News  

Cermat Merawat Narasi Peradaban

Penulis, Budhy Nurgianto. Foto: Istimewa

Oleh: Budhy Nurgianto*

 

MUNGKIN tak banyak, orang yang bertahan mengelola media di tengah kebisingan informasi yang menuntut ketelitian dan etika, setiap informasi perlu diverifikasi, dipahami konteksnya, dan disajikan secara berimbang. Tetapi saya memiliki beberapa kawan yang justru bisa mengelola media dan bertahan hingga saat ini.

Cermat-situs berita di Maluku Utara- adalah salah satunya. Kawan saya mengelola media ini dengan kesederhanaan dan keterbatasan, namun tetap memilih bertahan demi publik dan narasi peradaban. Dalam hitungan waktu, media ini sudah tumbuh dan berusia tujuh tahun, usia yang tentu tak lagi muda dan bisa dibilang cukup matang. Menjadi bukti ketahanan di tengah arus informasi yang kian deras. Corong peradaban, pembelajaran, dan komitmen.

Tujuh tahun lalu, Cermat hadir dengan kesadaran, membangun ruang pemberitaan yang jujur, berimbang, dan berpijak pada realitas lokal. Dari isu sosial, politik, lingkungan, hingga suara warga di pulau-pulau yang kerap luput dari sorotan, Cermat memilih untuk menulisnya, berjalan pelan, namun pasti—mengutamakan ketelitian ketimbang kecepatan semata.

Saya senang media yang dikelola seorang anak muda ini bisa bertahan. Memberikan warna dalam menyajikan informasi dan ikut membangun peradaban di Maluku Utara. Apalagi kita semua tahu, masalah media hari ini kian kompleks dan berat, bukan sekadar banjir informasi, melainkan sudah pada tahap kompetisi narasi yang ketat. Banyak media terjebak dalam logika klik secara berlebihan dan tidak lagi bisa berdiri secara mandiri menyajikan informasi yang dibutuhkan publik.

Diusia Cermat yang terus bertambah, tantangan itu tentu menjadi kian nyata. Mengingat lanskap media telah berubah drastis, algoritma menggantikan redaktur, sensasi mengalahkan verifikasi, dan kebenaran kerap diperlakukan sebagai opini yang bisa dinegosiasikan, keberadaan media yang konsisten pada disiplin fakta menjadi semakin penting, sekaligus semakin sulit, dan Cermat berada ditengah-tengah itu.

Baca Juga:  Fraksi NasDem Ingatkan Pengelolaan APBD di Ternate Harus Berkualitas

Ketika Goenawan Mohamad ikut mendirikan Tempo pada 1971, ia tidak sedang membangun perusahaan media besar. Ia sedang membangun cara berpikir. Modal utama Tempo bukanlah uang, melainkan keyakinan bahwa jurnalisme harus cerdas, kritis, dan berjarak dari kekuasaan. Hasilnya Tempo terus tumbuh sebagai media yang berani membaca kekuasaan dengan bahasa yang halus namun tajam.

Gaya penulisan naratif, laporan mendalam, dan esai-esai reflektif menjadi ciri khas. Tempo dibesarkan bukan oleh sensasi, tetapi oleh kepercayaan pembaca. Kehadiran Tempo menjadi pengingat bahwa jurnalisme tidak boleh terjebak pada romantisme masa lalu. Keberanian hari ini berbeda bentuknya dengan keberanian kemarin. Kritik harus tetap tajam, tetapi juga adil, independensi harus dijaga, tanpa kehilangan kepekaan sosial.

Cermat harus bisa memaknai bertambah usia bukan sekedar momentum penanda umur, melainkan momen untuk menengok kembali perjalanan dan menimbang makna keberadaan. Bagi Cermat, usia harus menjadi pengingat bahwa jurnalisme bukan soal kecepatan, tetapi ketepatan, bukan sekadar keberanian, tetapi keteguhan moral. Cermat harus memilih jalan ini meski tidak populer. Terus menjaga narasi peradaban.

Hadir bukan sekadar institusi media, namun harus bisa menjelma menjadi ekosistem pemikiran. Melahirkan tradisi bertanya, membiasakan sikap ragu terhadap klaim kekuasaan, dan mendorong publik untuk tidak cepat puas pada jawaban sederhana. Kehadiran Cermat adalah perayaan atas jurnalisme yang berpihak pada kepentingan publik. Berani atas risiko demi kebenaran. Menjadi pengingat bahwa kebebasan tidak datang sebagai hadiah, melainkan hasil perjuangan. Menyuarakan suara publik sama halnya menjaga kebebasan.

Ditengah masyarakat yang kerap lelah berpikir dan mudah lupa, Cermat harus bisa mengajak pembacanya untuk tidak berhenti bersikap kritis, minimal bisa membangun pertanyaan untuk kritik terhadap kebijakan. Menjadi pengingat bahwa media bukan hanya sekadar saluran informasi, tetapi juga merupakan ruang gagasan, pembentukan nilai dan narasi peradaban. Kemunculan Cermat di Maluku Utara, harus memiliki peran sentral dalam membentuk kesadaran kolektif. Membangun narasi peradaban dengan lebih cepat dengan mengedepankan nilai kemanusiaan.

Baca Juga:  Puluhan Warga Binaan Lapas Tobelo Dapat Remisi Idul Fitri

Cermat harus memiliki kapasitas untuk membingkai peristiwa bukan hanya sebagai drama, tetapi sebagai proses belajar bersama. Membangun narasi peradaban dengan keberanian, memberi ruang pada suara yang terpinggirkan, dan ketika Cermat mampu menghadirkan keragaman perspektif secara adil dan bermartabat itu, sesungguhnya Cermat sedang menegaskan bahwa peradaban adalah proyek bersama.

Bertambahnya usia, sudah sepatutnya menjadi bahan bagi Cermat untuk menegaskan diri bahwasanya media dan peradaban tidak bisa dipisahkan. Menjadi sarana yang terus mengulang narasi akal sehat untuk merangsang peradaban tumbuh dalam kewarasan. Berani menanamkan narasi empati, keadilan, dan menjaga nurani publik. Saya berharap Cermat menjadi energi baru untuk itu, melangkah ke depan dengan optimisme dan kreativitas. Teruslah bertutur Cermat.

—–

Pengurus Nasional AJI Indonesia