Asa Om Bocen di Tengah Sepinya Pasar Sasa

Om Bocen saat melayani salah satu pembeli di Pasar Sasa, Kecamatan Ternate Selatan, Kota Ternate. Foto: Fahri Aufat/cermat

Matahari tepat berada di puncak langit, memancarkan panas yang menyengat di atas atap gedung Pasar Syariah Bahari Berkesan, Kelurahan Sasa, Kota Ternate. Sabtu siang itu, 27 Desember 2025, Muksin H. Hasan (55), atau yang lebih akrab disapa Om Bocen, masih setia duduk di balik meja dagangannya.

Di tengah teriknya siang, suasana di sekelilingnya terasa kontras. Gedung pasar yang luas tampak sepi, menyisakan deretan meja beton permanen yang kosong dan berdebu.

Sinar matahari menerobos masuk dari celah-celah atap yang mulai rusak, menyinari tumpukan rica (cabai) dan tomat yang ia jajakan dengan penuh ketekunan. Bagi pria asal Makian ini, panas matahari di atas kepala menjadi penanda rutinitas tengah hari yang kini jauh lebih sunyi dibandingkan masa lalu.

Tampak depan Pasar Syariah Bahari Berkesan di Kelurahan Sasa, Kecamatan Ternate Selatan. Foto: Fahri Aufat/cermat

Om Bocen merupakan salah satu pedagang yang telah berjualan sejak pasar tersebut pertama kali dibuka. Setiap hari, ia membuka lapaknya sejak pukul 06.00 hingga 18.00 WIT. Selain rica dan tomat, ia juga menjajakan pisang sebagai tambahan dagangan. Untuk memenuhi stok, Om Bocen harus membeli langsung dari Pasar Inpres (Pasar Bastiong) sebelum kembali ke Pasar Syariah Sasa.

Sepinya pasar berdampak langsung pada pendapatan Om Bocen. Ia mengenang masa-masa awal pasar dibuka, ketika penghasilannya bisa mencapai jutaan rupiah per hari. Kini, kondisi itu berubah drastis. Dalam sehari, ia hanya mampu meraup pendapatan rata-rata sekitar Rp200.000, bahkan sering kali kurang.

“Dulu pendapatan bisa sampai jutaan karena orang ramai ke sini. Sekarang pasar sudah sepi,” kenang Om Bocen.

OM Bocen bilang, penurunan pendapatan ini salah satunya disebabkan oleh banyaknya pedagang yang memilih berjualan di pinggir jalan, sehingga pembeli enggan masuk ke area pasar resmi. Meski demikian, Om Bocen tetap memilih bertahan. Baginya, pasar ini dibangun oleh pemerintah dan seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat, bukan dibiarkan kehilangan fungsi.

Baca Juga:  Tumbuhan Sambiloto, Obat Tradisional Orang Maluku Utara

Menjual bumbu dapur bukan tanpa risiko. Om Bocen menjelaskan bahwa rica dan tomat memiliki daya tahan yang sangat terbatas. Dalam kondisi normal, stok dagangannya hanya mampu bertahan sekitar tiga hingga empat hari. Memasuki hari kelima, barang mulai membusuk dan terpaksa harus dibuang jika tidak laku terjual.

“Kalau rica dan tomat ini, paling bertahan cuman tiga sampai empat hari. Kalau sudah lewat empat atau lima hari itu suda mulai membusuk. Jadi kalau suda begitu harus di buang dan ganti stok baru,” ujarnya.

Kondisi ini membuat Om Bocen harus berhitung cermat dalam mengambil stok, terutama di tengah pasar yang semakin sepi pembeli.

Lapak-lapak yang terlihat kosong di Pasar Syariah Bahari Berkesan, Kelurahan Sasa. Foto: Fahri Aufat/cermat

Di balik keteguhannya bertahan dari pagi hingga sore, Om Bocen menyimpan motivasi besar demi keluarganya. Dari hasil berdagang itulah ia membiayai dua orang anaknya, satu masih duduk di kelas 2 SMA, dan satu lainnya di kelas 3 SMP.

Ia menaruh harapan besar kepada pemerintah daerah agar segera merealisasikan rencana rehabilitasi pasar. Om Bocen berharap pengelolaan pasar dapat dibenahi dan pedagang yang berjualan di pinggir jalan dapat ditertibkan untuk kembali masuk ke dalam area pasar.

“Harapan saya, pihak pemerintah harus kelola pasar ini, kembangkan kembali maksud saya. Bagimana pun jalan keluarnya supaya orang-orang yang berjualan di pinggir jalan bisa ditarik masuk ke dalam pasar,” harapnya.

Om Bocen bilang, hidupnya pasar bukan hanya soal pendapatan, tetapi tentang keadilan ruang usaha bagi pedagang kecil yang selama ini setia bertahan. Hingga perubahan itu benar-benar datang, ia memilih tetap duduk di balik meja sederhananya, menjaga asa di tengah pasar yang kian sunyi.

——

Reporter: Fahri Aufat

Penulis: Fahri AufatEditor: Ghalim Umabaihi