belum kami serahkan ke Dinas Kesehatan untuk diteliti lebih lanjut,” ujarnya.
Hizkia mengakui adanya kelalaian dalam proses pencucian peralatan makan. Ia menjelaskan bahwa prosedur standar mencakup pencucian dengan air bersih, pembersihan ulang, dan bilasan akhir dengan air panas mendidih.
“Kami sudah lakukan pengecekan pada sisa makanan dan sayur di dapur, tidak ditemukan adanya ulat. Jadi kemungkinan besar ulat berasal dari ompreng yang tidak bersih, bukan dari makanan yang kami siapkan,” tegasnya.
Komitmen Evaluasi dan Peningkatan Kualitas
Hizkia menyatakan bahwa pihaknya akan memperketat pengawasan, baik dalam proses pengolahan makanan maupun pencucian peralatan makan, meskipun produksi harian mencapai sekitar 3.000 paket makanan.
“Ke depan, pengawasan di dapur akan ditingkatkan agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi,” tutupnya.