Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi di Maluku Utara mendesak PT Nusa Halmahera Mineral (NHM) segera membayarkan hak para pekerja.
Desakan ini disampaikan usai LBH Marimoi mendampingi Muamar Ternate dan Rizal Bambang selaku Koordinator Aksi Formed (Forum Enam Desa) saat memenuhi panggilan Polda Maluku Utara, pada Senin, 17 Maret 2025.
Formed sebelumnya menggelar unjuk rasa di Kawasan PT NHM di Halmahera Utara, pada 5 Maret 2025 lalu. Mereka menuntut agar perusahaan membayarkan gaji pekerja yang sudah ditunggak sejak tiga bulan terakhir.
Lukman Harun, Penasihat Hukum LBH Marimoi menyatakan, dalam klarifikasi yang disampaikan ke penyidik, kedua pengunjuk rasa menyampaikan bahwa aksi yang mereka lakukan adalah bentuk kekecewaan atau keresahan para pekerja yang hak – haknya tidak dipenuhi oleh NHM.
Menurut Lukman, unjuk rasa tersebut bertujuan menuntut pembayaran gaji karyawan yang sudah tertunggak selama 3 bulan.
“Demikian juga gaji karyawan yang dirumahkan, berdasarkan memo yang dikeluarkan pihak manajemen NHM, karyawan akan tetap menerima upah Rp. 6 juta per bulan, namun faktanya yang mereka terima tidak sesuai, ada yang hanya dibayar Rp. 1,5 juta, ada yang dibayar 3 juta, dan itupun dibayar tidak setiap bulan, melainkan 2 atau 3 bulan sekali. belum lagi ANUALIVE, BPJS, THR dan biaya tunjangan Pendidikan yang belum dibayarkan,” kata dia kepada cermat, Selasa, 18 Maret 2025.
Jadi, menurut Lukman, tidak ada unjuk rasa yang dilakukan untuk menghalang-halangi aktivitas perusahaan. “Lagi pula jika yang dilaporkan pihak NHM bahwa unjuk rasa tersebut dilakukan di area obyek vital nasional (front gate), mengapa pihak NHM tidak melaporkan para pengunjuk rasa yang melakukan aksi di front gate NHM pada tanggal 13 Maret 2025? toh sama-sama lokasinya depan front gate NHM,” ucapnya.
LBH Marimoi menyesalkan tindakan pihak NHM atau Haji Robert selaku pemiliknya yang merespons unjuk rasa dengan ancaman kriminalisasi.
Upaya tersebut sekaligus melarang penyampaian pendapat di muka umum yang menurutnya dilindungi undang-undang, apalagi penyampaian pendapat tersebut berjalan aman, tidak ada chaos. Harusnya selaku pimpinan, bijaksana menanggapi aksi unjuk rasa.
“Sudah tidak membayar hak-hak karyawan, masa mau pidanakan karyawannya juga? Kuasa hukum NHM juga harusnya memberikan advice yang lebih baik kepada kliennya (haji Robert), agar tidak selalu menggunakan jalur pidana (melapor ke polisi) untuk merespons tuntutan karyawan. Karna laporan-laporan tersebut, akhirnya Haji Robert dikenal sebagai “tukang lapor” oleh warga. Image yang sangat tidak baik bagi pengusaha yang selama ini mencitrakan dirinya sebagai orang yang peduli dengan kemanusiaan,” katanya.
Ia bilang, langkah yang dilakukan oleh PT. NHM melalui kuasa hukumnya merupakan sikap yang tidak tepat dalam menyelesaiakan persoalan.
“Laporan polisi tidak menyelesaikan masalah, tetap saja PT. NHM berkewajiban membayar hak-hak para karyawan,” cetusnya.
Selama ini perusahaan meminta pekerja menghormati kesepakatan PKB, tetapi, kata dia, perusahaan sendiri tidak taat pada PKB. Makanya tidak heran ada unjuk rasa yang dilakukan.
Dia menambahkan, LBH Marimoi mengingatkan pihak kepolisian, dalam hal ini Polda Malut, agar bertindak profesional dalam merespons laporan ini.
“Kalau tidak cukup bukti, jangan dipaksakan. Bagaimanapun juga, polisi itu bertugas melindungi masyarakat, bukan jadi kaki tangan pengusaha,” ujarnya.