Puluhan nelayan di Kabupaten Halmahera Timur (Haltim), Maluku Utara kembali mengadang dua unit kapal tugboat yang sedang berlayar di perairan sekitar. Dalam rekaman video berdurasi 36 detik memperlihatkan sejumlah nelayan yang berada di atas perahu, melempari kapal tersebut dengan batu hingga mengakibatkan kaca jendela kapal pecah.
“Kita dilempar ini, dilempar ini, kaca kapal pecah. Ini dia (mengarahkan kamera ponsel ke kaca jendela), kaca kapal pecah karena dilempar, kapal pecah gara-gara dilempar ini. Tutup semua pintu, tutup, tutup,” ucap seorang anak buah kapal (ABK) yang sedang merekam video dari ruang kemudi.
Warga Desa Momole, Nasrudin mengatakan pelemparan itu dilakukan oleh nelayan dari Desa Momole, Kasuba, Bicoli, Sil, dan Sowoli, Kecamatan Maba Selatan. Peristiwa itu terjadi di antara Pulau Wor dan Pulau Woto, tepat di depan pesisir pantai Desa Bicoli, Jumat, 28 Maret 2025 sekitar pukul 14.00-15.00 WIT.
“Jadi pelemparan itu dilakukan terhadap dua kapal pada waktu yang bersamaan. Kapal yang satu dari arah Halmahera Timur ke Halmahera Tengah, yang satunya lagi dari Halmahera Tengah ke Halmahera Timur,” ujar Nasrudin kepada cermat.co.id, Minggu, 30 Maret 2025.
Menurut Nasrudin, dua kapal itu sedang menarik tongkang bermuatan ore atau hasil galian pertambangan. Ore tersebut dibawa ke kawasan industri PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Kecamatan Weda Tengah, Halmahera Tengah untuk diolah menjadi nikel.
“Jadi yang terlihat di video itu, kapal sementara berlayar dari arah Halmahera Tengah ke Halmahera Timur dengan kondisi tongkang yang sudah kosong (dari muatan ore). Sedangkan dari arah Halmahera Timur ke Halmahera Tengah itu dalam posisi full muatan ore nikel,” ujar Nasrudin.
Lebih lanjut Nasrudin menjelaskan, kapal dari arah Halmahera Tengah ke Halmahera Timur diadang oleh satu unit perahu berisi 11 orang nelayan. Sedangkan kapal dari Halmahera Timur ke Halmahera Tengah diadang tiga perahu dengan jumlah nelayan hampir sekitar 40 orang.
“Itu mereka lakukan pelemparan yang sama. Rata-rata satu unit perahu itu kan lebih dari satu orang. Artinya, kalau tiga unit perahu berarti mendekati sekitar 40 orang nelayan,” jelas Nasrudin.
Menurut Nasrudin, pengadangan yang dilakukan nelayan di Halmahera Timur terhadap kapal-kapal pengangkut material tambang nikel itu, sudah berulang kali. Namun peristiwa yang terjadi pada Jumat, 28 Maret 2025 sore itu merupakan puncak dari kemarahan nelayan.
“Peristiwa yang terjadi di hari Jumat itu karena nelayan sementara bersiap menjaring ikan yang sedang bermain. Tapi tiba-tiba kapal melintas tepat di titik ikan berkumpul, sehingga nelayan yang ada di situ tidak terima. Karena jalur lintasan kapal itu nelayan punya tempat mencari ikan di situ,” tuturnya.
Nasrudin juga menyebut para nelayan sudah berulang kali menggelar audiens dengan DPRD Halmahera Timur. Mereka meminta DPRD mendesak pemerintah daerah (pemda) segera mengatur jalur pelayaran kapal-kapal pertambangan. Namun sampai saat ini tak kunjung direspons.
“Kami minta pemda segera berkonsultasi dengan KUPP (Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Buli, untuk mengatur rute pelayaran kapal pengangkut ore nikel ini. Karena nelayan sangat dirugikan,” imbuh Nasrudin.
Cermat berupaya menghubungi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Timur, Hadijah Talib. Namun, pesan Whatsapp hingga panggilan masuk ke nomor ponselnya tak digubris hingga berita ini tayang.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Maluku Utara, Julfikar Sangaji mengungkapkan, perairan yang dilintasi kapal-kapal pengangkut ore nikel itu merupakan ruang tangkap nelayan di Halmahera Timur. Apalagi pada momentum Ramadan kali ini bertepatan dengan musim ikan jenis tuna dan cakalang.
“Lalu-lalang kapal tugboat yang menarik tongkang dengan suara bising, belum lagi oli dan ore nikel yang berjatuhan ke laut itu, jelas bikin ikan menghindar. Apalagi ikan jenis pelagis itu bisa menghilang selama 7 bulan,” kata Julfikar yang sempat menetap di Desa Bicoli.
Menurut Julfikar, para nelayan sempat meminta pemerintah daerah mempertegas jalur pelayaran kapal tersebut, agar tak bersinggungan dengan aktivitas nelayan. Namun sampai hari ini tak kunjung direspons. “Makanya mereka para nelayan terpaksa mengambil langkah dengan cara mereka sendiri,” katanya.
“Apa yang dilakukan oleh para nelayan itu jangan dibaca sebagai perbuatan main hakim sendiri. Sebab, upaya-upaya persuasif sudah mereka tempuh, tapi toh tak digubris oleh pemerintah daerah. Dan perlu saya tegaskan, bahwa apa yang mereka lakukan itu semata untuk melindungi ruang hidup mereka, tidak lebih,” tegas Julfikar.
——
Penulis: Olis