Jumlah kasus penderita HIV/AIDS di Pulau Morotai, Maluku Utara, mengalami peningkatan pada dua tahun terakhir menjadi 103 kasus.
Direktur RSUD Soekarno Morotai, dr. Christie Mamarimbing menjelaskan, pada tahun 2024 tercatat 72 kasus, hingga Desember 2025 jumlah itu naik menjadi 103 kasus.
“Dari 2024 hingga 2025 itu terjadi peningkatan 31 kasus,” ujar Christie saat ditemui di ruang kerjanya, Senin, 8 Desember 2025.
Menurutnya, pada bulan Desember 2025 saja ditemukan lima kasus baru. Seluruh pasien baru tersebut telah menjalani prosedur diagnosis sebelum dinyatakan positif HIV.
Ia bilang, dalam proses penegakan diagnosis HIV tidak dilakukan secara langsung setelah hasil skrining positif.
“Awalnya mereka dites skrining dulu. Kalau positif, kita tidak langsung menjatuhi diagnosa HIV. Karena diagnosa ini harus benar-benar kuat,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa kini digunakan tiga metode tes ulang, berbeda dengan sebelumnya yang hanya menggunakan satu metode.
“Setelah dicek, hasilnya itu harus tiga-tiganya positif, kalau sudah dicek dan ketiganya itu positif, barulah kita pastikan bahwa dia itu positif HIV,” terangnya.
Ia menyebut, kelima pasien baru yang dinyatakan positif telah menjalani pengobatan antriretroviral (ARV) yang harus dikonsumsi seumur hidup.
“Sebelum diberikan pengobatan, dicek dulu kondisi kesehatannya, seperti fungsi ginjal dan fungsi hati. Kalau semua baik, baru kita tentukan jenis obat yang cocok,” katanya.
Untuk pasien yang stabil, tambah dia, akan menjalani rawat jalan dan mengambil obat bulanan di poli HIV. Jika muncul keluhan, mereka akan diperiksa di poli penyakit dalam. “Karena setiap enam bulan sekali dilakukan kontrol laboratorium untuk cek darah,” tambahnya.
dr. Christie mengingatkan bahwa HIV hanya menular melalui tiga jalur, yakni darah, air susu ibu (ASI), dan hubungan seksual.
“Kalau mau transfusi darah harus dicek dulu, bebas HIV baru bisa ditransfusikan. Kemudian jarum suntik juga harus sekali pakai,” jelasnya.
Untuk ASI, kata dia, ibu yang HIV tidak diperbolehkan menyusui dan diberikan metode pengganti yang aman. Dan untuk jalur seksual, ia bilang, pencegahan terbaik yaitu kesetiaan pada pasangan resmi.
“Kalau melakukan hubungan di luar pernikahan, ya harus menggunakan kondom sebagai pencegahannya,” katanya.
Ia menghimbau, agar masyarakat Morotai untuk tidak mengabaikan risiko HIV, terutama bagi mereka yang memiliki perilaku yang berisiko tinggi.
“Karena pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Dan kesadaran masyarakat lebih penting untuk memutus rantai penularan,” tutupnya.
