News  

Fakta Baru: 5 Tahun RSUD Morotai Gunakan Draf SK yang Belum Sah!

dr. Diana Pinangkaan, yang sebelumnya menjabat sebagai dirut RSUD Soekarno. Foto: Aswan Kharie/cermat

Kisruh pembagian honor jasa pelayanan di RSUD Ir. Soekarno, Pulau Morotai, Maluku Utara, terus mencut. Fakta baru terungkap; selama lima tahun terakhir, ternyata RSUD tersebut menggunakan Surat Keputusan (SK) pembagian jasa yang belum ditandatangani Bupati, atau hanya dalam bentuk draf tanpa nomor surat resmi.

Hal itu diungkapkan langsung oleh dr. Diana Pinangkaan, mantan Direktur RSUD Ir. Soekarno Morotai yang kini menjabat sebagai Plt Kepala Dinas Kesehatan Pulau Morotai.

Ketika ditemui cermat, Diana bilang, persoalan pembagian jasa pelayanan mulai mencuat ketika dirinya diangkat sebagai direktur dan mendapatkan desakan dari staf untuk melakukan revisi pembagian jasa.

“Mengenai pembagian jasa pelayanan itu berawal dari, saya masuk sebagai DirekturRSUD, yang dimana ada desakan dari seluruh staf untuk revisi pembagian jasa pelayan,” ungkapnya, saat ditemui cermat, Rabu, 29 Oktober 2025.

katanya, rapat pertama dan kedua terkait pembagian jasa tidak menghasilkan keputusan karena masing-masing pihak memiliki pandangan berbeda soal besaran pembagian.

“Di rapat pertama sudah ada pembagian, namun tidak ada putusan karena semua mau semua punya. Misalnya dokter sebut pelayanannya sekian persen, perawat sekian, penunjang sekian, akhirnya tidak ada kesepakatan lalu (rapat) bubar,” tuturnya.

Dirinya pun meminta pengelola lama untuk memaparkan dasar hukum pembagian yang selama ini digunakan. Dari situ, kata dia, terungkap bahwa SK pembagian jasa yang telah dipakai bertahun-tahun ternyata tidak sah secara administrasi.

“Setelah mereka paparkan SK, ternyata ketahuan bahwa SK yang mereka punya sebelumnya selama beberapa tahun itu baru dalam betuk draf, belum ada tanda tangan Bupati. Dan itu diakui oleh Kepala Tata Usaha, bapak Mahmud,” ungkapnya.

Baca Juga:  BMH Malut Meriahkan HUT Kemerdekaan RI ke-78 Bersama Suku Pedalaman

Lebih lanjut, ia menyebut, SK tersebut bahkan tidak memiliki nomor surat resmi. Namun pembagian jasa medis tetap dilakukan sejak tahun 2021 hingga Mei 2025.

“Bahkan nomor suratnya tidak ada, dan itu berarti secara administrasi belum sah. Tetapi selama lima tahun itu mereka sudah saling berbagi jasa medis dengan SK yang tidak ada tanda tangan Bupati,” jelasnya.

Baca Juga:
Pasien Keluhkan Krisis Air Bersih, Bapera Desak Dirut RSUD Morotai Dievaluasi
Perawat RSUD Morotai Polisikan Praktisi Hukum soal Dugaan Pencemaran Nama Baik
Soal Jalan Rusak Menuju RSUD, Pemda Morotai: Itu Kewenangan BPJN

Sebagai Direktur pada saat itu, Diana mengaku tidak berani melanjutkan sistem pembagian berdasarkan dokumen yang tidak sah. Ia pun segera mengajukan penerbitan SK baru kepada Bupati Rusli Sibua.

“Setelah itu, saya mengajukan SK baru ke Bupati. Dan akhirnya keluar No SK 100.3.3.2/284/KPTS/PM/2025 Tentang Penetapan Pembagian Jasa Pelayanan pada Rumah Sakit Umum Daerah Ir. Soekarno, Kabupaten Pulau Morotai, Tahun 2025,” ungkapnya.

Dalak SK tersebut, menurutnya, pembagian jasa pelayanan kesehatan ditetapkan secara resmi. Yakni dari 100 dibagi untuk Medis 51 persen, Paramedis 32 persen, dan penunjang 17 persen.

“Itulah pembagian resmi yang telah ditetapkan dan ditandatangani oleh Bupati Morotai, Rusli Sibua. Jadi bukan lagi dalam bentuk draf,” tegasnya.

Sementara itu, Friska Toding, Bendahara RSUD Ir Soekarno Morotai, turut mengungkap bahwa selama bertahun-tahun dirinya tidak pernah dilibatkan dalam proses pembagian jasa medis.

“Kan selama ini itu untuk pembagian jasa yang sudah berlangsung bertahun-tahun itu tidak pernah dilibatkan bendahara. Jadi yang melakukan pembagian itu pengelolanya sendiri,” ujarnya.

Ia menambahkan, bahwa baru tahun ini Bupati memberikan arahan agar bendahara ikut menangani proses pembagian untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas.

Baca Juga:  Jaksa KPK Kembali Hadirkan PJ Gubernur Malut Jadi Saksi dalam Kasus Imran Yakub

“Karena yang mengelola itu kepala BPJS lama, dan setiap pembagian jasa tidak ada campur tangan bendahara. Kecuali SPM. Mereka sodorkan daftar pembagian, baru saya buat SPM,” jelasnya.

Kemudian, dari pihak Fraud RSUD, Sunardi Idi juga memberikan klarifikasi mengenai besaran nominal pembagian jasa yang sempat menimbulkan perdebatan.

“Yang perlu saya klarifikasi adalah kebijakan direktu RSUD saat itu, dr Diana. Saya dilibatkan dalam anggota tim Fraud. Dan nominal yang saya dapatkan itu tidak sebesar yang disampaikan saudara Rfd Sibua di media,” ujarnya

Menurutnya, total yang diterima hanya sekitar Rp800 ribu yang berasal dari dua sumber, yakni jasa staf manajemen dan jasa tim Fraud. “Jadi saya berharap narasi yang berkembang bisa memilah dengan jelas sumbernya,” tambahnya.

Sementara itu, Linda Lotar, salah satu staf RSUD menjelaskan bahwa praktik titipan glondongan yang sempat disebut-sebut sebelumnya bukanlah dalam konteks penyalahgunaan.

“Saya sebelum itu sudah mengkonfirmasi, jadi uang titipan itu dulu di zaman BPJS lama itu namanua titipan glondongan, tapi ini bukan glondongan. Jadi ibarat saya itu  sebagai kasir juga,” ungkapnnya.

Ia menyebut, dana yang ia punya digunakan untuk membantu rekan kerja yang membutuhkan dan dilakukan dengan kesepakatan bersama. “Misalnya ada orang yang minjam uang ke saya, nanti pada saat pembagian jasa saya usulkan ke bendahara untuk potong jasanya, dan semua datanya ada,” ujarnya.