Puluhan orang yang tergabung dalam organisasi masyarakat sipil, mulai dari tokoh adat, dan pemuda Halmahera Timur,melakukan aksi di Jakarta. Mereka menyampaikan seruan mendesak kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk segera mengambil langkah tegas terhadap PT Position yang beroperasi di Halmahera Timur.
“Berdasarkan temuan lapangan, dokumen resmi, serta kesaksian masyarakat, kami menilai kuat adanya indikasi pelanggaran serius yang melibatkan penyelenggara negara, mulai dari tingkat daerah hingga pusat, yang memberikan atau membiarkan keluarnya izin tambang yang cacat hukum, sarat konflik kepentingan, dan merugikan rakyat serta lingkungan,” kata Alfian Sangaji, Koordinator Lapangan dalam rilisnya, Senin 11 Agustus 2025.
Alfian bilang, sejumlah permasalahan utama yang mereka catat di antaranya:
- Pertama: Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Position diduga cacat prosedur dan melanggar aturan tata kelola tambang yang berlaku.
- Kedua: Terdapat tanda tangan pejabat publik dalam dokumen yang memuluskan proses tanpa partisipasi publik yang memadai.
- Ketiga: Terjadi kerugian ekologis yang besar akibat aktivitas pertambangan, mulai dari kerusakan hutan, pencemaran air, hingga ancaman serius terhadap sumber pangan lokal.
- Keempat: Kerugian ekonomi masyarakat akibat hilangnya lahan produktif, rusaknya jalur transportasi, dan menurunnya hasil tangkapan nelayan.
- Kelima: Potensi keterlibatan penyelenggara negara dalam memberikan perlindungan politik dan administratif kepada perusahaan, meski jelas-jelas bertentangan dengan prinsip good governance.
Terkait dengan lima poin tersebut, khususnya peran Penyelenggara Negara, kata Alfian, pihaknya mendesak KPK untuk segera menetapkan Sekretaris Daerah Halmahera Timur sebagai tersangka terkait dugaan keterlibatan dalam kasus tambang ilegal dan penyalahgunaan wewenang pemberian tanda tangan untuk izin pertambangan PT Position.
Katanya, dugaan tersebut bukan sekadar isu liar, tetapi telah memiliki indikasi kuat berupa dokumen kontrak, bukti tanda tangan pejabat, dan kesaksian warga yang dirugikan. “Fakta di lapangan menunjukkan adanya aktivitas pertambangan di wilayah Halmahera Timur yang menyebabkan kerusakan lingkungan parah, hilangnya sumber mata pencaharian warga, dan potensi kerugian negara yang mencapai miliaran rupiah,” ungkapnya.
Massa aksi juga menyampaikan tuntuan ke KPK sebagai berikut:
- Segera melakukan supervisi dan mengambil alih penanganan kasus tambang ilegal PT Position di Halmahera Timur.
- Menetapkan Sekretaris Daerah Halmahera Timur sebagai tersangka atas dugaan penyalahgunaan kewenangan dan keterlibatan dalam penerbitan dokumen izin.
- Memeriksa seluruh pejabat terkait, termasuk pihak-pihak yang menandatangani atau memfasilitasi izin tambang ini.
Sementara itu, tuntutan disampaikan ke Kementerian ESDM sebagai berikut:
- Membekukan, menutup, dan mencabut seluruh izin usaha pertambangan PT Position di Halmahera Timur karena terbukti melanggar ketentuan perundang-undangan dan menimbulkan kerusakan lingkungan.
- Melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh izin tambang di Maluku Utara, khususnya di Halmahera Timur.
- Mengumumkan secara terbuka hasil audit dan langkah penindakan terhadap perusahaan yang melanggar.
“Kami menilai bahwa kerugian ekologis akibat aktivitas PT Position sudah sangat serius. Hutan yang menjadi penyangga kehidupan warga telah gundul, aliran sungai tercemar limbah, dan tanah produktif berubah menjadi area gersang penuh lubang tambang,” katanya.
Selain kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi warga akibat hilangnya sumber air bersih, berkurangnya hasil tangkapan ikan, dan terhambatnya sektor pertanian diperkirakan mencapai miliaran rupiah setiap tahunnya.
Jika negara terus membiarkan praktik seperti ini, kata massa aksi, maka Halmahera Timur hanya akan menjadi korban eksploitasi tanpa masa depan. Mereka tidak ingin sumber daya alam kami dihisap habis tanpa ada keberlanjutan dan keadilan bagi masyarakat lokal.
“Jika KPK dan Kementerian ESDM masih menutup mata, maka rakyat Halmahera Timur akan menganggap negara adalah bagian dari kejahatan ini. Dan sekali negara berpihak pada pelaku, rakyatlah yang akan menjadi hakim terakhir,” tutupnya.