News  

Ini Tanggapan Wakil Bupati Halmahera Timur, Soal Hasil Riset Transparency International Indonesia

Anjas Taher, Wakil Bupati Halmahera Timur, Maluku Utara. Foto: Istimewa

Anjas Taher, Wakil Bupati Halmahera Timur, Maluku Utara, melalui kuasa hukumnya, Yusman Arifin, S.H dan Iswan Samma, S.H, angkat bicara soal laporan hasil riset Transparency International (TI) Indonesia, yang menyebut namanya dalam bisnis tambang.

Terkait dengan hal itu, Anjas Juga menyampaikan Hak Jawab, soal pemberitaan cermat pada 21 Maret 2024 bertajuk Peneliti Ungkap Keterlibatan Sejumlah Pejabat Maluku Utara di Perusahaan tambang

Dalam hak jawab itu, Anjas melalui kuasa hukumnya menyatakan, materi pemberitaan yang perlu diklarifikasi dalam rilis berita cermat.co.id adalah seperti termuat dalam frasa sebagai berikut:

“Hal yang sama dilakukan oleh Wakil Bupati Kabupaten Halmahera Timur, Anjas Taher. Ia juga merangkap jabatan sebagai bagian dari tim Corporate Social Responsibility (CSR) untuk IWIP di Kabupaten Halmahera Timur. “Anjas Juga diketahui terlibat sebagai mediator kavlingan lahan di Halmahera timur, beberapa di antaranya di Kecamatan Wasile Selatan” tambah Christ Belseran”.

Bahwa agar tidak terjadi kesimpang siuran yang meluas dan penafsiran yang keliru serta mengarah pada fitnah dan pembunuhan karakter (character assassination) terhadap klien kami, maka dengan ini kami tegas akan hal-hal sebagai berikut:

  1. Bahwa klien kami Anjas Taher selaku Wakil Bupati Halmahera Timur yang dituduh merangkap jabatan sebagai bagian dari tim Corporate Soscial Responsibility (CSR) untuk IWIP di Kabupaten Halmahera Timur adalah tidak benar dan tidak berdasar. Informasi yang diperoleh dari tim peneliti yang bersumber dari hasil wawancara Tim Peneliti dengan aktivis agrarian dan lingkungan di Malut, FA pada September 2023, secara legal formal apa yang menjadi bukti bahwa klien kami Anjas Taher selaku Wakil Bupati Halmahera Timur termasuk Tim CSR tersebut tidakdapat dibuktikan. Yang ada hanya berdasarkan asumsi yang dibangun oleh Tim Peneliti semata.
  2. Bahwa klien kami Anjas Taher selaku Wakil Bupati Halmahera Timur yang dituduh terlibat sebagai mediator kavlingan lahan di Halmahera Timur, beberapa diantaranya di Kecamatan Wasile Selatan juga tidak benar dan tidak berdasar. Temuan penelitian ini tidak berdasar karena hanya bersumber dari hasil wawancara tim peneliti dengan dua orang responden, yaitu: NM, warga Desa waijoi, dan NAM, warga Desa Minamin Kecamatan wasile Selatan. Tanpa menggali informasi lain yang lebih kredibel dan terpercaya. Termasuk mengkonfirmasi kepada klien kami Anjas Taher selaku wakil bupati Halmahera Timur. Kalaupun ada kehadiran klien kami dalam pertemuan sejenis itu, hanya memastikan bahwa proses dan pelaksanaan ganti rugi lahan sesuai dengan kesepakatan masyarakat dan perusahaan, tidak merugikan masyarakat dan berjalan lancar dan damai.
  3. Bahwa berkaitan dengan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar tersebut, hal ini telah pula dibantah oleh sejumlah kepala desa di wilayah Kecamatan Wasile Selatan dengan menyampaikan bantahan dalam surat pernyataan, terlampir.
Baca Juga:  KNPI Morotai Kecam Tindakan Kekerasan Satpol PP ke Kader HMI

Berdasarkan penjelasan di atas, terutama berkaitan dengan hasil penelitian TII yang kemudian diberitakan oleh berbagai media termasuk Media Ciber cermat.com.id, maka secara metodologis kredibilitas hasil riset ini sangat diragukan, terutama meliputi beberapa hal:

  1. Bahwa dikemukakan penelitian ini menggunakan kombinasi metode kualitatif dan model investigasi jurnalistik. Namun nampaknya porsi terbesar dalam penyajian hasil penelitian lebih dominan berasal dari investigasi jurnalistik. Itu pun tanpa perimbangan informasi yang harus digali secara mendalam oleh tim peneliti untuk memperkuat argumentasi, menjunjung objektifitas, dan menjaga kredibilitas penelitian. Dengan demikian, hasil riset ini cenderung mengarah pada pembentukan opini publik yang keliru, ketimbang penyajian informasi hasil penelitian akademik yang jujur dan objektif untuk kepentingan publik.
  2. Bahwa diketahui Teknik penggalian data lapangan: Live in, Wawancara, FGD, Pengamatan Terlibat, yang mana digunakan dalam peneltian ini tidak dijelaskan secara detil, misalnya; tentang banyaknya responden sebagai informan dengan beragam karakteristik dan identifikasi tertentu. Kemudian kapan dan dimana pelaksanaan FGD dengan jumlah pesertanya, serta berapa kali dilaksanakan. Hal ini juga sangat menentukan objektivitas dan kredibilitas hasil penelitian ini. Dengan tidak tersaji penjelasan detil seperti ini, keilmiahan hasil riset ini diragukan. Apalagi dari hasil wawancara/investigasi yang diperoleh jumlah responden atau informan yang minim, tim peneliti mencoba membangun asumsi dan argumentasi subyektif dengan informasi yang rendah kadar keterwakilan dan asimetris, sehingga hanya mengkontruksi relasi para actor dalam perspektif sempit dalam menjawab permasalahan penelitian. Hal ini cenderung bias dalam kaidah penelitian kualitatif. Akibatnya yang terungkap hanya hasil investigasi jurnalistik yang secara eksplisit menjustifikasi pembentukan opini secara sengaja dan subyektif kepada actor yang ditargetkan.
  3. Bahwa tidak dinyatakan secara jelas hasil penelitian ini telah diseminarkan dalam forum akademik yang kredibel, baik melibatkan peserta forum yang memiliki kompetensi keilmuan dan pengalaman riset yang memadai maupun dapat dipercaya. Bahkan tidak diuji keabsahan ilmiah dari hasil penelitian ini dalam institusi akademik yang bereputasi dan kredibel. Yang dilakukan hanyalah dalam bentuk launching dan desiminasi hasil penelitian, tanpa menempuh parameter pengujian yang layak secara metodologis. Artinya patut diduga hasil riset seperti ini mengarah pada upaya mem-pressure pembentukan opini public untuk mendiskreditkan aktor yang dijadikan target.
  4. Bahwa meskipun penelitian ini bersifat kualitatif, yang membuka ruang eksplorasi untuk mengungkap permasalahan yang diteliti, namun idealnya sebuah riset ilmiah, akan menunjukan pada referensi empirik yang memperkuat argumentasi untuk pencapaian tujuan penelitian. Seperti merujuk pada beberapa penelitian-penelitian empirik sebelumnya, yang relevan, kredibel dan bereputasi internasional. Hasil penelitian ini nampaknya tidak memenuhi persyaratan Bahkan lebih dominan berupa investigasi jurnalistik di luar kaedah keilmiahan sebuah riset. Apalagi ditambah pendekatan investigasi jurnalistik yang tidak berimbang dalam memperoleh informasi. Patut diduga hasil penelitian ini secara potensial menggiring pembentukan opini dan perspektif public terhadap actor sasaran atau target. Bahkan diduga ada indikasi kesengajaan, bahwa penerapan penelitian kualitatif dalam kasus ini hanya sebagai tameng. Terutama untuk memanipulasi pendekatan akademik dalam sebuah riset ilmiah yang bertujuan menggiring opini semata agar mendapat pembenaran dan legitimasi public untuk mendiskreditkan actor tertentu.
Baca Juga:  Penataan Pantai Falajawa di Ternate Masuk Tahap Akhir

Demikian Hak jawab ini kami sampaikan dan terima kasih.

Yusman Arifin, S.H dan Iswan Samma, S.H, Kuasa Hukum Anjas Taher saat melapor ke Dewan Pers. Foto: Istimewa


Hak Jawab di atas juga merujuk pada surat Dewan Pers soal Penyelesaian Pengaduan Nomor: 371/DP/K/IV/2024 Jakarta, 5 April 2024. Dalam surat dewan pers kepada cermat, Dewan Pers merekomendasikan:

  1. Teradu wajib melayani Hak Jawab dari Pengadu secara proporsional, selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah Hak Jawab diterima.
  2. Pengadu memberikan Hak Jawab kepada Teradu selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah ditandatanganinya Risalah ini.
  3. Pengadu dan Teradu wajib mengacu kepada Pedoman Hak Jawab Dewan Pers (Peraturan Dewan Pers No. 9/Peraturan-DP/X/2008).
  4. Teradu wajib memuat catatan di bawah Hak Jawab yang menjelaskan bahwa berita awal yang diadukan dinilai oleh Dewan Pers melanggar Kode Etik Jurnalistik.
  5. Teradu wajib menautkan Hak Jawab dari Pengadu pada berita awal yang diadukan, sesuai dengan angka 4 huruf b Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber yang menyatakan “Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab”.
  6. Pengadu melaporkan kepada Dewan Pers bila pihak Teradu tidak mematuhi hasil penilaian Dewan Pers sesuai dengan Pasal 12 butir 4 Peraturan Dewan Pers Nomor 3/Peraturan-DP/VII/2017.
  7. Apabila Pengadu tidak memberikan Hak Jawab dalam batas waktu pada butir 2 maka Teradu tidak wajib untuk memuat Hak Jawab.
  8. Apabila Perusahaan pers Teradu belum mengajukan pendataan/verifikasi, segera mengajukan proses pendataan/verifikasi Perusahaan Pers ke Dewan Pers selambat-lambatnya enam bulan setelah menerima surat ini.