Ingatan Muhammad Konoras melayang ke beberapa tahun silam, saat cermat menunjukkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor: 191 K/Pdt/2013.
Konoras adalah kuasa hukum Noke Yapen, yang kala itu menggugat Pemrintah Kabupaten Halmahera Barat dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara, terkait penguasaan lahan yang kini berdiri bekas rumah dinas Gubernur Malut.
“Gugatan kami terkait lahan seluas 45 x 20 meter persegi, yang mencaplok rumah warga di sisi barat,” kata Konoras kepada cermat, (9/8). “Jadi bukan hanya rumah dinas saja.”
Menurutnya, rumdis yang dibangun menggunakan APBD Pemkab Malut itu, secara administrasi milik Noke berdasarkan bukti kepemilikan sertifikat Nomor 227 Tahun 1972.
Pada 2016, Pemkab Halbar menyerahkan sejumlah asetnya ke Pemkot Ternate. Termasuk rumdis yang dipinjam-pakai oleh Pemprov Malut. “Itu secara melawan hukum,” tandasnya.
Konoras menyebut, saat itu gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Ternate tidak diterima. “Bahasa tidak diterima itu konteksnya tidak menang, tidak kalah,” tandasnya.
Dari situ, Konoras mengajukan banding. Tapi kembali ditolak. Karena pihak Noke dinilai tidak menggugat panitia pembebasan lahan. “Ini keputusan yang ngawur,” katanya.
Sebab, menurut Konoras, panitia bersifat Ad Hoc. Apalagi semua panitia di tahun itu sudah meninggal. “Karena ini putusan lembaga negara, kami tunduk,” ucapnya.
Enggan menyerah, Konoras pun melanjutkan perkara ini ke Pengadilan Tinggi (PT) Malut. Namun PT memperkuat putusan PN. “Kita kasasi, MA perkuat putusan PN dan PT,” ungkapnya.
Tapi berangkat dari konteks tak menang tak kalah, Konoras menganggap langkah Pemkot Ternate membayar lahan milik Noke adalah sah. “Tidak masalah,” tandasnya.