News  

18 Warga di Halteng Gugat Presiden Direktur IWIP ke PN Soasio

Sidang mediasi penggugat dan tergugat di Pengadilan Negeri Soasio. Foto: Istimewa

18 warga dari Desa Woekob dan Desa Woejerana, Kecamatan Weda Tengah, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) ke Pengadilan Negeri Soasio, Kota Tidore Kepulauan.

Warga menggugat Presiden Direktur PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) Xiang Binghe selaku tergugat I, Kepala Desa Woejerana Muhammad Taher Latuconsina selaku tergugat II, dan Kepala Desa Woekob Jeferson Burnama selaku tergugat III, sebagaimana gugatan dengan nomor perkara 24/Pdt.G/2023/PNSos, tertanggal 5 Juli 2023.

Kuasa hukum warga, Muhammad Syukur Mandar mengatakan, secara umum gugatan berkaitan dengan sebagian besar lahan warga yang digusur PT IWIP namun belum ada proses pembebasan lahan.

“Itu kita gugat ke pengadilan terkait kewajiban yang harus diselesaikan PT IWIP kepada masyarakat,” kata Syukur di PN Soasio, Rabu, 2 Agustus 2023.

Syukur bilang, catatan penting dalam gugatan ini adalah pihaknya ingin membuktikan kepada PT IWIP bahwa klaim pembebasan lahan itu sama sekali belum dilakukan pembayaran.

Syukur pun menggugat pola pembebasan lahan yang tidak berurusan langsung dengan warga selaku pemegang hak melainkan melalui perantara kepala desa.

“Masa beli lahan masyarakat, kepala desa yang bikin harganya dan hampir semua pembayaran tanah itu melalui kepala desa,” ungkap dia.

Syukur memastikan pihaknya memiliki bukti yang cukup dalam gugatan belasan warga ini.

Selain itu, ia juga menyayangkan ketidakhadiran Presiden Direktur PT IWIP pada sidang mediasi dan hanya memberikan kuasa kepada penasehat hukumnya.

Ketidakhadiran bos IWIP ini, kata ia, dipastikan membuat mediasi tidak akan mencapai kesepakatan.

“Kalau dipanggil lagi kemudian memenuhi, ya mediasi tahapannya dimulai kan, meminta tanggapan para pihak terutama pihak penggugat kita akan sampaikan pokok-pokok pandangan terkait dengan mediasi, bila dijawab kita jalan damai, kalau tidak dijawab masuk pokok perkara kan,” paparnya.

Kuasa hukum PT IWIP, Rizkie Chandrahayat dalam kesempatan itu mengatakan, pihaknya masih menunggu dan akan mengikuti tahapan sidang mediasi yang dijadwalkan pada, Rabu, 9 Agustus nanti.

Baca Juga:  AJI Ternate Desak Pecat 3 Anggota TNI-AL Pelaku Penganiayaan Jurnalis di Halsel

“Kita lihat saja apakah mereka mampu membuktikan itu (gugatan),” timpal Rizkie.

Ia pun menegaskan, kliennya tidak perlu menghadiri sidang mediasi perkara tersebut. Sebab, kuasa yang diberikan kepadanya sudah mencakup semuanya, termasuk terkait pengambilan keputusan.

“Sesuai dengan surat kuasa bahwa kami diberikan kuasa untuk melakukan seluruh rangkaian sidang mulai dari mediasi sampai dengan putusan,” pungkasnya.

Sementara itu, kuasa hukum Kepala Desa Woekob, Bahtiar Husni dan rekan menyatakan, pihaknya sudah siap menghadapi gugatan terhadap kliennya itu.

Bahtiar pun membantah, tudingan pihak penggugat perihal belum adanya pembayaran lahan dari PT IWIP.

“Dan akan kita buktikan bahwa itu sudah dibayar, dan memang ada dua orang saja yang sudah dibayar tapi dia kembalikan,” jelas dia.

Bahtiar menegaskan, dalam sidang yang harusnya dengan agenda mediasi, Rabu kemarin, kuasa hukum penggugat ternyata tidak memiliki legal standing untuk mewakili para penggugat di persidangan.

Sebagaimana Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Mediasi, maka penggugat wajib hadir. Sedangkan, dari total 18 penggugat, hanya dihadiri 13 penggugat sementara 5 penggugat lainnya tidak hadir dalam sidang.

“Makanya sidang tadi ditunda untuk memanggil para penggugat yang tidak menghadiri persidangan,” kata dia.

Tuntutan ganti rugi bernilai ratusan juta hingga triliunan rupiah dari pihak penggugat kepada para tergugat, lanjut Bahtiar, merupakan hal yang terlalu mengada-ada alias khayalan.

Sebab, nilai pembebasan lahan harusnya disesuaikan dengan NJOP atau nilai pasar bukan ditentukan sendiri. Selain itu, khusus di Desa Woekob, perihal pengadaan tanah, pemerintah desa setempat sudah membentuk panitia yang juga diberikan SK.

Pihaknya kata Bahtiar, justru berterima kasih karena adanya gugatan ini ke pengadilan. Sebab, dengan begitu masalah ini bisa lebih terang kejelasan dan faktanya, serta tidak menjadi ‘bola liar’ di publik.

Baca Juga:  BPBD Ternate Anggarkan Pembangunan Talud di Fitu Usai Jebol Dihantam Banjir

“Kami berterima kasih ini sudah digugat ke persidangan, biar ini jelas dan terang, kita akan buktikan semua itu. Bahwa apa yang dilakukan PT IWIP, apa yang dilakukan Desa Woekob dan Desa Woejerana adalah sesuai dengan prosedur dan kemudian tidak ada yang dirugikan dalam hal ini,” jelasnya.

Menurut Bahtiar, lahan yang menjadi objek dalam gugatan ini merupakan lahan transmigrasi yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya. Dengan begitu, maka penentuan kepemilikan lahan harus dibuktikan di pengadilan biar lebih jelas status kepemilikannya.

“Maka kami juga berterima kasih disidangkan di sini biar jelas kedudukan hukumnya, tidak harus berpolemik di luar. Pembayarannya pun harus mengacu pada kepemilikan hak yang ada di sertifikat,” terangnya.

Kalaupun ada putusan hukum yang lain dari pengadilan, lanjut ia, maka PT IWIP sebagai pihak yang melakukan ganti rugi siap untuk membayar.

Perihal pembayaran lahan melalui pemerintah desa, menurut ia adalah hal yang wajar, karena telah disepakati penyelesaiannya melalui panitia di desa.

“Dan saya kira menyangkut gugatan ini juga hanya diwakili oleh yang sebenarnya bukan mewakili desa atas nama desa ya, sehingga kita akan buktikan terkait dengan mereka memiliki hak untuk menggugat atau tidak,” cetusnya.

Dalam kesempatan tersebut, kuasa hukum tergugat Kepala Desa Woejerana, Djafar Ely mengatakan, dalam konteks perkara ini ternyata pihak penggugat banyak memasukan asumsi di dalam gugatan bukan berdasarkan bukti yang ada.

“Buktinya mereka menggugat perbuatan melawan hukum itu berupa penggelapan sertifikat dan penggelapan uang yang masuk ranah perdata padahal dua itu ranah pidana namanya,” ungkap Djafar.

Nantinya bila sidang berlanjut hingga ke pokok perkara, kata Djafar, pihaknya akan menjawab secara transparan dengan bukti-bukti yang mereka kantongi.

“Kita pada prinsipnya kita sudah siap untuk menghadapi itu,” kata ia.

Untuk di Desa Woejerana, tambah ia, ada 10 penggugat yang melayangkan gugatan. Dari 10 orang itu, kabarnya ada 4 orang yang tidak menyerahkan sertifikat dan ada juga yang menyerahkan sertifikat namun atas nama orang lain.

Baca Juga:  Direksi dan Dewas Dilantik, Abubakar Adam Jadi Direktur Perumda Ake Gaale

“Jadi bagaimana ini mau dibayar si pembeli dalam hal ini IWIP kalau di sertifikat itu atas nama orang lain, harusnya dibalik nama dulu,” cetus Djafar.

Untuk diketahui, para penggugat dalam pokok gugatannya menuntut agar pengadilan menghukum tergugat I dan tergugat II untuk membayarkan kepada penggugat I  berupa denda atas perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian materil bagi diri penggugat yaitu sebesar Rp 100 miliar.

Kemudian menghukum para tergugat I dan tergugat III untuk membayarkan kepada para penggugat I berupa denda atas perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian materil bagi diri para penggugat II yaitu sebesar Rp 150 miliar.

Para penggugat pun menuntut tergugat I untuk membayarkan kepada para penggugat III berupa denda atas perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian materil bagi diri para penggugat III yaitu sebesar Rp 50 miliar.

Para tergugat pun dituntut secara bersama-sama tanggung renteng untuk melakukan pembayaran kepada para penggugat atas kerugian immaterial yang dialami penggugat sebesar Rp 1,3 triliun lebih.

Selanjutnya, para penggugat pun menuntut agar pengadilan menghukum tergugat I dan tergugat II untuk segera mengembalikan kepada para penggugat I berupa Sertifikat Hak Milik berdasarkan peta bidang tanah/lahan usaha dua yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Halmahera Tengah pada tahun 2006 dan mengosongkan lahan/tanah hak milik Para Penggugat I setelah putusan dibacakan.

Meletakkan sita jaminan atas segala benda bergerak dan tidak bergerak diatas tanah/lahan hak milik para penggugat  sampai tergugat I, tergugat II dan tergugat III dapat memenuhi segala kewajibannya sesuai dengan putusan yang dijatuhkan.

Serta menghukum para tergugat untuk membayar kepada para penggugat suatu uang paksa (dwangsom) atas setiap kali dan atau setiap hari terlambat melaksanakan putusan perkara senilai Rp 100 juta perhari.

————-

Penulis: Erdian Sangaji

Editor: Ghalim Umabaihi