Agenda demokrasi 5 tahunan kian terasa dekat. Dari level lokal sampai nasional, bahkan perorangan, kelompok, hingga lembaga mulai disibukkan dan menyibukkan diri. Tak terkecuali dengan level Dewan Perwakilan Daerah (DPD), khususnya untuk Provinsi Maluku Utara.
Menurut aturannya, persyaratan awal pendaftaran bakal calon (balon), yakni penyerahan dukungan minimal pemilih, akan ditutup pada 29 Desember 2022 setelah dibuka selama kurang lebih 2 minggu sebelumnya.
Dari beberapa nama yang muncul di provinsi Maluku Utara, salah satunya adalah Graal Taliawo yang telah menyerahkan dukungan minimal pemilihnya di KPU Provinsi Maluku Utara, pada Rabu, 28 Desember 2022.
Laki-laki kelahiran Wayaua (Bacan) ini kembali memantapkan diri untuk terlibat dalam ajang kontestasi demokrasi pada 2024 mendatang sebagai calon anggota DPD-RI mewakili Provinsi Maluku Utara.
“Bersyukur kepada-Nya, serta terima kasih dan apresiasi terdalam saya sampaikan kepada 2.028 warga Maluku Utara yang telah memberikan KTP-nya sebagai bentuk dukungannya kepada saya,” ungkapnya, melalui rilis resmi yang diterima cermat, Kamis 29 Desember 2022.
Dukungan yang tersebar di 9 kabupaten/kota ini, menurutnya, menjadi “amunisi” yang menguatkan untuk kembali melanjutkan perjuangannya dalam politik praktis. “Dengan dukungan ini, saya siap berpartipasi membangun Maluku Utara melalui jalur politik”, lugasnya.
Tahun 2024 nanti merupakan kali kedua bagi tokoh/politisi muda sekaligus pegiat politik gagasan asal Maluku Utara ini untuk maju sebagai kandidat anggota DPD-RI.
Sebelumnya, pada 2019, dengan daerah pemilihan (Dapil) yang sama, tokoh muda yang biasa dipanggil Graal Taliawo ini berhasil mengantongi 24.128 dukungan suara pemilih pada 10 kabupaten/kota.
Ini merupakan dukungan yang besar bagi sosok muda dan “pendatang baru”, dibandingkan sederet nama lainnya ketika itu. Padahal, kala itu kampanyenya cukup berbeda dari yang lain.
Ia menawarkan menu alternatif atas praktik politik yang selama ini telah berlangsung. Menu itu adalah Politik Gagasan. Graal Taliawo menekankan pentingnya relasi politik antara kandidat dengan warga yang berlandaskan pada pertukaran ide, bukan transaksi uang ataupun materi lainnya.
Apalagi mengambinghitamkan dan memanfaatkan beragam perbedaan identitas primordial (politisasi agama dan suku) demi naik ke tampuk kekuasaan.
Sekaligus, politik gagasan, menurutnya, adalah bagian dari pendidikan politik agar masyarakat bisa berpolitik dengan lebih bermartabat yang mengutamakan pikiran, yang menyangkut kepentingan bersama; kesejahteraan bagi masyarakat luas.
Graal Taliawo berupaya mendobrak praktik politik selama ini yang dinilai cukup banyak menciderai nilai-nilai demokrasi. Misalnya jual-beli suara yang berdampak pada lima, sepuluh, bahkan puluhan tahun ke depan.
“Relasi eksploitatif (saling beli dan jual suara) antara pemilih dan kandidat, yang seharusnya tidak terjadi. Suara pemilih adalah alat tawar politik, bukan alat dagang. Pun dengan elite. Untuk menjadi pemimpin, kapabilitas adalah modal utama, bukan mengandalkan ‘isi tas’ dan popularitas semata,” tambahnya.
Nilai dan semangat itu tetap berlanjut hingga sekarang. Terlebih dia ditopang dengan latar belakang pendidikan formal di bidang ilmu administrasi negara, ilmu sosiologi kebijakan publik, dan ilmu politik, serta yang terpenting adalah pengalaman Graal Taliawo di bidang politik praktis kebijakan publik, khususnya dalam bidang legislatif.
Doktor Ilmu Politik yang baru saja menyelesaikan studinya dari Universitas Indonesia ini memiliki pengalaman di DPR-RI dan DPR Papua, baik di komisi teknis, fraksi, maupun badan pembuatan peraturan perundang-undangan. Dia percaya bahwa pengalaman di lembaga legislatif itu sedikit-banyak akan bermanfaat bagi tugas-tugas dan fungsi di parlemen kelak.
Graal Taliawo juga menegaskan, “Politik gagasan adalah nilai/fondasinya dalam berpolitik. Kuncinya berorientasi pada ide-ide alternatif di level kebijakan pemerintah, khususnya pemerintah pusat, bagi penyelesaian masalah dan kesejahteraan masyarakat Maluku Utara, bukan dalam rangka sekadar rebut-merebut kekuasaan/jabatan semata, tanpa ada agenda kerja yang mau dilakukan.
Sayangnya, masih ada orang yang meragukan metode berpolitiknya dengan berkaca pada pragmatisme praktik politik selama ini. Atas ini, Graal Taliawo merespons,
“Saya percaya selalu ada harapan. Sebanyak 24.128 orang pada 2019 lalu menerima politik gagasan. Kita harus angkat topi. Ini adalah bukti sekaligus energi bagi kita untuk terus berkomitmen menjalankan politik gagasan.” Kita harus optimis bahwa politik gagasan layak diperjuangkan dan akan selalu mendapat tempat dalam masyarakat kita.
Meski begitu, Graal Taliawo, yang kini berusia 35 tahun ini, mengakui bahwa mengusung politik gagasan membutuhkan siasat dan strategi, sebab sebagian dari kita sudah sangat nyaman dengan status quo dan praktik politik selama ini: cara-cara korup, transaksional, dan politisasi identitas. Perjuangan ini, menurutnya, ada tantangannya, karena itu membutuhkan kerja sama masyarakat luas untuk membudayakan politik gagasan. Nilai-nilai dalam politik gagasan adalah dasar yang ia pegang dan yakini untuk membangun juga menumbuhkan kesejahteraan masyarakat Maluku Utara.
“Sekali layar dinaikan, selamanya akan mengembang. Politik gagasan bukan sekadar slogan, melainkan harapan dan tujuan menuju tatanan kehidupan publik serta politik yang lebih baik dan beradab,” tutup Graal Taliawo. (RLIS/ADV)