Kondisi bangunan SMA Negeri 11 Kota Ternate, Maluku Utara, yang berada di Kelurahan Mayau, Kecamatan Pulau Batang Dua, sangat memperihatinkan.
Pasalnya, atap dan plafon ruang belajar sekolah tersebut sudah berlubang, bahkan di beberapa titik sudah rusak parah.
Tokoh Pemuda Batang Dua, Hatta Hamjah menegaskan, memperoleh pendidikan merupakan hak setiap warga negara. Namun, kenyataannya keadaan ini tak dapat dirasakan oleh siswa-siswi dan guru-guru SMA Negeri 11 Kota Ternate di Pulau Batang Dua.
Sebab, fasilitas pendidikan, termasuk gedung sekolah yang ada di Pulau Batang Dua tidak memadai.
“Tidak bisa dipungkiri, gedung sekolah adalah sarana penunjang pendidikan yang sangat dibutuhkan. Sayangnya, keadaan gedung sekolah di daerah terpelosok dan terpencil akan sangat jauh berbeda dengan fasilitas di kota-kota besar,” kata Hamja, Minggu, 19 Januari 2025.
Ia menilai, tidak hanya soal bentuk fisik, tetapi sarana dan prasarana pendukung lainnya banyak yang tidak mendukung kegiatan belajar mengajar di SMA Negeri 11 Kota Ternate.
“Sekolah di daerah pelosok akan hadir dengan bangunan seadanya. Bahkan, cenderung tidak layak dan belum didukung dengan sarana prasarana yang lengkap,” ujar Hatta.
Hatta bilang, ketidaklayakan kondisi gedung hingga pemeliharaan bangunan yang sering terabaikan berujung pada ambruknya bangunan sekolah, khususnya di SMA Negri 11 Kota Ternate Pulau Batang Dua.
Menindaklanjuti buruknya kondisi gedung sekolah di Indonesia, utamanya di wilayah pelosok, menurut Hatta, pemerintah melakukan banyak upaya untuk mengembangkan dan memperbaiki fasilitas sekolah.
“Salah satunya melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pembangunan, Rehabilitasi atau Renovasi Pasar Rakyat, Prasarana Perguruan Tinggi, dan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Merujuk pada peraturan tersebut, perbaikan infrastruktur dan juga sarana penunjang sumber daya manusia termasuk dalam kewajiban pemerintah untuk memajukan pendidikan di berbagai tempat melalui berbagai program terpadu,” imbuhnya.
“Sejatinya SMA Negri 11 membutuhkan perhatian khusus dari bapak Pj Gubernur dan Pj Sekda bersama Kadikjar Provinsi Maluku Utara. Pembangunan dan atau gedung serta fasilitas sekolah ini perlu penanganan cepat dan adil. Dengan begitu, siswa dapat bersekolah dan mendapat pendidikan yang layak” sambungnya.
Menurutnya, pergerakan yang cepat tidak hanya akan berdampak terhadap pencapaian tujuan pendidikan Maluku Utara dan nasional, melainkan juga pengaruhi psikologi para siswa.
“Semangat belajar mereka yang tinggi perlu mendapat dukungan dari penyediaan fasilitas yang lengkap. Siswa-siswi dan guru-guru bisa nyaman dan sejahtera dalam kelas jika infrastrukturnya juga harus ikut mendukung,” tandasnya.
“Dengan kondisi bangunan seperti ini kami berharap dari dinas pendidikan provinsi bisa turun langsung melihat kondisi sekolah yang ada di Batang Dua biar lebih jelas,” tandasnya.
Sementara, Plt. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadikbud) Maluku Utara (Malut), Ramli Kamaluddin saat dikonfirmasi mengenai hal itu, mengatakan dirinya kaget menerima informasi keluhan masyarakat terkait kondisi SMA 11 Kota Ternate tersebut. Karena kepala sekolah tidak proaktif berkoordinasi Dikbud, bahkan sulit dihubungi.
“Saya kaget sekali. Karena kepala sekolah hanya diam saja. Bahkan pihak sekolah hingga kini tidak menginput Data Pokok Pendidikan (Dapodik) maupun sarana dan prasarana sarana fisik sekolah. Kepala sekolah juga susah dihubungi. Diundang ke Ternate pun tidak pernah datang,” katanya.
Karena itu, lanjut Ramli, pihaknya menganggap jika tidak ada masalah dan tuntas soal sarana dan prasarana fisik sekolah tersebut. Padahal justru sebaliknya.
“Jadi, ada dua pola bantuan sekolah. Pertama, melalui dana alokasi khusus (DAK). Kedua, melalu dana alokasi umum (DAU). Dan, untuk melakukan pengusulan ke pusat maka harus ada dapodik. Tapi karena dapodik di sekolah ini kosong, maka tidak bisa dilakukan,” ungkapnya.
Menurut ia, yang patut disalahkan dalam hal ini bukan Dikbud, tapi kepala sekolah yang hanya bungkam terkait kondisi sekolah.
“Dalam hal ini yang harus disalahkan bukan dinas tapi kepala sekolah. Sudah saya tegur juga. Jika sekolah yang jauh dalam jangkauan harus proaktif berkoordinasi terkait sarana dan prasarana fisik sekolah yang bersangkutan. Sekolah Taliabu, meskipun jauh sering pro aktif koordinasi,” terangnya.
Ramli juga menegaskan, kepala sekolah bakal dievaluasi dalam hal ini agar sekolah menjadi lebih baik. “Mungkin kepala sekolah sudah malas dan tidak peduli lagi. Karena itu, perlu dievaluasi itu kepala sekolahnya. Sebab, jika kepala sekolah tidak peduli, sekolahnya akan rusak,” ujarnya.
Menyikapi masalah ini, kata Ramli, pihaknya akan mengambil langkah alternatifnya dengan mengupayakan alokasi anggaran untuk sekolah tersebut. “Kita sudah koordinasi bagian perencanaan dan mensosialisasikan untuk pengalokasian anggaran ke sekolah tersebut di tahun 2025. Kalau memungkinkan, kita bakal kasih DAU,” ungkapnya.
Ramli juga bilang, akan turun langsung ke lokasi untuk memastikan kondisi sekolah tersebut. “Kita lihat perkembangan kita usahakan bakal turun langsung ke lokasi,” pungkasnya.