Akademisi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), Abdul Aziz Hakim, menegaskan tahapan pilkada Malut belum selesai sebelum Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan siapa yang menang dan kalah.
Menurut Aziz, bagi mereka yang meraih suara tertinggi belum ada jaminan pasti untuk memenangkan pilkada dan sebaliknya mereka yang meraih suara rendah belum bisa diklaim kalah dalam pertarungan.
Advokat Ganjar-Mahfud dalam sengketa Pilpres ini mengatakan, sistem hukum pemilu atau pilkada di Indonesia sangat memungkinkan peraih suara tertinggi bisa saja tidak memenangkan pertarungan, jika terbukti oleh majelis hakim konstitusi melakukan pelanggaran berat seputar tahapan pilkada.
“Contoh beberapa daerah seperti Kabupaten Boven Digoel, dan Yanimo di Papua serta Kabupaten Sabu Raijua NTT, dan beberapa kabupaten lainnya terbukti Mahkamah mendiskualifikasi Paslon yang meraih suara tertinggi yang selisihnya jauh dari Paslon lain,” ucap Aziz.
Dia menjelaskan, ada potensi besar dalam pilkada 2024, MK akan memutus diskualifikasi atau pembatalan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah hasil Pleno KPUD, jika ada pelanggaran sejenis seperti terjadi di beberapa daerah tersebut.
“Tradisi dan sistem hukum kepemiluan kita sangat menjamin adanya diskualifikasi karena sudah banyak putusan MK yang akan dijadikan jurisprudensi pada proses sidang kali ini,” ujar Sekretaris DPP APHTN-HAN ini.
Doktor lulusan Fakultas Hukum UII Yogyakarta itu bilang, tentu perlu dihargai hasil pleno rekapitulasi KPUD karena merupakan proses hukum kepemiluan, akan tetapi hasil pleno ini merupakan hasil perolehan sementara jika ada gugatan ke MK.
Dalam konteks penegakan hukum kepemiluan, kata dia, putusan KPUD soal hasil perolehan suara perlu dihargai, tetapi hal ini masih bersifat sementara jika ada gugatan.
“Kepada seluruh masyarakat terkhusus di Maluku Utara agar memahami benar sistem hukum kepemiluan kita agar tidak terjebak dengan informasi yang sesat terkait sistem hukum kepemiluan,” ujarnya.
Prinsipnya, lanjut dia, bahwa proses pilkada sudah memasuki babak akhir sehingga jika masih ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi kita sebagai warga negara yang baik harus taat hukum dengan menunggu putusan Mahkamah Konstitusi RI untuk memutus siapa yang kalah dan menang dalam Pilkada ini serta apakah dalam putusan nanti akan ada Pemungutan/perhitungan Suara Ulang.
“Mekanisme gugatan/permohonan ke Mahkamah Konstitusi RI merupakan ruang ideal bagi pencari keadilan demokrasi dan Konstitusi dan sebagai ikhtiar akhir yang diberikan oleh negara kepada warganya untuk menuntut pemilu yang jurdil dan berintegritas,” jelasnya.
Penulis: Samsul Laijou
Editor: Rian Hidayat