Membangkitkan Imajinasi Publik dari Ucapan Wakil Rakyat

Penulis: Indra Abidin

Oleh: Indra Abidin*

 

Baru-baru ini terjadi aksi demonstrasi di sejumlah daerah, tidak terkecuali di Provinsi Maluku Utara (Malut). Berbagai tuntutan massa aksi, mulai dari mendorong kesejahteraan guru dan dosen sampai memastikan reformasi di lembaga legislatif. Gelombang partisipasi publik terhadap kondisi yang sedang dialami bangsa agar kehidupan demokrasi bergerak pada kemajuan bangsa meningkat.

Satu hal yang tak lepas adalah ucapan wakil rakyat. Ini jadi salah satu penyebab terjadi gelombang demonstrasi. Tindakan mewakili bukan sekadar individu yang mengemban tugas atau ditugaskan tetapi langkah mencerdaskan secara kelembagaan. Dalam konteks ini, upaya kemajuan tercermin dari ucapan, pola pikir mau pun langkah politik yang sedang dijinjing.

Namun, ucapan wakil rakyat kerap memperlebar kesenjangan sosial, kalau tidak ingin mengatakan melukai hati rakyat. Hal ini melahirkan kalimat tanya, apakah ucapan wakil rakyat dapat meningkatkan pengetahuan publik, memperluas wawasan sampai membangkitkan imajinasi? Di tengah perayaan ke-80 kemerdekaan,  bangsa Indonesia memaknai prosesnya.

Secara fundamental dan substantif: bahwa kerja sama, persatuan dan kesatuan perlu dirawat dan dijaga untuk mencapai keadilan sosial. Tak hanya keadilan, tetapi juga keseimbangan antara lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif terhadap kehidupan demokrasi di tengah masyarakat.

Dalam konteks ini, posisi dan kedudukan sebagai wakil rakyat adalah kesempatan dan cara terbaik (best practices) untuk menumbuhkan semangat mencapai tujuan melalui imajinasi sosial yang dibangun dari ucapan.

Ucapan bukan sekadar lamunan atau sejenis lainnya, melainkan kemampuan menyusun gagasan untuk masa depan bangsa lebih baik. Sekitar ucapan akan menumbuhkan  ruang bagi masyarakat berpikir, mengkonstruksi ide lebih konstruktif. Satu sisi, ide yang tersusun tercermin dari ucapan atas penguasaan persoalan yang dihadapi rakyat. Sisi lainnya, ucapan wakil rakyat mendekati cita-cita sebagaimana mestinya.

Baca Juga:  RKUHP dan Teror Usai Ketuk Palu

Soal ucapan yang melahirkan imajinasi berbasis pada pengetahuan beranjak dari komunikasi publik dan politik yang selaras. Oleh karena itu, kemampuan menyampaikan gagasan oleh wakil rakyat sangat dibutuhkan atau dimiliki sebagai “penyambung lidah rakyat” terhadap kemajuan bangsa.

Ini disadari secara bersama agar memposisikan individu sebagai keterwakilan rakyat, yang dapat memproduksi gagasan, melahirkan imajinasi publik sekaligus fungsinya; guna mengkomunikasikan sejumlah aspirasi masyarakat kepada pemerintah dan pemerintah ke masyarakat. Semacam “humasnya” masyarakat karena ruang gerak dan wilayah kerja yang diberikan sangat luas.

Komunikasi publik dan politik beserta luasnya wilayah kerja wakil rakyat diharapkan tidak tergerus. Agar tidak tergerus, suatu ucapan yang menyejukan dengan logika yang tajam ditambah pilihan kata yang tetap telah dicontohkan tokoh bangsa. Kalimat yang diucapkan tokoh bangsa, mereka mencerminkan “isi kepala” yang kritis, logical thinking berdiri sejajar dengan posisi dan tanggung jawabnya.

Namun, sebelum ke contoh dalam negeri, kita ke pemberitaan dari Korea Selatan (Korel) belakangan ini. Kompas.id (29/8/2025) mewartakan, ibu negara Korsel periode 2022-2025, Kim Keon Hee dan Perdana Menteri Korsel periode yang sama, Han Duck-soo yang didakwa atas tuduhan korupsi, penyuapan dan penyalahgunaan kekuasaan.

Tetapi bukan soal itu, melainkan ucapnya yang “sarat makna”—saya perlu mengisinya secara langsung: ketika menerima dakwaan dan bersiap diadili, ia memberikan sebuah tanggapan, “seperti purnama yang bercahaya di kegelapan, saya pun akan bertahan dan menghadapi kebenaran,” kata Kim yang disampaikan pengacaranya.

Bagi saya, kalimat ‘purnama  yang bercahaya di kegelapan’ bukan sekadar ungkap hati yang terkontrol oleh pemikiran di tengah persoalan yang dihadapi, tetapi kecerdasan emosional yang ingin ditampilkan kepada rakyatnya. Ia mendidik rakyatnya tentang pola komunikasi publik dan perencanaan komunikasi politik. Tentu saja, memiliki korelasi dengan contoh yang diberikan tokoh bangsa, Ir. Soekarno ke Syahrir, “seperti rotan, saya hanya melengkung, tetapi tidak patah”.

Baca Juga:  Cap Tikus

Di sinilah titiknya,  tantangan bangsa kedepan, bahwa wakil rakyat adalah orang-orang yang dipilih dengan pengetahuan mendasar, yakni memahami persoalan masyarakat dan memiliki kemampuan mengkomunikasikannya kepada publik dengan muatan yang dapat meningkatkan imajinasi publik. Bukan sebaliknya, melukai hati rakyat.

—–

*Penulis merupakan akademisi Universitas Bumi Hijrah Sofifi