News  

Pra Peradilan O’Hongana Manyawa, Dugaan Kesalahan Prosedural Penangkapan

Sidang perdana pra Peradilan di Pengadilan Negeri Soasio, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, yang diajukan oleh dua anggota Masyarakat Adat Tobelo Dalam atau O Hongana Manyawa, yakni Samuel Baikole dan Alen Baikole lewat kuasa hukumnya yang terdiri dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi. Foto: Istimewa

Pengadilan Negeri Soasio, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, menggelar sidang perdana pra Peradilan yang diajukan oleh dua anggota Masyarakat Adat Tobelo Dalam atau O Hongana Manyawa, yakni Samuel Baikole dan Alen Baikole, Selasa (2/5).

Upaya hukum ini dilakukan karena adanya dugaan kesalahan prosedur dan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan anggota Polres Halmahera Timur selaku termohon. Mulai dari penangkapan, penahanan, dan penetapan tersangka.

Di mana, termohon menangkap dan menahanan dua tersangka yang dituduh telah melakukan pembunuhan berencana terhadap seorang warga Dusun Tukur-Tukur pada Oktober 2022.

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Tunggal, Kemal Syafrudin, kedua tersangka diwakili kuasa hukumnya dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi.

Mereka tergabung dalam Tim Advokasi Untuk Keadilan Masyarakat Adat Tobelo Dalam. Kuasa hukum kedua tersangka berjumlah 11 advokat pembela yang berasal dari Jakarta, Makasar, dan Ternate.

Ketua PPMAN Syamsul Alam Agus usai sidang menjelaskan, gugatan pra Peradilan ini dilakukan karena diyakini adanya tindakan pelanggaran hukum yang telah dilakukan oleh Polres Haltim.

“Mulai dari proses penangkapan, penahanan, dan penetapan status kedua masyarakat adat sebagai tersangka,” ujar Alam.

Sidang perdana pra Peradilan di Pengadilan Negeri Soasio, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, yang diajukan oleh dua anggota Masyarakat Adat Tobelo Dalam atau O Hongana Manyawa, yakni Samuel Baikole dan Alen Baikole lewat kuasa hukumnya yang terdiri dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi. Foto: Istimewa

Menurutnya, termohon dalam persidangan yang diwakili Kasat Reskrim Polres Haltim dan Binkum Polda Malut, diduga telah melakukan pelanggaran HAM terhadap kedua tersangka.

“Berdasarkan keterangan yang kami miliki, sangat kuat dugaan bahwa penangkapan serta penahanan tersangka telah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” ungkap Alam.

Baca Juga:  Dinas Koperasi Ternate Dorong Produk Lokal Masuk Alfamidi dan Indomaret

Ketua PPMAN ini menambahkan, tindakan termohon yang menyita barang milik tersangka tanpa prosedur merupakan pelanggaran hukum. Karena menyita barang harus memiliki keterkaitan dengan suatu peristiwa pidana.

Selain itu, penyitaan harus melalui proses di pengadilan, sebagaimana yang diatur KUHAP atau setidaknya mengacu pada Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tindak pidana.

Ketua Tim Advokasi untuk Keadilan Masyarakat Adat Tobelo Dalam, Maharani Caroline, menambahkan tindakan termohon seperti menendang, memukul, mengikat tangan tersangka di kursi, mengintimidasi dan mengancam agar kedua tersangka mengakui perbuatan yang tidak dilakukan, merupakan pelanggaran hukum dan HAM yang harus dituntut secara hukum.

Ia menegaskan, gugatan pra Peradilan ini juga meminta kepada termohon untuk memberikan ganti rugi atas tindakan yang telah merugikan kedua tersangka, baik secara materiil maupun imateriil.

“Selain itu, termohon harus melakukan rehabilitasi nama baik kedua tersangka melalui media lokal dan media nasional,” tegas Rani, sapaan akrab Maharani Caroline.

Rencanannya, sidang praperadilan berikutnya dijadwalkan pada 3 sampai 9 Mei 2023 dengan agenda pembuktian, serta kesimpulan para pihak dan majelis tunggal sekaligus pembacaan putusan atas perkara ini.